tok tok tok
Suara ketukan pintu yang berasal dari luar ruangan berhasil menginterupsi kegiatan antara Jean dan Bella. Mereka berdua langsung melepaskan rangkulan mereka. Sementara Bella sibuk merapikan dirinya yang sudah kusut lantaran menangis tadi, Jean beranjak dari duduknya hendak membukakan pintu.
"Tunggu sebentar," kata Jean dan Bella hanya mengangguk pelan.
Pintu kemudian terbuka, menampilkan sosok seorang gadis yang terlihat membawa nampan berisi segelas jus di sana.
"Ada apa Laras?" tanya Jean.
"Permisi, Tuan. Saya hanya ingin mengantarkan jus buah pesanan Mbak yang tadi," kata Shania dengan sopan dan Jean meresponsnya dengan anggukan.
Tidak mengijinkan Shania untuk masuk ke dalam ruangan kerjanya, Jean mengambil alih nampan itu untuk di bawanya sendiri dan di berikan kepada pacarnya. Sebelum itu, ia sudah meminta Shania untuk beranjak pergi dari sana.
*****
Hari sudah menunjukkan pukul 13.30, Andi juga sudah memakan makan siangnya. Seharusnya anak itu sekarang sudah beranjak ke kamarnya untuk tidur siang, itulah yang tengah Shania usahakan sekarang. Namun, sayangnya anak itu menolak untuk diajak tidur, dia ingin terus bersama dengan Shania dan mengajak gadis itu bermain, mulai dari bermain hantu-hantuan, menggambar, sampai dengan bermain sepak bola.
Shania sebenarnya ingin meladeni maunya Andi yang ingin terus bermain, tetapi tetap saja ia tidak bisa menghindari jam tidur siang anak itu karena pak Orman sendiri sudah turun tangan, memerintahkannya agar membuat Tuan Muda mereka tidur siang. Kalau sampai ia tidak bisa melaksanakan tugas tersebut, otomatis kinerja kerjanya pasti akan dicap buruk oleh pak tua itu. Shania juga sangat tahu seberapa pentingnya tidur siang untuk proses pertumbuhan anak-anak.
Beruntung, pada akhirnya anak itu mau diajak kompromi oleh Shania. Andi berjanji pada Shania akan menuruti perintah gadis itu untuk tidur siang, asalkan gadis itu mau bermain petak umpet sekali saja dengannya. Shania pikir hal itu tidak jadi masalah, oleh karenanya ia langsung mengatakan 'ya'.
Namun, karena kalah melakukan suit, jadilah Shania yang harus bertugas mencari dan Andi yang bersembunyi.
Shania berkeliling di sekitar dalam rumah, tepatnya di ruang keluarga yang lumayan besar itu. Mencari Andi di kolong meja, di balik pintu, lalu di balik tirai. Tapi anak itu belum berhasil ketemukan olehnya. Shania belum menyerah, ia tahu kalau tempat persembunyian Andi pasti tidak berjarak jauh darinya. Gadis itu dengan gencarnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sembari berbicara menggoda Andi agar anak itu mau keluar dengan sendirinya.
Menoleh ke sebelah kiri, Shania melihat sebuah pantulan dari layar hitam televisi. Itu adalah pantulan dari tubuh Andi yang sedang berjongkok. Rupanya anak itu tengah bersembunyi di balik sofa panjang yang tersusun di depan televisi tersebut. Diam-diam Shania terkekeh geli, perlahan ia berjalan ke sana dengan berjinjit agar anak itu tidak menyadarinya.
"Ketemu!" Seru Shania, mengejutkan Andi yang padahal sedang khusyuknya berlindung di balik sofa itu.
Mau tak mau, Andi pun bangkit berdiri. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang kentara karena setelah ini ia tidak bisa lagi melanjutkan permainan.
"Yahhh ... Kakak kok bisa nemuin Andi secepat ini. Kalau gitu, sekarang aku yang jaga dan Kakak yang sembunyi," kata Andi sembari bangkit dari tempat persembunyiannya tadi.
Shania menggeleng teguh. "Eittt ... Gak bisa gitu dong. Kamu 'kan udah janji sama Kakak. Bakalan mau tidur siang setelah ini," kata Shania mengingatkan Andi.
Raut wajah Andi menunjukkan kekecewaan. "Tapi—"
Shania menyela, "ingat lohh ... Dosa kalau kamu ingkarin janji yang udah kamu buat. Mau lidahnya jadi panjang kayak belalainya gajah?" Shania mencoba menakut-nakuti anak itu dan tampaknya aksinya itu berhasil.
Karena ngeri dengan ancaman yang Shania tujukan padanya, Andi pun menggeleng cepat. "Gak mau, Kak," katanya.
Mendengar itu Shania diam-diam terkekeh, ternyata mengakal-akali anak kecil itu seru juga pikirnya. Apalagi kalau anak yang imut dan tampan kayak Andi. Lihat ekspresinya yang ketakutan saja sudah cukup untuk menggugah mata Shania. Ahhh ... Bibit unggul Jean pastilah tidak akan gagal. Yeee kan
"Ya udah ... Kalau gitu. Let's go, kita ke kamar!" Seru Shania dengan semangat.
"Ayo. Let's go!" Balas Andi tak kalah semangat, ia menyambar tangan Shania yang terulur padanya. Keduanya kemudian menaiki anak tangga untuk menuju kamar Andi. Sembari berjalan, seperti biasa Shania selalu mengajak Andi berbicara. Membicarakan apa saja yang bisa membuat mereka tertawa.
Ketika akan melewati ruangan kerja milik Jean, pintu tersebut mendadak terbuka. Kemudian seorang wanita keluar dari sana, dia adalah Bella. Wanita itu melempar senyum ke arah Andi.
Melihat itu, aktivitas tawa dan berjalan yang dilakukan oleh Andi maupun Shania terhenti. Mereka menatap Bella yang mencegat langkah mereka.
"Ehh ... Ada anak ganteng rupanya. Mau ke mana? Kayaknya lagi seru-seruan ya, Tante boleh gabung gak?" tanyanya dengan nada ramah. Bella pikir ia harus segera mendapatkan hati Andi, karena dengan begitu secepatnya ia pasti bisa menikah dengan ayah dari anak itu.
Sebelum menjawab Andi menoleh pada Shania sebentar. Berapa detik kemudian ia menoleh pada Bella kembali.
"Gak perlu, Andi udah ngerasa cukup karena ada Kak Laras. Lagian Andi juga mau tidur siang," ucapnya, sama sekali tidak tertarik dengan tawaran Bella.
Bella jadi tersenyum kecut oleh anak itu, tapi sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak terbawa emosi. "Gini aja, gimana kalau Tante yang temenin kamu tidur?"
Andi menggeleng. "Gak usah. Andi cuma mau sama Kak Laras," tolaknya lagi.
"Sama Tante aja ya, nanti Tante bacain dongeng sebelum tidur buat kamu." Bella masih tidak ingin menyerah.
Lagi-lagi gelengan yang wanita itu dapatkan. "Andi lebih suka kalau Kak Laras yang bacain Andi dongeng."
Bella terlihat menarik napas dalam-dalam. "Coba kasih tahu Tante, kenapa kamu lebih milih pengasuh kamu itu dibanding sama Tante?" tanya Bella, karena sedikit risih dengan Andi yang selalu menyebut nama pengasuh baru itu untuk menolaknya.
"Karena Andi gak suka sama tante-tante girang kayak Tante Bella," jawab anak itu to the point.
Mendengar jawaban anak itu, Bella seketika bungkam. Ia tidak menduga akan menerima kritikan seperti itu dari seorang anak kecil.
"Ayo, Kak." Andi menggenggam kembali tangan Shania. Membawanya pergi dari sana. Tanpa sedikitpun memedulikan Bella yang diam-diam mengepalkan kedua tangannya.
"Ehh ... Iya," respons Shania yang semulanya fokus memerhatikan interaksi antara Andi dengan wanita yang sudah diketahuinya adalah pacar seorang Jean. Sebelum mengikuti langkah anak itu, Shania menunduk dengan sopan pada Bella.
Setelah mereka sampai di kamar anak itu. Shania melepaskan genggaman tangannya dari Andi. Ia lalu menatap anak tersebut.
"Tuan Muda tadi kok ngomong kayak gitu. Bukannya kenapa, tapi Kakak ngerasa gak sopan aja kalau Tuan Muda ngomong kayak gitu sama orang yang lebih tua," tegur Shania yang memang merasa apa yang Andi lakukan itu salah.
"Abisnya Andi gak suka sama Tante Bella," jawab Andi dengan raut yang kentara menunjukkan ketidaksukaan nya terhadap sesuatu.
"Kenapa?"
"Tante Bella itu deketin Andi karena ada maunya. Dia pengen gantiin posisi Mama dan Andi gak mau itu sampai terjadi."
Mendengarnya membuat Shania menjadi mengerti mengapa setiap kali bertatap muka dengan Bella, Andi selalu kelihatan tidak betah.
"Tapi kenapa? Menurut Kakak, Mbak Bella itu baik kok. Orangnya ramah dan gak sombong," balas Shania. Menuturkan dengan jujur bagaimana penilaiannya terhadap Bella.
Andi mendengus kesal. "Kakak dan Papa sama aja. Gak bisa ngelihat mana yang baik dan mana yang gak baik," ucap anak itu dengan mulut yang sudah mengerucut.
Hati Shania mencelos. Apakah sebenci itu Andi terhadap Bella sampai-sampai bisa mengeluarkan kata-kata begitu? 'Tunggu dulu, anak kecil kan gak pandai bohong. Apa jangan-jangan yang dikatakan Andi benar?' batin Shania.
Namun, Shania mendadak menggeleng kepalanya. Ingin membuang jauh-jauh pikiran buruk itu. Shania sudah berjanji pada dirinya sendiri, mulai sekarang ia akan lebih berhati-hati lagi dalam menilai sesuatu. Sekalipun ia tahu kalau Andi tidak akan bohong, tapi Shania akan lebih memilih untuk percaya terhadap sesuatu yang benar-benar sudah ia ketahui kebenarannya.