Pacar Jean

1160 Kata
"Yeyyy ... Papa pulang!" Sorak Andi kesenangan. Anak itu seketika berlari keluar rumah ketika seorang pelayan lainnya menghampirinya dan memberitahukan kalau ayah dari anak itu sudah tiba di rumah. Andi tampak sangat tidak sabaran untuk menemui ayahnya yang sudah sehari semalam berada di luar rumah itu. Padahal bisa saja ia menunggu di dalam selagi Jean sendiri sedang berjalan memasuki rumah. Shania tersenyum, mengikuti langkah anak itu keluar rumah. "Ehhh ... Sayang," kata laki-laki itu tanpa ada persiapan langsung diserbu pelukan oleh Andi. Anak itu tidak mengijinkan Jean untuk beristirahat barang sedetik pun. Ia ingin segera dimanjakan oleh ayahnya. Namun, meskipun begitu laki-laki dewasa itu tetap membalas pelukan anaknya. Dia sangat menyayangi Andi, jadi sama sekali tidak masalah baginya jika orang yang ia sayangi berlaku seperti itu. Malahan Jean ikutan bahagia karena dengan begini, rasa rindu yang ia tampung sedari kemarin bisa langsung terurai sejurus dengan pertemuannya dengan anak kesayangannya itu. Selepas puas melepaskan rasa rindunya, Andi kemudian melepas sendiri pelukkan itu. Dia juga mengerti kalau ayahnya itu perlu istirahat. "Hai, Andi Sayang. Apa kabar? Udah lama ya kita gak ketemu," sapa seorang wanita yang berdiri di samping ayahnya. Wanita berpakaian feminim itu tersenyum lebar ke arah Andi, tapi Andi hanya menoleh sekilas saja karena memang tidak minat untuk membalas sapaan yang ditujukan padanya. Sampai pada akhirnya ditegur oleh Jean barulah Andi mau merelakan beberapa patah katanya untuk diberikan kepada wanita yang sudah merasa canggung itu. "Hallo. Tante," kata Andi terdengar cuek, saat mengatakan kata 'Tante' anak itu sengaja menekannya. Tidak ingin berlama-lama berkontak mata dengan wanita itu, Andi segera memfokuskan diri kepada ayahnya lagi. Shania sedikit tertegun atas kehadiran wanita itu di sisi Jean. Cantik sih lumayan cantik, berpenampilan elok dengan gaun merah muda yang mencolok plus ketat sehingga membuat lekuk tubuhnya sedikit terekspos. Shania ingin tahu siapa gerangan wanita itu. Ah ... Lagi-lagi jiwa kepo maksimal Shania menggelora seketika. Sikap wanita itu terhadap Jean dan perawakan yang dibawanya kelihatan seperti ... Shania mendadak menggeleng, 'stop Shania, jangan suka berprasangka dan nyimpulin sesuatu yang Lo sendiri gak tahu kebenarannya dan lagi Lo gak ada hak buat ngomentarin apa pun yang menyangkut keluarga ini. Paham!' batin Shania pada dirinya sendiri. "Gimana kamu di rumah. Pasti sepi ya karena gak ada Papa?" Tanya Jean pada Andi, memulai pembicaraan. Andi menggeleng aktif. "Nggak juga kok 'kan ada kak Laras yang jadi teman main Andi," kata anak itu sembari menunjuk Shania yang menyendiri tidak terlalu jauh dari mereka. Ketika mata Jean dan wanita itu tertuju padanya, Shania segera menunduk sembari memberi salam hormat kepada sang majikan. "Emangnya dia siapa? Kok aku baru lihat ya, Mas?" Wanita yang keheranan itu pun mengajukan pertanyaan. "Dia Laras, pengasuh baru Andi," jawab Jean sembari tersenyum ke arah Shania, membalas salam yang gadis itu berikan tadi. Wanita itu ber'oh ria, kemudian menarik sedikit garis senyum untuk Shania. Shania membalas senyum wanita itu. "Ayo, Mas. Kita masuk ke dalam. Aku capek tahu, pengen cepat-cepat istirahat," ucap wanita itu kemudian, dengan sedikit manja kepada Jean. Jean pun mengiyakan pinta wanita itu. Dia mengajak Andi untuk ikut bersamanya. Namun, Andi menolaknya karena ingin melanjutkan permainannya bersama dengan Shania yang sempat tersendat tadi. Baru saja beberapa langkah yang wanita itu wujudkan, ia berbalik menghadap Shania yang masih belum beranjak dari sana. "Oh ya, Pengasuh. Bikinin saya jus buah dong. Sirupnya jangan terlalu banyak ya, tapi pastikan buah yang dipakai masih fresh," Kata wanita itu, memerintah Shania sudah seperti majikan di rumah ini. Apakah ia tidak bisa membedakan antara pengasuh anak dan pelayan rumah? "Ahhh ... Baik," kata gadis itu, menjawab dengan sopan. ****** "Bukannya aku selama ini gak serius sama kamu, Bella. Hanya saja ...," ucapan Jean langsung dipotong oleh wanita yang ia bawa pulang ke rumahnya tadi, yaitu Bella Kerin atau bisa dipanggil Bella. "Hanya apa? Karena anak kamu itu belum mau nerima aku sebagai ibu sambungnya?" Tanyanya dengan nada ngegas. Beruntung sekali saat ini mereka berdua sedang berada di ruang kerja laki-laki itu, karena ruangannya kedap suara. Jadi, sekencang apa pun Bella berteriak dijamin tidak akan ada orang luar yang dapat mendengarkannya. Jean terdiam, karena tidak bisa memungkiri ucapan Bella yang sangatlah benar. "Jean. Aku capek hubungan kita kayak gini terus. Aku ingin hubungan kita ini cepat-cepat menuju jenjang pernikahan. Masalah Andi anak kamu, aku yakin setelah kita menikah nanti perlahan dia pasti bakalan mau nerima aku," lanjut wanita itu yang sekarang sudah menurunkan volume suaranya. Dia menatap Jean dengan tatapan memohon. Posisi wanita itu di sini adalah sebagai kekasih Jean. Wanita yang umurnya lebih tua satu tahun dari Jean itu tampak sedang menahan emosi. Emosi yang membara akibat apa yang selama ini ia pintakan kepada Jean, tapi tidak bisa laki-laki itu jadikan sebuah kenyataan untuknya. Mendengarnya Jean menghela napas panjang, ada rasa bersalah yang dibumbui sedikit kekesalan di hatinya. Sepanjang hari sampai malam kemarin ia lembur karena perkejaan nya, dengan penuh harap ketika ia kembali ke rumah dirinya bisa beristirahat dengan tenang untuk merilekskan tubuh dan otaknya. Tapi, kehadiran Bella yang seharusnya mengibur dan menyemangati dirinya, sebaliknya malah merusak rencana itu. Wanita itu seakan tidak mengenal waktu, setiap saat bertemu pasti yang dibahas adalah masalah pernikahan. Tidak tahukah dia kalau Jean sudah merasa bosan mendengar pertanyaan itu dan juga sangat lelah untuk berulang-ulang kali mengatakan jawaban yang sama. "Bella, tidak semua hal bisa kita wujudkan dengan begitu mudah. Suatu hubungan yang kuat harus didasari oleh kesabaran dan usaha yang kuat juga. Baru satu tahun Andi kehilangan ibu kandung nya dan sampai sekarang dia belum bisa terlepas dari keterpurukannya atas kepergian ibunya itu. Takkan mungkin aku ngasih dia luka lagi dengan cara memaksanya buat nerima orang lain untuk menggantikan posisi ibunya. Aku mohon, tunggu lah beberapa waktu lagi sampai keadaan benar-benar menjadi baik," jelas Jean, berharap wanita yang duduk di hadapannya itu mau mengerti. Namun, wanita itu berekspresi seolah-olah tidak percaya dengan omongan laki-laki di depannya itu. "Jangan salah kamu, Jean. Hubungan kita ini bukan seputar untuk kebaikan anak kamu aja. Kita berdua yang ngebangun dan ngejalanin hubungan ini. Seharusnya kamu gak hanya mentingin kebahagiaan Andi aja. Kebahagiaan kita berdua juga penting di sini. Dengar omongan kamu, aku jadi ragu sekarang. Jangan-jangan selama ini kamu memang gak punya rasa cinta sama aku," ucapnya dengan nada yang sudah terisak. Wanita itu memalingkan muka ke arah lain, dia menangis. Melihat itu, hati Jean terasa nyeri. Ia merasa bersalah karena telah membuat orang yang ia sayangi menangis. Perlahan ia mendekati wanita itu untuk ia beri rangkulan. "Bella, aku bersumpah kalau apa yang kamu pikirkan itu tidak lah benar. Aku sangat mencintai kamu. Jadi, aku mohon berhenti menangis. Tolong maafkan aku," kata laki-laki itu, sembari mengusap sayang tubuh wanita yang ada dalam dekapannya. Bella masih terisak dan itu membuat Jean semakin merasa bersalah. "Aku hanya ingin yang terbaik buat anakku dan hal itu berlaku juga buat kamu. Percayalah, secepatnya kita pasti akan menikah," lanjut laki-laki itu berkata, guna menenangkan tangisan Bella. Bella kelihatan meluruh. Perlahan suara isak tangis itu padam. "Kamu janji?" Tanyanya, menatap Jean dengan mata berkaca-kaca. "Aku jan—" tok tok tok
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN