Jualan Boneka

1216 Kata
Fika rupanya merasa sedikit cemburu dengan Shania lantaran boneka yang diberikan oleh Andi padanya merupakan boneka paling terbaik dari sekantong boneka yang ia miliki sekarang ini. Melihat tingkah laku Fika yang seperti menginginkan boneka yang sekarang ia miliki membuat Shania bertanya-tanya. Seumur-umur ia berteman dengan gadis rada tomboy itu tidak pernah sekali Shania melihat kalau Fika memiliki boneka, bukan karena tidak bisa membeli melainkan gadis itu berkata sendiri kalau ia tidak menyukai benda-benda yang menurut Shania lucu dan imut itu. Waktu kecil Fika lebih menyukai bermain video game dibandingkan menemani Shania bermain masak-masak ataupun sekedar minum teh. Bahkan pernah suatu ketika rambut Barbie milik Shania menjadi botak oleh Fika lantaran ia tidak mau bermain boneka tapi Shania memaksa. Pas sekali waktu itu Shania menyuruhnya untuk menjadi tukang salon yang menyisir rambut milik sang Barbie tersebut. Jadi, dengan berani dan rasa penasaran yang banyak Shania pun langsung mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya itu mengapa ia mendadak berubah menjadi menyukai boneka. Jawaban Fika tentang pertanyaan yang diajukan oleh Shania itu sontak membuat Shania maupun Andi menatap sinis ke gadis itu. Tau apa jawaban Fika? Ia mengatakan ia hendak menjual hadiah hadiah itu untuk menghasilkan uang dan juga ia menginginkan boneka yang ada di tangan Shania lantaran boneka itu merupakan yang banyak dicari oleh kalangan remaja jaman sekarang. Kontras dengan reaksi Shania dan Andi, kedua bodyguard itu malah bereaksi terkekeh geli mendengar penuturan polos dari Fika. Menurut mereka Fika adalah gadis yang lumayan lucu. Setelah urusan mereka di stan panah memanah balon itu selesai, mereka semua berpindah ke tempat lain yaitu ke tempat penjual permen kapas. Fika mengatakan akan mentraktir Shania, tapi dengan persyaratan gadis itu harus mengijinkannya menjual semua boneka-boneka yang ada di dalam kantong plastik hitam dan Shania juga harus merayu Andi untuk mengijinkannya juga. Shania tidak merayu Andi, ia cuma menanyakan saja apakah anak itu mau atau tidak. Tanpa pemaksaan anak itu seketika menyetujui kemauan Fika, tapi asalkan bibinya itu mentraktir semua permainan yang akan mereka cobai berikutnya. Kedua bodyguard itu mulai menjaga jarak lagi dari mereka, memantau Andi dari jarak beberapa meter. Shania awalnya sempat mengajak mereka untuk bermain bersama, tapi mereka berdua menolaknya karena tidak ingin tugas mereka menjadi lalai karena itu. Shania menyambut dengan mata berbinar kala ia akan melakukan serah terima terhadap permen kapas tersebut. Ia sangat senang, sudah lama juga ia tidak memakan makan yang manis seperti ini lagi. Tidak hanya Shania saja, Andi pun mendapatkan juga makanan manis tersebut. "Lo gak mau, Fik?" tanya Shania sembari menyodorkan makanannya karena hanya sahabatnya itulah yang tidak memesan. Dengan gelengan Fika menjawab. "Gak, gua masih ingat umur. Jadi, lebih baik gua ngalah aja sama kalian," jawabnya. Menarik kembali makanannya, Shania berkata, "Kalau memang gak mau ya udah. Gak usah pake nyindir juga kali," ujar gadis itu yang terdengar sedikit sinis. Kalau tahu bakalan menerima respon seperti itu dari Fika seharusnya ia masa bodoh saja dengan sahabatnya itu dan lebih memfokuskan diri menikmati sendiri kudapan manis yang sedang ia pegang. Dengan tertawa garing, Fika lalu menabok bahu lengan kanan Shania. "Ya elahh. Bercanda kali, gitu aja sensian, jangan dimasukin hati dong. Sebenarnya gua gak mau beli itu karena gak ada rasa stroberinya, jadi dari pada gua beli yang gua gak suka mending gua beli yang lain aja, ya gak," ujar Fika kemudian, mengatakan alasannya mengapa tidak ikut memesan seperti Shania dan Andi melainkan hanya mentraktir kedua orang itu saja. "Mending Bika masuk gangster aja, cocok tuh karena suka mukul orang tiba-tiba," ujar Andi yang menyaksikan tindak kriminal yang dilakukan bibinya kepada Shania. Sontak penuturan Andi itu membuat Shania jadi merasa tidak terlalu sakit, berbanding terbalik dengan Fika yang kini melotot kepada Andi karena tidak terima atas penuturan anak itu. Sembari mengusap bahunya yang menerima tabokan pelan dari Fika tadi, Shania berkata. "Maniak stroberi memang beda ya? Mau apapun makanannya harus ada rasa stoberinya. Belum aja buah itu punah dari muka bumi, mungkin Bika kamu itu juga bakalan ikut punah," ucap Shania kepada Andi dan dibalas anggukan kepala oleh anak itu. Mereka berdua lalu terkekeh secara bersamaan. "Mulutnya!" "Ya elahh ... Becanda kali, gitu aja sensian, jangan dimasukin dalam hati dong," balas Shania meniru nada suara Fika. Ketiga orang itu kemudian mulai beranjak di sana, dengan mengapit Andi di tengah-tengah mereka. "Setelah ini kita ke mana? Pulang aja kali ya," ujar Shania. "Lahhh ... Kok pulang sihh, kita 'kan belum ngapa-ngapain," ucap Fika yang tidak setuju dengan pendapat Shania tersebut. Melihat boneka yang Andi dapatkan serta permen kapas yang masih dinikmati oleh kedua orang di hadapannya saat ini, membuat Fika menghela napas. Menyadari kalau sebenarnya dirinya lah yang belum melakukan apapun sesuai dengan keinginannya sendiri. Kemudian mata gadis itu segera berpendar mengelilingi sekitar mereka, mencari spot selanjutnya yang harus mereka kunjungi sebelum Shania dan Andi benar-benar meminta pulang. "Kita ke sana aja, Gimana?" Tanya Gadis itu menunjuk salah satu tempat yang banyak di kelilingi oleh anak kecil serta orang tua yang mendampingi anak-anak kecil itu, ada juga beberapa anak remaja. Namun, Shania tidak melihat adanya orang-orang yang mungkin sepantaran dengan mereka berdua. "Lo seriusan?" tanya Shania dengan kening yang menggerenyit. "Iya." Setelah itu Fika langsung menarik tangan Andi dan Shania untuk mengikutinya. Melihat seberapa antusiasnya Fika dengan pilihannya sendiri membuat Shania jadi tidak melakukan protes. Ia pasrah mengikuti kemauan sahabatnya itu. Selang beberapa menit kemudian, setelah melalui banyak perunding, tolak menolak dan bacot membacot. Shania pun berakhir berdiri di luar pagar sebatas setengah dadanya yang membatasi antara dirinya dengan wahana yang berada di dalam sana. Gadis itu tersenyam-senyum sendiri menyaksikan kebahagiaan sahabatnya yang sedang menaiki komedi putar ala-ala unicron yang padahal wahana tersebut hanya diperuntukkan untuk anak kecil dan yang baru menginjak fase remaja saja. Tapi karena gadis itu pandai dalam hal rayu merayu, akhirnya dengan mengeluarkan beberapa lembar nominal uang pemilik wahana tersebut mau mengijinkan Fika untuk ikut bermain bersama dengan yang lainnya. "Sekarang terbukti 'kan siapa yang gak ingat sama umur," ujar Shania dengan sudut bibir yang terangkat dan mata yang tidak luput dari pemandangan tawa sahabatnya. Saat Fika melambaikan tangan ke arahnya, gadis itu cuma bisa menggelangkan kepala. Terlalu tidak menyangka kalau ia berteman dengan gadis barbar seperti Fika. Bayangkan saja, banyak orang yang memerhatikan gadis itu sekarang karena mereka merasa terlalu aneh ada gadis dewasa di sana yang tertawa tanpa tahu malu. Pandangan Shania kemudian tertoleh ke sebelah kanannya. "Tuan Muda beneran gak mau ikut main?" Andi yang menemani Shania di sana dengan berdiri di samping gadis itu langsung menggelangkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan Shania barusan. "Gak, Kak. Andi sekarang udah besar, jadi gak suka main yang begituan." "Jadi, kalau seandainya Tuan Muda masih kecil, apa bakalan suka dan mau ikut Bika main komedi putar itu?" Andi terdiam sejenak. "Mungkin iya, mungkin juga enggak," jawab anak itu sedikit ragu. Jawaban Andi sontak membuat Shania terkekeh geli. Lucu saja, membayangkan ternyata pemikiran Andi lebih dewasa di bandingkan Fika sendiri. Untung saja, sewaktu Fika meminta mereka berdua untuk ikut bermain bersama dengannya, Andi maupun Shania berhasil menolaknya walaupun sebenarnya Fika sempat memaksa mereka. "Shania?" Mendengar suara asing yang tiba-tiba menginterupsinya, membuat atensi Shania teralihkan ke arah sumber suara tersebut. Begitu pula Andi sendiri. Mata Shania seketika membola melihat siapa sosok laki-laki yang memanggilnya itu. Sedikit tidak menyangka mereka akan bertemu di tempat seperti ini, hal itu sampai membuat mulut Shania hampir merongga. Sedangkan laki-laki itu memberikan sebuah senyuman tanpa memutuskan kontak mata mereka berdua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN