Samudera itu menyebalkan ia menyayangi pacarnya, tetapi ia lebih menyayangi sahabatnya. Kalau disuruh pilih antara Ara dan Oceana pasti pilihannya jatuh kepada Oceana, sahabatnya sejak SMP.
Jika bersama orang lain atau bahkan bersama pacarnya sendiri, Samudera terkadang cuek. Namun, lain hal jika bersama Oceana, ia akan menjadi orang yang perhatian dan cenderung banyak bicara.
Seperti halnya sekarang ia sedang merayakan anniversary-nya dengan Ara yang ke - 1 tahun tapi fokusnya bukan kepada gadis di depannya yang sedang menikmati pizza tapi kepada gadis yang menyandang gelar sahabatnya.
Setelah menelan pizza-nya, Ara menatap Samudera. "Kamu lagi mikir apa, sayang?"
Samudera tersenyum tipis. "Gak lagi mikir apa-apa."
"Bohong, apa cuma perasaan aku aja ya, Sam. Setiap kita jalan dan setiap kita lagi berdua tapi kamu kurang fokus. Sebenarnya kamu itu kenapa sih? Mikirin Oceana?"
Akhirnya uneg-uneg yang selama ini Ara pendam terlampiaskan juga, ia berusaha menahan hasratnya untuk tidak bertanya.
"Sorry." Satu kata yang membuat Ara kesal. Untuk apa Samudera meminta maaf, toh yang Ara inginkan bukan itu tapi penjelasan.
"Hari ini adalah anniversary kita yang ke - 1 tahun, dan sekarang aku mau jujur sama kamu. Selama kita pacaran 1 tahun ini, aku gak ngerasa kamu benar-benar sayang sama aku."
Samudera menatap lekat manik mata Ara. "Kenapa bisa berpikir seperti itu?"
"Jika bersama Oceana kamu bisa tertawa lepas, berbeda saat bersamaku, kamu lebih banyak diam. Aku cembura, Sam. Dan aku cukup tahu i'm not your priority but Oceana."
Ara menarik napasnya dan berusaha menahan agar air matanya tidak tumpah. "Salah gak kalau aku cemburu pacar aku lebih dekat sama sahabatnya?"
Samudera tidak mampu menjawab apa-apa seakan mulutnya terkunci dan membiarkan telinganya menjadi pendengar yang baik.
"Sekarang aku tanya sama kamu. Kenapa kamu jadiin aku pacar kamu?"
"Karena aku sayang kamu."
"Sekarang aku tanya lagi, kalau aku dan Oceana dalam keadaan bahaya, siapa yang akan kamu tolong duluan? Aku mau jawaban jujur meski itu menyakitkan."
Refleks Samudera menjawab. "Oceana."
Ara tersenyum miris kemudian ia berdiri. "Belajar peka lagi sama hati kamu, orang yang kamu cinta bukan aku tapi Oceana."
Ara menghela napas. "Setahun ini aku mungkin cukup sabar hadapi sikap kamu tapi sekarang rasanya hatiku udah gak kuat. Bukannya semua orang punya titik lelah?"
"Kita putus."
Samudera hendak berdiri tetapi Ara langsung menahannya. "Jangan kejar aku, biarkan aku pergi daripada hatiku terus menahan rasa sakit." Ara benar-benar pergi dari hadapan Samudera.
Sekarang Samudera mengerti, Ara adalah gadis yang paling tersakiti akibat sikapnya.
Benar kata Ara mungkin mereka harus selesai sampai di sini daripada Samudera terus menyakiti Ara karena tidak akan bisa menjadikan gadis itu sebagai prioritasnya.
Kenapa harus Oceana? Lama-lama gue bisa jomblo seumur hidup kalau selalu sahabat gue yang gue prioritasin.
Samudera mengacak rambutnya frustasi dan keluar dari tempat itu, ia memecah jalanan kota Jakarta, mengendarai mobilnya ke rumah Oceana, ia harus bertanya kepada gadis itu. Apa yang harus ia lakukan.
Saat sampai di depan gerbang rumahnya, Samudera w******p Oceana.
Samudera : Na, bisa keluar gak? Gue butuh lo
Belum ada balasan dari Oceana, ia melirik arloji di pergelangan tangan kirinya dan waktu baru menunjukkan pukul 8 malam dan biasanya Oceana belum tidur jam segini.
Tak lama kemudian muncul balasan dari gadis itu.
My Oceana : apa?
Samudera : jalan yuk, gue mau curhat
My Oceana : mana Ayah izinin gue keluar malam
Samudera : ok, gue yang izin sama Ayah lo tapi bukain dulu gerbang rumah lo.
My Oceana : malas turun, Sam. Panjat aja
Samudera : lo kira gue monyet?
My Oceana : kan lo raja monyet
Samudera : Oceana!
My Oceana : ya, tunggu. Gue sendiri aja yang minta izin sama ayah
Samudera : siap, sayang
♥ ♥ ♥
Samudera dan Oceana kini sudah sampai di kafe dekat rumah Oceana, keduanya memesan kopi untuk menemani curhatan panjang Samudera.
Gadis itu meniup asap yang mengepul di atas kopi tersebut kemudian meneguknya secara perlahan. Detik berikutnya ia meletakkan kembali kopi itu di atas meja kemudian menatap sahabatnya yang juga baru selesai meneguk kopinya.
Samudera menghela napasa pelan kemudian menyelipkan anak rambut di wajah Oceana ke belakang telinganya. "Gue sayang lo."
"Hah?"
"Lo prioritas gue."
Oceana semakin tidak mengerti kemana arah ucapan Samudera.
"Tanpa gue sadari, setahun gue jadian sama Ara ternyata gue udah banyak sakiti dia. Ternyata kedekatan kita bikin dia terluka."
Selama ini Ara memang tidak pernah menyinggung tentang kedekatan Oceana dengan Samudera, ia pikir Ara baik-baik saja dan mengerti kalau mereka hanya sebatas sahabat. Saat Ara tampar Oceana di sekolah itu, ia jadi mengerti kalau gadis itu cemburu.
"Lo sayang sama Ara?"
"Iya, tapi tetap lo prioritas gue. Apalagi setelah lo galau berhari-hari karena kepergian Rasya, buat gue ingin terus ada di samping lo."
"Gue kangen Rasya," lirih Oceana.
Samudera menatap wajah Oceana. "Sampai kapan lo bakal ingat dia terus? Move on, Na. Move on."
"Susah."
Samudera meghembuskan napasnya pelan lalu menggenggam jemari Oceana di atas meja. "Na, tadi Ara bilang kalau cewek yang gue sayang bukan dia tapi lo. Katanya gue harus belajar peka lagi sama hati gue sendiri. Menurut lo, gue sayang ke lo lebih dari sahabat atau gak?"
"Gak tau, gue 'kan gak bisa lihat isi hati lo."
"Tapi yang gue rasakan, gue nyaman sama lo, gue sayang sama lo, gue suka lihat senyum lo, gue suka cara lo tertawa, gue bisa tiba-tiba kangen sama lo dan lo cewek satu-satunya yang buat gue gak irit ngomong dan gue gak bisa bersikap cuek ke lo. Berbeda, kalau sama orang lain."
Ih Samudera b**o, itu lo sayang ke gue lebih dari sahabat. Kok pengin nampol lo yang gak peka banget.
"Menurut lo gue sayang sama lo lebih dari sahabat gak?"
"Maybe, tapi menurut teori jatuh cinta yang sering gue baca memang seperti itu."
"Kalau perasaan lo ke gue gimana?"
"Waktu kelas 8 gue suka sama lo, hati gue dag dig dug waktu lo ajarin gue basket pertama kali. Tapi sayangnya lo cuma anggap gue sahabat lo."
Samudera menjadi pendengar yang baik, ternyata dirinya adalah laki-laki yang sangat bodoh soal cinta sampai ia tidak peka terhadap perasaan Oceana dulu.
Oceana kembali melanjutkan ucapannya. "Perasaan itu masih berlangsung sampai SMA dan gue berharap lo bakal jadiin gue pacar lo, tapi nyatanya salah, lo malah jadian sama sahabat gue, Ara. Gue cuma bisa diam dan berusaha baik-baik aja."
Oceana teringat dengan pertemuannya dengan Rasya dulu, pikirannya terbang ke masa lalu.
Saat itu Oceana baru kelas 10 dan sepulang sekolah ia bersama kedua orangtuanya menjenguk anak dari teman kuliah Bundanya yang berobat ke Jakarta. Ketika ia melihat tubuh lemah itu terbaring di atas ranjang sempit itu membuat hati Oceana teriris.
Laki-laki seumurannya yang seharusnya menjalani masa remaja yang indah, bermain bersama teman, sekolah dan merasakan indahnya hidup ini, harus merelakan waktunya berada di rumah sakit dengan segala peralatan medis di tubuhnya.
"Namanya Rasya, Arasya Pratama Wijaya, dia seumuran dengan kamu dan sekarang menderita leukimia stadium akhir." Begitulah ucapan Ibunya Rasya.
"Dia pernah bilang kalau dia jatuh cinta sama kamu."
Kening Oceana mengernyit. "Apa aku sama Rasya pernah kenal sebelumnya?"
Wanita itu mengangguk. "Mungkin kamu lupa, saat kalian masih SD, sebelum kami pindah ke Bali kita pernah bertemu dan sejak saat itu Rasya sering bertanya tentang kamu dan dia sering melihat kamu di sosial media."
Setetes air mata mengalir di pelupuk mata Ibunya Rasya. "Tapi itu tidak berlangsung lama, saat kenaikan kelas 8, Rasya divonis menderita leukimia dan dia tidak punya semangat hidup lagi. Tante beberapa kali meminta dia untuk berobat ke luar negeri tapi selalu menolak."
"Hingga akhirnya ketika tubuhnya benar-benar drop dan dokter menyatakan kankernya sudah stadium akhir, dia ingin berobat ke sini dan bertemu kamu. Untungnya alamat kalian masih sama."
"Dia punya harapan sebelum dia meninggal, dia ingin merasakan indahnya jatuh cinta dan indahnya menjalin hubungan dengan kamu. Tante harap kamu bisa mewujudkan keinginan terakhir Rasya."
Sejak saat itu Oceana mewujudkan keinginan Rasya, kehadiran Rasya mampu membuat Oceana lupa akan perasaannya terhadap Samudera. Kisah cinta yang mereka jalani cukup singkat hanya 3 bulan tapi itu sangat membekas.
Oceana menyeka air matanya. "Kehadiran Rasya buat gue lupa akan perasaan gue terhadap lo. Tapi lo selalu minta gue buat lupain Rasya 'kan? Gue lagi berusaha."
"Perasaan lo ke gue benar-benar hilang?"
Oceana mengendikkan bahunya. "Seandainya perasaan itu kembali lagi ke hati gue, gue gak mau pacaran sama lo. Pertama, lo adalah mantannya sahabat gue, kedua gue gak mau rubah status kita karena gue takut perasaan yang kita miliki hanya sesaat dan berakhir begitu saja itu akan berimbas pada persahabatan yang kita jalin selama ini."
"Lo paham 'kan maksud gue?"
Samudera mengangguk seraya tersenyum. "Untuk saat ini kita masih sahabatan, kalau kita jodoh gue pasti akan datang ke ayah lo buat lamar anak gadisnya ini."
Tanpa mereka sadari waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam karena terlalu larut dalam obrolan, setelah itu mereka pulang karena besok haru sekolah.
♥ ♥ ♥