Shania mengusap wajahnya, pelan namun terkesan kasar. Ia sekarang sedang berada di samping rumah yang menjadi tempatnya mengamankan diri selama seminggu ini. Tidak jauh dari hadapannya terdapat sebuah danau bening yang dapat memantulkan cahaya bulan dengan begitu sempurna.
Gadis itu duduk di sebuah ayunan kecil, sembari memandangi dengan khidmat sebuah benda pipih di tangannya. Seminggu rasanya sudah berabad-abad, Shania ingin menghubungi seseorang melalui ponselnya yang juga sudah sejak tujuh hari lalu tidak ia hidupkan dan pergunakan selayaknya fungsi benda tersebut.
Perasaan bimbang lah yang menjadi sebab utama dari semua persoalannya malam ini. Hatinya tidak menentu, satu menit sudah yakin kalau ia harus melakukan apa yang ingin ia lakukan. Namun, satu detik kemudian keyakinan itu hilang seketika.
Shania menghela nafas, gusar. Memang sangatlah tidak enak berada dalam keadaan seperti ini. Shania merindukan kehidupannya yang normal, ia ingin kembali pada masa-masa sebelum masalah perjodohan menyebalkan itu muncul menerpa kehidupannya. Bahkan kalau bisa, ingin sekali ia kembali menjadi seorang anak kecil lagi yang apabila melakukan suatu kesalahan tidak perlu menaruhnya di pundak sebagai beban, di mana semua orang akan melimpahkan kasih sayang padanya. Shania rindu.
Angin yang berhembus melewati Shania begitu dingin dan sejuk, Shania mengeratkan cardigan hitam yang ia kenakan, berusaha mempertahankan kehangatan untuk tubuhnya. Gadis itu mendongkak, sayang tidak ia dapati satu pun bintang di atas sana. Tidak berselang lama, terdengar suara klakson mobil yang berhenti di depan rumah dan itu terdengar jelas dari tempat Shania berada.
Itu Jean, Shania bisa melihat sosok laki-laki itu keluar dari mobil meskipun sedikit ditutupi semak-semak bunga yang menjadi pembatas antara taman samping dan halaman depan rumah. Shania tidak terlalu hirau karena ia tahu kalau Jean baru saja pulang bekerja. Bersamaan dengan itu, terlihat seorang wanita yang turut keluar dari mobil. Rupanya Jean tidak sendiri, hari ini ia membawa pacarnya pulang ke rumah.
"Sayang, kamu duluan aja masuknya. Aku mau angkat telepon dulu," ucap Bella karena bertepatan saat mereka hendak masuk ke dalam rumah, handphone wanita itu mendadak berdering. Jean mengangguk, menyetujui permintaan dari Bella.
Setelah Jean benar-benar masuk ke dalam rumah, Bella berjalan lebih ke sudut, mencari tempat yang dikiranya lebih aman untuk menghubungkan panggil yang masih menunggunya tersebut dan tanpa disadarinya tempat yang ia pilih berdekatan dengan tempat Shania berada. Awalnya Shania hendak ingin masuk ke dalam rumah karena tidak ingin disebut menguping, tapi hal itu terpaksa terhenti lantaran ia mendengar satu kalimat yang Bella katakan pada lawan bicaranya ditelepon. Kalimat itu terkesan amat sangat tidak masuk akal.
*****
Shania masih kepikiran tentang apa yang ia dengar semalam, ia bingung apa sebaiknya mengatakan itu kepada Jean atau tidak. Namun, ia sendiri ragu kalau Jean pasti tidak akan mau percaya kepadanya secara ia hanyalah pendatang baru di kehidupan Jean tidak seperti Bella yang bahkan sudah memiliki hati laki-laki itu sepenuhnya.
Ternyata benar apa yang dikatakan Andi waktu itu kalau wanita yang selama ini Jean pacari memiliki perangai yang tidak baik. Shania jadi merasa kasihan kepada Jean, laki-laki sebaik itu malah harus dimanfaatkan oleh orang terdekatnya sendiri. Ingin rasanya Shania membuka mata Jean, tapi apalah daya ia bahkan tidak punya apapun yang dapat ia jadikan bukti.
Sikap Bella ketika berada di rumah Jean sudah seperti nyonya besar saja, semalam wanita itu menginap di sini, tapi untungnya di kamar yang berbeda dengan Jean.
"Hei pengasuh," panggil wanita itu ketika melihat Shania melewati pintu kamarnya. Shania yang semula ingin mengantar s**u untuk Andi terpaksa menghampiri wanita itu.
"Ada apa, Mbak?" tanya Shania menggunakan nada sopan.
"Mbak-mbak, emang saya ini tukang jamu apa. Panggil saya nyonya!" perintahnya dengan berkacak pinggang dan tidak mau dibantah.
"Ahhh ... Ada apa, N-nyonya?" ulang Shania sedikit gugup, tapi masih mempertahankan nada sopannya tadi.
"Bawakan saya sarapan, saya lapar," katanya.
"T-tapi, saya harus—"
"Gak ada tapi-tapian, mau kamu saya pecat," ancamnya yang membuat Shania mau tidak mau harus menuruti meskipun sebenarnya ia memiliki tugas lain yaitu memberikan s**u kepada Andi. Ingin rasanya Shania mengingatkan kalau ia di sini itu sebagai pengasuh anak Jean bukan pengasuh wanita itu. Padahal pembantu di rumah ini hampir berserakan, tapi kenapa Bella terus saja mengganggu tugas pokok milik Shania.
*****
Sebenarnya hari ini adalah akhir pekan yang artinya Andi tidak harus berada di sekolah. Anak itu masih mengingat tentang janji yang Jean berikan padanya minggu lalu. Dengan segera ia pergi menemui Jean yang kebetulan juga sedang free. Ia ingin menagih janji Jean tentang mengajaknya liburan.
Andi memang kelihatan cuek, dingin dan pendiam jika berhadapan dengan orang yang tidak ia kenali atau orang yang tidak ia sukai, akan tetapi ketahuilah anak itu sangat manis serta imut jika sedang bermanja-manja seperti ini. Mungkin jika yang melihatnya adalah orang yang sering menerima sikap cuek dari anak laki-laki itu, pasti akan merasa sangat terheran-heran.
"Kak Laras ikut juga, 'kan?" tanya Andi. Setelah ia mendapatkan informasi kalau Jean memang akan membawanya liburan, anak itu segera menghampiri Shania. Shania belum menjawab, ia tidak tahu apakah pantas untuknya ikut liburan keluarga Jean.
"Kakak ikut, 'kan, 'kan?" ulang Andi.
Bukan hanya Andi saja yang menunggu jawaban dari Shania, Jean juga terlihat ingin mendengar kata 'iya' keluar dari mulut gadis itu.
"Aku—"
"Kenapa dia juga harus ikut?" Bella yang tiba-tiba datang, langsung menginterupsi Shania.
Sontak Jean, Andi, dan Shania menoleh pada wanita itu, tapi Bella belum juga memutuskan tatapan tidak sukanya pada Shania.
"Kenapa? Emang masalah?" Andi membalas pertanyaan Bella dengan nada tidak suka.
"Mas, ini 'kan liburan keluarga. Jadi, kenapa pengasuh seperti dia kamu ajak bergabung dengan liburan keluarga kita? Dia 'kan bukan siapa-siapa, cuma sekedar pengasuh saja. Aku gak mau ya kalau dia juga ikut, nanti yang ada besar kepala dia kalau kamu sering manjain pelayan rumah kamu kayak gini." capan Bella yang ditujukan kepada Jean. Sedangkan Shania hanya menunduk dalam ketika mendengar perkataan wanita itu. Entah kenapa, Shania rasa kalau pacar Jean itu membencinya.
"Ini 'kan liburan Andi, jadi terserah Andi dong mau bawa siapa. Lagian Andi juga 'kan gak pernah tuh ajak Tante ikut," ucap Andi. "Pa, kalau Papa gak mau ajak Kak Laras ikut liburan juga. Mendingan kita batalin aja deh liburannya, biarin Tante Bella pergi liburan sendiri," lanjut Andi.