Kemampuan Terpendam Shania

1233 Kata
Seketika jawaban dari Jean itu membuat Fika merasa bingung. "Terus kalau gak nyanyi ngapain kakak megang gitar, mau dipake buat masak gitu?" tanya gadis itu yang merasa sedikit aneh. Sejenak, Jean menatap adiknya yang terus-terusan cerewet itu. "Laras yang akan nyanyi," ucap Jean yang seketika membuat semua orang itu melotot karena tidak percaya, terlebih lagi itu adalah Shania sendiri. "Sa-saya Tuan?" tanya gadis itu yang masih belum bisa percaya sepenuhnya dan Jean langsung membalas pertanyaan Shania dengan anggukan. "Kenapa harus Laras, Kak?" tanya Fika yang juga merasa sedikit keheranan. Jean bukanlah tipe orang yang suka sembarangan melakukan suatu hal atau asal ceplos dalam berbicara, segalanya pasti akan melalui pertimbangan terlebih dahulu. Jadi, Fika rasa pasti ada alasan di balik ini, entah apa itu, tapi yang pastinya Fika ingin tahu. Sedangkan Andi sendiri hanya duduk dalam diam saja, tanpa mengomentari sedikitpun pembicaraan orang dewasa yang sedang mengelilinginya itu karena berpikir hal itu bukanlah ranah nya. Meskipun ada sedikitnya rasa penasaran yang timbul yang membuat ia juga ingin tahu secara mendalam tentang apa yang tengah terjadi di sini, tapi pikir anak itu cukup dengan duduk dan diam saja jawaban pasti akan datang dengan sendirinya. "Sederhananya, karena dia bisa nyanyi," ujar Jean lagi dengan begitu santainya tanpa memikirkan akibat dari ucapan yang ia lontarkan. Sontak Shania dan Fika sambil melempar pandang, sama-sama keheranan dengan ujaran Jean itu yang sangat tiba-tiba. "Dari mana Kakak tahu?" Selang dua detik kemudian pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Fika, ia tidak mengerti mengapa kakaknya itu seperti mengenal Shania lebih banyak. Padahal setahunya, mereka berdua baru saja saling mengenal sekitaran satu bulan dan itupun hanya sebagai atasan dan bawahan saja. Sangat mustahil bagi Shania untuk terbuka kepada orang lain mengenai dirinya, terlebih jika orang itu adalah orang yang baru gadis itu kenal. "I-iya, bagaimana Tuan bisa tahu itu?" Sama seperti Fika, tentu saja Shania juga merasa sangat kebingungan. Tanpa menoleh kepada ketiga karena sibuk masih sibuk mengatur tangga di not gitarnya, laki-laki itu pun mengeluarkan perkataan, "Gak ada yang istimewa dari itu, yang terpenting di sini ucapan saya benarkan?" Ujar laki-laki seperti memang tidak ingin membahas alasan yang barusan ditanyai oleh kedua gadis di hadapannya sekarang ini. "T-tapi—" Ucapan itu langsung di sela oleh Jean. "Ayo, sekarang tentuin lagu apa yang ingin kalian nyanyikan dan dengarkan. Kita akan bersenang-senang menggunakan gitar kecil ini. Agar nanti setelah pulang dari sini tidak ada yang bersungut-sungut karena merasa belum puas dengan piknik di akhir pekan ini," ucap Jean yang sekarang sudah mendongkakkan kembali kepalanya setelah tangga-tangga nada gitar itu sudah selesai ia atur sebagaimana mestinya. Laki-laki itu bertanya dengan sedikit semangat. Lagi dan lagi, Shania maupun Fika saling melempar tatapan. Seolah melalui tatapan tersebut mereka sedang berbicara untuk mencari kesepakatan, tapi nyatanya mereka sebenarnya masih belum sepenuhnya mengerti. Yang ada di pikiran Fika saat ini adalah ia merasa cukup kagum dengan Jean karena mengetahui kemampuan terpendam yang Shania miliki. Sedang Shania sendiri masih memikirkan kenapa Jean bisa mengetahui hal itu yang padahal ia tidak pernah mengatakan kepada siapapun, karena suatu alasan yang mengetahui dirinya bisa menyanyi adalah keluarga serta orang terdekatnya saja. Melihat reaksi Fika yang seperti tidak menyangka juga, artinya bukan gadis itu yang menceritakan kemampuan yang sebenarnya belum pernah lagi ia asah semenjak lulus dari SMP dulu. Shania yang hendak melontarkan sebuah penolakan mendadak mengurungkan niatnya lantaran Jean sendiri sudah memetik senar gitar yang dipegang olehnya. Pikir Shania keadaannya saat ini adalah sangat tidak menguntungkan, ia tidak bisa menolak dan hanya bisa menerima saja. Jadi gadis itupun menganggukkan kepalanya. Sebelum sedetik kemudian ia menarik napas lalu menghembuskannya secara perlahan. Bertujuan agar perasaan terpaksa ini bisa ia hilangkan. Dan berganti dengan perasaan tenang karena Shania tahu saat bernyanyi itu harus menggunakan hati agar suara nyanyian yang kita keluarkan untuk di dengarkan kepada orang lain dapat berujung sebuah keindahan. Tidak ingin membuat Jean mengeluarkan pertanyaan yang sama, Shania langsung saja mengatakan lagu pilihan yang akan ia nyanyikan dengan diiringi oleh suara gitar yang menggema dari Jean. Sebuah lagu yang menyiratkan kerinduan dan kasih sayang. Semua orang di sana terdengar menghayati, Shania juga tidak luput dari hal itu. Setelah lagu itu selesai dinyanyikan, kemudian mereka semua mengajukan lagu lagi, kali ini adalah sebuah lagu yang dapat menciptakan perasan gembira dan senang bagi yang menyanyikan maupun yang mendengarkan lagu tersebut. Di sela-sela saat itulah Shania menyempatkan diri memerhatikan dengan intens mereka yang dekat dan selalu bersama dengannya saat ini. Bagaimana wajah tertawa, sukacita, gigi putih yang menyembul dari mulut masing-masing. Shania tahu kalau sebentar makna dari piknik ini adalah agar semua orang dapat melupakan masalah yang baru saja berlalu sehingga setelah itu lembaran baru pun dapat diciptakan. Shania sangat berharap tujuan tersebut benar-benar tercapai melalui senyum dan tawa dari semua orang. Bahkan gadis itu sekarang bisa mengistirahatkan sejenak pikirannya dari permasalahan keluarganya sendiri. Shania ingin agar dirinya bisa menikmati lebih banyak kebahagiaan dari kebersamaannya bersama orang-orang yang sudah saling menaruh kasih sayang padanya selayaknya keluarga ini. ****** Shania termenung menatap ke arah depannya dengan tatapan kosong. Raut di wajahnya memang menunjukkan adanya ketidak baikan. Lamunan tersebut seketika buyar ketika seseorang mendadak menepuk pundaknya dengan sedikit menggunakan tenaga. Shania seketika menolehkan kepalanya ke belakang di mana arah tepukan tersebut bersumber. "Ngelamun aja kerjaan Lo, mikirin apa sih?" dari nada suaranya bertanya saja sudah dapat dipastikan kalau yang menepuk Shania itu adalah seorang gadis bernama Fika. Gadis yang selalu sukses dalam membuat Shania menjadi tersulut emosi, walaupun ujung ujungnya dapat berbaikan lagi seperti tidak pernah terjadi sesuatu. "Hmmm ...." Respons Shania tanpa menoleh. Fika yang lagi-lagi memakai piyama Doraemon yang sama dengan piyama semalam itu langsung ikut bergabung dengan Shania, duduk di ayunan di sebelah gadis itu. Ya, malam ini ia akan menginap lagi di sini. Tentunya setelah bersusah payah meminta ijin dari Shania. Tapi, setelah ia berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama seperti di pagi hari tadi, akhirnya ia pun bisa mendapatkan ijin tersebut. "Shan, gua penasaran deh. Gimana bisa kak Jean tahu kalau Lo bisa nyanyi, padahal kalian 'kan baru kenal. Dan lagi, semenjak kejadian di SMP dulu Lo udah ngejauhi semua hal yang berkaitan dengan yang namanya nyanyi. Apa sebelumnya Lo pernah cerita sama kak Jean makanya dia bisa tahu?" cerocos Fika dengan berbagai pertanyaan yang sedari masih di lokasi piknik tadi, memang sudah bersemayam di dalam otaknya. "Gak tahu." Hanya itu saja respons Shania. Gadis itu seperti tidak menaruh minat kepada sahabatnya yang baru saja datang. Ia tetap melanjutkan kegiatannya menatap banyaknya bintang yang bertaburan di atas sana. Jika bisa, Shania juga ingin menjadi satu di antara benda langit yang bersinar terang tersebut, karena suatu alasan yang berkaitan erat dengan ibunya. Shania merindukan ibu, sosok yang tidak pernah barang sekalipun bisa ia lihat secara nyata. Mendengar jawaban Shania yang singkat dan terkesan bodoh amat membuat kening Fika menggerenyit. Gadis itu seketika menoleh, sontak ia pun mendapati kalau Shania sebenarnya sedang melow. Oleh karenanya lah Fika tidak jadi marah lantaran ia sendiri tahu penyebabnya apa. Fika sekarang mengerti kalau ia tidak boleh mengganggu Shania karena mood gadis itu seperti sedang tidak berada dalam kata baik, Fika lebih memilih untuk menemani Shania menatap bintang di atas sana. Fika sangat tahu mengapa sahabatnya itu sangat menyukai bintang di malam hari, yang pastinya itu berkaitan dengan ibunya. Meskipun ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya jika ia berada di posisi Shania karena sebenarnya ia masih memiliki kedua orang tua yang lengkap, tapi Fika sangat tahu kalau sahabatnya itu adalah gadis yang pemberani dan hebat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN