Perdebatan keluarga

1321 Kata
Pagi ini Aruna akhirnya memutuskan untuk bertemu Gatra dan ia ingin tahu apa yang sebenarnya dinginkan Gatra padanya. Apalagi jika benar dalang ke bangkrutkan perusahaan keluarganya adalah Gatra, ia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia ikut bertanggung jawab atas masalah ini, apalagi Wiyasa adalah bagian dari dirinya. Aruna membuka ponselnya dan ia mengubungi pengasuh kedua putri kembarnya hanya untuk menanyakan apa yang sedang dilakukan putri kembarnya itu. "Assalamualaikum, Ipeh," ucap Aruna. "Waalaikumsalam, Bu," ucap Ipeh. "Anak-anak udah siap sekolah?" Tanya Aruna. "Udah Bu..." ucap Ipeh dan ia menujukkan si kembar yang sedang sarapan. "Bunda..." panggil salah seorang putrinya. "Bunda kapan pulang?" Tanyanya. Aruna tersenyum dan ia menatap kedua putrinya itu dengan tatapan rindu. Baru kemarin ia meninggalkan putrinya dan sekarang ia sudah rindu. "Masih banyak urusan Bunda di Jakarta nak, nanti ya Sabtu Bunda pulang," ucap Aruna. "Jangan lupa beli jajanan ya Bun!" Pinta salah satu anak kembarnya. "Oke siap sayang, kalian sekolah jangan nakal, langsung pulang sama Mbak Ipeh...jangan mau ikut orang yang nggak kalian kenal apalagi menerima pemberiannya!" Ucap Aruna. "Iya Bun..." ucap keduanya. Ipe menatap Aruna dengan senyuman "Ibu tenang saja, saya akan ada dua puluh empat jam buat mereka," ucap Ipeh. "Terimakasih Ipeh, kalau tidak ada kamu saya bingung harus bagaimana," ucap Aruna. Ipeh terseyum mendengar ucapan Aruna. "Saya mau berangkat kerja Ipeh titip anak-anak, Assalamualaikum," ucap Aruna. "Waalikumsalam," ucap Ipeh. Aruna mematikan sambungan teleponnya dan ia segera melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya. Sejak pembicaraannya kemarin bersama Oma Mentari dan Kelvin, Aruna memang memilih untuk tidak keluar dari kamarnya. Ia tidak ikut makan malam bersama keluarganya yang lain dan dulu ia memang lebih sering makan sendiri dari pada mendengarkan ucapan-ucapan pedas atau tatapan kesal dari ibu tirinya. Aruna telah memakai pakaian kerjanya dan hari ini ia memang memutuskan untuk membantu keluarga ini walau bagaimanapun ia harus balas budi, setidaknya ia tidak dibuang begitu saja dan dibesarkan dipanti atau dibuang seperti ancaman ibu tirinya ketika ia masih kecil. Aruna melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya dan menuju lantai dasar tempat para keluarga berkumpul sarapan pagi. Dulu momen sarapan pagi menjadi momen yang menakutkan baginya, namun sekarang ia telah dewasa dan tak perlu meperlihatkan rasa sedihnya agar berharap mendapatkan simpati keluarganya yang lain. Bagi Aruna baru kali ini keluarganya berharap dirinya bisa menolong keluarga ini, walaupun ia akan mengorbankan dirinya bertemu dengan Gatra Candrama dan melawan trauma serta ketakutannya. Aruna melihat semua keluarga telah duduk di meja makan dan mereka semua terlihat muram. Ia bisa menduga jika saat ini pasti telah terjadi perdebatan diantara mereka. Aruna duduk dengan santai bergabung bersama mereka membuat Laksmi memukul meja makan karena selera makanya hilang, saat melihat anak tiri hasil selingkuhan suaminya itu bergabung bersama keluarganya "Saya tidak mau dia berada disatu meja dengan kita!" Ucap Laksmi. Kelvin menghela napasnya, sejak tadi ia telah menjelaskan semuanya kepada Maminya jika kehadiran Aruna di Rumah ini juga demi keluarga ini namun sepertinya Maminya ini tetap pada pendiriannya. "Mi please kali ini dengerin Kelvin!" Pinta Kelvin dengan tatapan memohon. Mentari tersenyum dan ia mengisyaratkan Aruna untuk tidak terpengaruh dengan ucapan Laksmi "Apa kamu tuli?" Teriak Laksmi ia melemparkan sendok hingga mengenai dahi Aruna. "Cukup Mi!" Teriak Indra. "Papi pernah bilang sama Mami ketika anak perempuan itu masuk kedalam rumah ini, Papi tidak peduli jika anak itu Mami perlakukan sesuka hati Mami. Papi pikir Mami akan bahagia dengan perlakuan Papi yang telah berselingkuh dan memiliki anak diluar nikah, dia ini anak harram," ucap Laksmi. "Papi dan ibunya nikah sirih, dia bukan anak harram seperti apa yang Mami pikirkan selama ini," ucap Indra. Selama ini ia hanya diam ketika istrinya melontarkan kata-kata kasar kepada Aruna, namun kali ini ia memberitahu kebenarannya karena ia tidak menyangka Aruna akhirnya pulang ke Rumah ini lagi. "Gila kamu Mas, kamu pikir aku akan menerima semuanya dengan tangan terbuka dan menganggap anak perempuan itu anakku? itu tidak akan pernah terjadi!" Ucap Laksmi yang memang sangat membenci Aruna. Ia menahan air matanya agar tidak menetes. Wirda sejak tadi menundukkan kepalanya, ia merupakan putri bungsu di rumah ini, namun sejak kecil ia selalu ingin bermain bersama Aruna. Ia menganggap Aruna tetap kakaknya walaupun Ibunya sering kali memintanya untuk tidak mendekati Aruna. Wirda tidak suka melihat keributan yang terjadi di keluarganya. Ia mengambil tasnya dan segera berdiri lalu melangkahkan kakinya tanpa pamit, membuat Mentari menghela napasnya. Aruna mengira Wirda telah berubah padanya, hingga rasa benci membuat Wirda pergi bergitu saja. "Laksmi...kamu suka atau tidak, mulai sekarang Aruna akan tetap tinggal disini!" Ucap Mentari. "Anda tenang saja saya tidak menginginkan apapun di Rumah ini seperti apa yang anda pikirkan dan saya tidak akan lama menetap di Rumah ini," ucap Aruna. Tidak ada raut wajah sedih yang dulu ia perlihatkan, yang ada hanya tatapan dingin. Ia berhasil menyembunyikan raut wajah sedihnya karena diperlakukan seperti ini oleh orang yang ia anggap keluarga. "Saya akan bertemu dengan Gatra Candrama seperti apa yang kalian inginkan, saya akan memohon padanya agar dia membantu perusahaan," ucap Aruna. Mentari menghembuskan napasnya dan ia mengelus kepala Aruna dengan lembut, "Terimakasih Aruna," ucap Mentari. "Saya ingin menemui Gatra Candrama karena memikirkan Oma yang pasti akan sedih jika kehilangan Wiyasa grup dan ini juga balas budi saya kepada Nyonya Laksmi dan Tuan Indra karena selama ini membiarkan saya yang masih kecil hidup satu atap bersama kalian, walaupun kalian tak sekalipun pernah menganggap saya sebagai bagian dari Rumah ini," ucap Aruna. "Setidaknya kau tahu cara membalas budi," ucap Laksmi. Kelvin menghela napasnya, rasa benci ibunya kepada Aruna sangatlah besar, apalagi ketika berada di perkumpulan sosialitanya ia terus bertemu dengan ibu kandung Aruna. Rasa benci yang begitu besar membuatnya tak bisa menerima Aruna kembali kedalam rumah ini. "Ya, kau pasti bisa dengan mudah membujuk laki-laki untuk berinvestasi. Memberikan kehangatan kepada laki-laki adalah salah satu keahlianmu sama seperti ibu kandungmu. Selama ini Ibu kandungmu berpura-pura ingin mati hanya karena ingin membuangmu kemari dan kau sangat mirip dengan ibumu, cantik tapi berbisa," ucap Laksmi Aruna menghembuskan napasnya, ia bahkan tidak peduli bagaimana saat ini ibu kandungnya itu hidup. Ia juga tak ingin bertemu dengan perempuan yang tega membuangnya dan membuat kenangan masa kecil yang menyedihkan. Ia berusaha bertahan demi kedua putrinya dan ia akan mengabaikan siapapun yang menyakiti hatinya jika itu demi putrinya. Putrinya tak butuh ayah karena ia bisa menjadi ibu dan ayah bagi kedua putrinya. Setelah acara sarapan pagi selesai, Kelvin mengajak Aruna berbicara bersama Indra di ruang kerja. Saat ini Kelvin dan Aruna telah duduk dihadapan Indra dan ia menatap Aruna yang telah tumbuh dewasa. Putrinya menjelma menjadi Dewi yang sangat cantik dan ada rasa bangga dari dirinya karena Aruna dapat membantu perusahaan. Aruna tidak suka ditatap seperti itu oleh Ayah yang dulu tidak pernah menganggap dirinya ada. Ia memilih diam dan menunggu apa yang Indra katakan padanya. "Apa kabarmu nak? Selama ini kenapa kamu tidak pulang?" Tanya Indra. Aruna menatap Indra dengan dingin, dulu ia selalu menujukkan tatapan hangatnya dan Indra memang menyanginya tapi itu sebelum kelahiran putri bungsunya Wirda. Aruna tak lagi berharap disayangi seperti dulu keinginannya, karena baginya masa sekarang semua kasih sayang itu tidak ia butuhkan. "Alhamdulilah saya sehat dan bisa hidup mandiri," ucap Aruna. Indra menghela napasnya, putrinya yang cantik dan polos itu saat ini terlihat tidak peduli padanya. "Papi tidak mencarimu karena Papi pikir kamu memang lebih baik tidak tinggal disini bersama Papi demi kebaikan bersama," ucap Indra. "Kesalahan orang tua dilimpahkan dengan anak dan sekarang terjadi kembali," ucap Aruna membuat Kelvin menghela napasnya. "Maafkan Aruna, Mas tidak akan membujuk Oma memintamu kembali jika syarat yang Pak Gatra inginkan adalah itu bukan bertemu dengan kamu," ucap Kelvin. "Ya, memang kalian bahkan lupa kalau kalian pernah memiliki ikatan darah denganku jika kalian tidak terlibat masalah seperti ini. Apalagi masalah ini menyangkut perusahaan yang bangkrut dan aku dijadikan tumbal dalam permasalahan ini," ucap Aruna dan ia tidak tahu kenapa ia bisa seberani ini didepan Kakak sulungnya dan juga didepan Papinya. "Aruna..." teriak Indra. "Papi tidak pernah berpikir untuk menumbalkan kamu nak seperti apa yang kamu pikirkan," ucap Indra. "Tapi kenyataannya memang seperti itu," lirih Aruna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN