Kelap-kelip dan warna-warni lampu yang menyilaukan, suara musik yang lumayan keras dan memekakkan telinga, serta tempat yang saling berhimpitan, tidak menjadi alasan yang membuat seorang wanita berpakaian terbuka di bagian atasnya dengan bagian rok yang melebihi atas lutut itu untuk berhenti bergerak menyelip ke dalam kerumunan orang-orang yang tengah menari ria.
Wanita yang sebenarnya adalah Bella itu fokus saja berjalan ke tempat tujuannya. Wanita-wanita yang menari menggunakan pakaian yang sangat terbuka dengan para pria menempel pada tubuh mereka sudah menjadi hal biasa bagi wanita bergaun ketat warna merek itu.
"Lo ada liat Gio gak?!" tanya Bella setengah berteriak kala ia telah berhasil menghentikan langkah seseorang yang sebenarnya adalah kenalannya. Wanita yang ditanyai itu tidak kalah ketat dalam memakai pakaian.
"Enggak," balas orang yang ditanyai, tapi tidak berteriak seperti Bella lantaran ia mendekatkan diri ke telinga Bella.
Bella kemudian mengangguk kecil, pertanda kalau ia mengerti. Saat kenalannya itu menawarkan minuman alkohol, Bella segera menolaknya dengan menggelengkan kepalanya. Tidak ada alasan yang khusus dari penolakan itu, ia hanya ingin melanjutkan mencari seseorang laki-laki bernama Gio.
Bella kemudian pamit undur diri pada temannya dan temannya mempersilahkan Bella untuk pergi, tidak ingin mengganggu kepentingan mantan rekan kerjanya itu.
Bella berjalan ke sudut ruangan yang biasa di tempati oleh Gio. Bisa dibilang tempat itu adalah tongkrongan yang diklaim oleh Gio sebagai miliknya jika laki-laki itu berkunjung ke bar malam ini dan Bella sangat tahu itu.
"Sayang," panggilnya sembari melemparkan senyuman.
Laki-laki yang merasa familier dengan suara itu, segera memalingkan mukanya. Melihat kehadiran Bella, ia ikutan tersenyum karena akhirnya wanita yang ia tunggu-tunggu sedari tadi sudah sampai. Gio lalu menepuk-nepuk dataran sofa di sampingnya, bermaksud menyuruh Bella untuk duduk di situ. Bella terlihat mengangguk dan kemudian berjalan semakin mendekat.
Setelah itu, mereka berdua bersalaman dengan cara saling menempel pipi kiri-kanan mereka. Kemudian berpelukan, berakhir dengan bibir mereka yang saling bertautan, dan itu berlangsung berdetik-detik kemudian.
"Maaf ya. Kamu pasti lama nunggunya," ucap Bella kala sesi salam-temu mereka telah berakhir.
Gio tampak menggelengkan kepalanya. "Buat kamu, apa sih yang enggak," ujar laki-laki itu, menggoda. Ia juga mencolek sedikit ujung hidung Bella.
Mendengar itu, Bella menjadi tersipu malu. Ia lalu mempererat pelukannya walaupun sekarang mereka sudah menduduki kembali sofa itu. Bella bersikap sangat manja kepada Gio, alasannya karena mereka sebenarnya adalah sepasang kekasih. Iya. Bella mendua dari Jean. Tapi, bukan Jean yang duluan diduakan di sini. Melainkan Gio lah orang yang diduakan oleh Bella dan sebenarnya Gio perbuatan Bella itu.
Gio sama sekali tidak marah dan tidak melarang wanita itu, malahan ia sangat mendukung perbuatan Bella tersebut. Bukan tanpa alasan, segala sesuatu yang direncanakan dan dirancang oleh manusia selalu dilatar belakangi oleh sesuatu yang disebut alasan sebagai tonggak yang kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu. Jadi, alasan Gio dan Bella melakukan ini adalah untuk mencapai tujuan yang sama. Mereka sama-sama ingin meraih kesuksesan dengan cara menjadikan Jean sebagai tiket VIP untuk mereka.
Rencana jahat mereka itu tidak banyak yang mengetahuinya, kecuali mereka dan Tuhan saja. Namun, meskipun begitu mereka sama sekali tidak takut karena kebahagiaan duniawi lebih menggugah selera mereka dibanding kebahagiaan surgawi.
Sebenarnya otak dari rencana ini adalah Gio sendiri. Laki-laki itu meminta pacarnya, Bella untuk beraksi penuh atas rencana yang ia buat sedemikian rupa.
"Jadi, di mana uang yang aku minta kemarin?" tanya Gio sembari melepaskan pelukan Bella padanya, walaupun ia tahu sebenarnya wanita di sampingnya ini ingin terus terusan menempel padanya.
Bella menghela napas. Ia kemudian membuka tasnya. Mengeluarkan sebuah amplop besar berisi sejumlah uang yang wanita itu dapatkan dari hasil kebohongannya pada Jean kemarin.
Gio, laki-laki itu segera mengambil alih amplop coklat muda tersebut. Ia lalu membuka kaitan yang menutupi amplop itu untuk memeriksa apakah isi dalam amplop tersebut sudah sesuai dengan permintaannya kemarin.
Melihat Gio yang kini fokus menghitung uang, membuat Bella menjadi jengah sendiri. Wanita itu merasa tidak suka berada dalam posisi ini. Seperti ia tengah diduakan hanya karena uang yang menurutnya tidaklah terlalu penting jika dibandingkan dengan dirinya.
"Ini yang lebih penting buat kamu, uang itu atau aku sih?" tanya Bella, ingin segera menyadarkan Gio dari obsesinya terhadap alat p********n tersebut.
Mendengar itu, Gio cepat-cepat menutup kembali amplop uang tersebut. Segera ia mengambil posisi duduk terbaik untuk menenangkan hati Bella yang sepertinya marah terhadap dirinya.
"Enggak lah sayang. Kamu itu segalanya buat aku. Aku tadi cuma mau ngitung uang itu aja, siapa tahu 'kan kalau ATM berjalan kita itu keliru dengan jumlahnya," ucap Gio, beralasan.
"Ya gak mungkin lah keliru. Orang aku sendiri yang nariknya," ujar Bella sembari merotasikan bola matanya, ia tahu kalau Gio hanya mencari alasan saja agar bisa terhindar dari kemarahannya. Wanita itu juga memalingkan mukanya, sengaja membelakangi Gio.
Melihat kekesalan Bella, Gio kemudian menarik wanita itu agar kembali menghadap padanya. Setelah itu, ia menangkup wajah tirus milik Bella. "Maaf," katanya.
Bella menghembuskan napas panjang, kemudian ia mengangguk. Namun, di dua detik kemudian ia menatap Lamat wajah Gio.
"Aku mau tanya sekali lagi sama kamu. Uang ini beneran gak kamu pake yang bukan-bukan, 'kan? Beneran untuk perkembangan bisnis kamu?" tanya wanita itu.
"Kamu kok kayak gak percaya gitu sama aku?" Gio berbalik bertanya, tentunya dengan ekspresi tidak terima.
"Bukan gitu. Kamu tahu, hampir aja kemarin Jean curiga sama aku karena aku minta uang sama dia lagi. Untung aja aku ini pintar, jadi aku bisa nyari alasan lain, buat yakini dia" ujar Bella, menceritakan apa yang dialaminya sewaktu meminta uang yang sudah ada digenggam Gio sekarang.
"Masalahnya 'kan udah kamu selesaiin sendiri, jadi gak perlu lagi diungkit-ungkit lagi," ujar Gio, sedikit masa bodo dan itu membuat Bella merasa kecewa karena tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Ya masalahnya emang udah aku selesaiin sendiri. Tapi, sekarang ini 'kan aku cuma cerita sama kamu dan supaya nanti kita berdua harus lebih hati-hati lagi. Kamu juga jangan sering-sering minta uang kayak gini lagi, cukup tunggu aku sendiri yang ngasihnya. Aku gak mau rencana yang kita buat malah berakhir gagal. Jadi, kamu harus ngertiin aku, oke?" ucap Bella.
Gio mendengar ucapan Bella tanpa berkedip sekalipun. Setelah wanita itu sudah selesai merampungkan kalimatnya, laki-laki itu segera menepuk tangan, membuat Bella sendiri jadi kebingungan akan tingkah mendadak dari Gio itu.
"Udah selesai ceramahnya? Bagus ya kamu, Bella. Belum juga jadi istri beneran, gaya kamu udah selangit kayak gini, gimana kalau nanti beneran nikah. Aku jamin kamu pasti bakalan lupa sama aku, sama hubungan kita, dan sama masa lalu kamu yang kelam itu," ucap Gio dengan nada tinggi.
"Gio, kamu kena—"
"Kamu merintah aku kayak gini sama saja kamu mandang rendah aku dan aku gak akan pernah nerima itu. Ingat satu hal, semua yang kamu dapatkan ini adalah berkat campur tangan dari aku. Awas aja kalau kamu sampai sengaja buat ngehindar dari fakta itu," ucap Gio. Laki-laki itu kemudian menyambar sweaternya yang terlampir di atas meja. Tatapan dari semua orang yang menyaksikan perdebatannya dengan Bella, tidak ia hiraukan. Bahkan permintaan lirih dari wanita itu tidak cukup ampuh untuk membuat Gio agar tidak jadi pergi. Laki-laki itu pergi dengan membawa serta amplop berisi uang sepuluh juta itu.