Shania benar-benar merasa ketakutan. Seperti sebuah jurang terjal yang ada di belakangnya, sedangkan di depannya sudah menanti seekor harimau gemuk yang siap untuk menerkam dirinya. Pikiran gadis itu menemui jalan buntu. Ia benar-benar sangat ketakutan. Ingin rasanya ia mengepul menjadi asap sekarang juga agar ia tidak perlu mengahadapi permasalahan ini.
Kedoknya ini sudah diketahui oleh semua orang di rumah kediaman keluarga Abirama. Shania benar-benar belum siap dengan hal itu. Ia telah membohongi banyak orang, secara otomatis ia pasti akan dibenci oleh orang-orang yang dibohongi nya itu. Shania belum siap dengan hal yang terjadi secara tiba-tiba ini. Ia tidak ingin meninggalkan Andi karena ia baru saja merasakan kedekatan dengan anak itu. Jean yang sungguh baik hati, pak Orman yang terkenal galak tapi sebenarnya memiliki hati lembut, serta Bibi Iyem yang selama ini selalu memperlakukan dengan sangat baik, Shania tidak ingin dibenci oleh semua orang baik itu.
Shania ingin lebih lama tinggal di sini untuk membuat lebih banyak lagi kenangan-kenangan bersama mereka, walau konsekuensi yang harus ditanggung adalah ia akan terpisah jauh dari keluarga aslinya. Karena percayalah, kadangkala kita akan mendapatkan kebahagiaan di tempat lain dibandingkan di tempat kita sendiri.
Shania menunduk dalam, ia sekarang ini terlihat seperti tengah duduk di bangku persidangan saja. Dengan Jean, Bibi Iyem, serta Pak Orman lah yang seperti menjadi hakimnya. Tidak lupa ada Andi yang berdiri di hadapan gadis itu layaknya menjadi kuasa hukum untuk membela Shania.
Atmosfer di sana terasa amat sangat dingin dan gelap karena semua orang menatap tajam ke arah gadis itu. Shania memainkan jari jemarinya, hal yang selalu ia lakukan ketika rasa gelisah dan khawatir menerjang dirinya.
Shania awalnya tidak terlalu memikirkan akibat dari apa yang ia lakukan selama ini. Di pikirannya hanya bagaimana caranya ia bisa kabur dari perjodohan saja. Ia tidak pernah sekalipun mempertimbangkan bagaimana kalau kebohongannya terbongkar nantinya.
Benar kata kebanyakan orang penyesalan datangnya selalu di akhir kalau di awal bukan lagi penyesalan namanya, melainkan pendaftaran. Tapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Sangatlah mustahil untuk bisa membalikkan keadaan menjadi seperti biasa lagi.
"Tenyata selama ini kamu membohongi kami ya," ujar Jean dengan tatapan kecewa yang sulit untuk digambarkan oleh Shania.
Dengan masih menunduk, Shania berkata. "Tuan, saya mohon maafkan saya," ujarnya.
"Stop, jangan lagi panggil saya dengan sebutan Tuan karena kamu tidak pantas untuk itu," ujar Jean dengan nada amarah.
"A-pa... Apa maksudnya Tuan mecat saya?" tanya Shania. Meskipun ia tahu kalau hal ini akan terjadi, tapi tetap sulit bagi Shania untuk menerima kenyataan ini. Karena Shania sebenarnya juga mengharapkan adanya kebaikan dari Jean lagi, tapi jika sudah begini nampaknya itu sangat mustahil bisa ia dapatkan.
"Perlu saya ulangi lagi?" tanya Jean.
"Papa. Andi ingin Kak Laras terus ada di sini. Demi Andi, jangan pecat Kak Laras," ujar Andi sembari maju dan berdiri tepat di depan Shania. Anak itu ingin melindungi Shania.
"Sadarlah Tuan Muda dia itu bukan Laras, perempuan yang kamu kira baik hati, dengan kelicikannya dia telah menipu kita semua di sini. Kamu jangan dekati dia, karena kalau tidak kamu akan dalam bahaya," ujar pak Orman sembari menarik pelan tangan Andi agar tidak menggangu Jean yang tengah memarahi Shania.
"Aku gak mau," ujar anak itu, menolak. Dengan sekuat tenaga ia melepaskan diri dari pak Orman dan kembali ke tempat di mana ia bisa melindungi Shania tadi.
"Kalau Papa ngusir Kak Laras, Andi akan ikut pergi juga dari rumah ini," ujar anak itu, tanpa keraguan sedikitpun.
Jean sepertinya ketakutan mendengar ucapan yang anak itu lontarkan. Perlu diketahui, sangatlah sakit jika kita mengetahui kalau anak yang telah kita besarkan memilih orang lain dibandingkan kita dan Jean sedang merasakan hal itu sekarang.
Laki-laki itu kemudian mendekati Andi, tapi anak itu perlahan mundur dengan merentangkan tangannya lebar-lebar seolah-olah tidak ingin ayahnya itu mendekat pada Shania yang ada di belakangnya.
"Kamu jangan pergi, kamu harus tetap di sini," ujar Jean yang kemudian menarik tangan Andi seperti yang pak Orman lakukan tadi. Namun, sayangnya Andi berusaha melepaskan diri sebisa mungkin dari cengkeraman ayahnya. Shania yang menyaksikan hal itu tidak henti-hentinya menangis.
"Kalau Papa tidak ingin Andi pergi, Papa juga harus berjanji sama Andi agar tidak memecat Kak Laras dan menyuruh dia pergi," ucap anak itu.
Biar bagaimanapun juga Jean itu sangat menyayangi Andi, ia tidak ingin sedikitpun ada bahaya di sekitar anak itu dan sekarang ini laki-laki itu tengah berpikir kalau Shania merupakan salah satu ancaman bahaya untuk Andi. Oleh sebab itulah, Jean terpaksa menolak syarat yang Andi ajukan padanya.
Saat Jean hendak mengendong Andi, anak itu dengan cepat dan gesit menghindar sehingga membuat Jean menjadi kebablasan. Laki-laki itu tanpa sengaja jatuh menimpa tubuh Shania di sana.
Shania sendiri yang belum siap menerima itu jadi terpaksa tidak dapat menghindar. Alhasil keduanya sama-sama terjatuh dengan Jean yang berhasil memeluk tubuh Shania.
Cup!
Bibir keduanya saling bertemu, dan hal itu di lihat oleh banyak orang di sekeliling mereka. Orang-orang yang melihat itupun terkejut, sedangkan Bibi Iyem dengan sesegera mungkin menutup mata Andi agar tidak melihat hal itu.
Brakk!
"Arkhhh?!"
Shania terjatuh dari atas kasurnya sendiri, menghasilkan suara benturan. Dengan sedikit kepayahan, ia bangkit dari posisi jatuhnya tadi. Meski terasa sakit, ia berusaha menahannya. Tapi, hal yang penting bukan akibat yang timbul karena ia telah jatuh, melainkan ....
"Tunggu dulu. Gua lagi di mana, ini Kamar gua 'kan?" tanyanya pada dirinya sendiri. Gadis itu lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan kecil yang menjadi naungannya sekarang ini. Berselang beberapa detik kemudian, gadis itu menyadari sesuatu.
"Jadi, tadi gua cuma mimpi. Gua gak beneran dipecat 'kan?" Raut di wajah gadis itu perlahan berubah jadi cerah.
"Kok mimpi gua overdosis buruk yak? Gua mimpi kalau gua dipecat karena ketahuan udah bohongin semua orang dengan penyamaran gua ini. Dan, bisa-bisanya kejadian kemarin sore juga ikut andil dalam mimpi buruk gua itu," ucap Shania sembari mengingat satu persatu semua kejadian yang ia alami dalam mimpinya itu.
Shania kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak. Gua harus bisa berpikir positif. Jangan sampe kejadian kemarin terus-terusan neror gua kayak gini. Gua harus bisa buat lupain itu," ujar Shania.
Tidak hanya kejadian di bawah untaian hujan kemarin saja yang Shania usahakan untuk ia lupakan, gadis itu juga mengingatkan dirinya sendiri untuk harus lebih berhati-hati lagi. Shania pikir, mungkin saja mimpinya ini merupakan sebuah peringatan untuk dirinya agar kedepannya ia lebih bisa mawas diri dalam setiap keadaan.