Gadis Menyebalkan

1027 Kata
(Pov Irsyad) Kenapa setiap kali gue bertemu cewek ini, selalu saja ada masalah? Dia selalu saja membuat gue dalam masalah, itu faktanya. Kemarin karena dia uang jajan gue habis di potong, mama, sekarang dia kembali membuat gue jantungan karena panik dan sialnya dia pingsan tepat di saat gue sedang memarahinya. Semua kesalahan otomatis langsung berada di bahu gue, sebagai penyebab gadis itu pingsan. Memangnya gue ini apa sampai dia bisa pingsan hanya karena melihat wajah gue? Gue bukan monster, enak saja gadis itu melebeli gue seenak jidatnya Memangnya ada monster setampan dan sekeren gue? Itu mustahil. Ada kesalahan pada mata gadis itu, atau memang dia terlahir untuk selalu membuat gue kesal. Gue mendengus baru saja keluar dari ruang BK untuk memberikan kronologi kejadian tadi pagi. Pinggang gue rasanya nyeri sekali karena harus duduk di kursi tanpa bantal itu selama dua jam lebih, yang intinya hanya untuk memastikan kalo gue tidak membully gadis itu. “Ck !” Gue ingin sekali memaki gadis itu detik ini juga, tapi yang terjadi sekarang gue malah ke kantin membelikannya roti dan sebotol air mineral. Dari yang gue lihat tadi, wajah gadis itu sangat pucat, dia belum sarapan. Itu yang pernah mama katakan saat gue menolak untuk sarapan, wajah akan memucat, keringat dingin dan lemas. Rupanya saat gue ke UKS gadis itu tidak ada di sana, dia sudah kembali ke kelas. “Nih buat lo ....” gue meletakan roti dan air mineral di atas mejanya. Gadis itu mengerjap, menatap roti dan air itu dengan seksama, membuat gue kembali dongkol. “Lo pikir gue sejahat itu? Emang lo pikir gue sudi ngeracunin lo?” Gadis itu mengerjap, pipinya langsung mengelembung. “Kamu yang mikilnya kejauhan, siapa juga yang mikil kamu mau ngelacuni aku. Olang aku lagi mikil gimana bayalnya, aku gak bawa uang.” Gue spontan memutar bola mata, merasa agak risih dengan kata-kata gadis itu yang terdengar sangat berantakan lantaran tidak bisa menyebut kata R dengan benar. “Gue bukan kantin. Lo gak perlu bayar.” “Ha benelan?” tanyanya girang. Gue mendengus, rasa kesal masih menggenang di benak gue. “Hem!” “Sekalang kita impas,” katanya sembari merobek bungkus roti. “Impas kata lo?” Gue mendelik tidak terima, dari mana impasnya? Yang ada gadis itu selalu yang buat gue terkena masalah. “Kamu gak pelu minta maaf .... ” Gadis itu mengangguk-ngangguk semangat. “Nama aku Lala, nama kamu siapa?” “Gue gak tertarik kenalan sama lo.” “Tapi sekalang kita sekelas lo. Kamu tahu, kan?” “Telus gue halus peduli gitu ?” sahut gue sengaja menghilangkan kata R. “Eh, kamu kok tiba-tiba cadel ? Pelasaan tadi gak? Tapi tadi kamu cadel. Kamu cadel juga ya?” tanyanya takjub. “Wah, belalti kita sama dong. Kita sama-sama unik. Kamu gak boleh minder kalo kamu cadel juga. Oh iya, nama kamu juga ada eer-nya ya .... wah kita benelan sama.” Gue geleng-geleng takjub, kenapa gue baru sadar kalo cewek di depan gue ini spesies langkah di dunia? Sangking langkahnya, gue baru pertama kali ini, lihat spesies semacam ini. Manusia yang sama sekali tidak paham makna dan eksistensi dari sebuah kalimat sindiran? Sebenarnya dia ini manusia atau alien sih? Kenapa otaknya sedikit jungkir balik. “Ra, lo di cariin ormas tuh ?” “Olmas? Emang Lala ngapain sampai dicaliin olmas?” “Ormas ...” ralat gue yang gereget banget dengar kalimat yang gadis itu ucapkan. “Iya itu ....” cicitnya “Eh, bukan ormas, maksud gue orang. Ibu-ibu cantik banget. Dia nanyai lo.” “Ibu-ibu ?” Tiba-tiba firasat gue gak enak. “Emang ibu-ibu siapa yang nyariin, Rara?” “Eh, yang di calikan Lala, kok kamu yang nanya sih? Sehalusnya Lala yang nanya,” protes Rara. “Emang ibu-ibu siapa yang nyariin, Lala?” Gadis itu mengulangi kalimat gue sama persis. Benar-benar tidak kreatif ! “Gak tahu, tapi yang gue dengar sih orang penting di sekolah ini. Tadi gue liat akrab juga sama kepala sekolah dan beberapa guru ikutan nganterin.” Deg ! Gue seketika tahu siapa ibu-ibu ya g di maksud. Itu pasti mama! Mama yang panik pas gue telepon lagi di BK gara-gara ada yang pingsan. Kenapa mama malah datang sih ! “Siapa? Pelasaan, kemalin aku gak ngundang ibu-ibu PKK buat datang deh? Apa meleka inisiatif datang ke sini ya? Mau lihat gimana aku sekolah ? Atau meleka mau—“ “Tuh, tuh orangnya datang ....” Gue segera berlari ke ambang pintu. Benar saja, ibu yang di maksud adalah mama, yang datang dengan beberapa guru perempuan yang menunjukkan arahnya. “Sad, di mana gadis yang pingsan tadi ?” tanya mumy langsung to the point. Gue menghela napas panjang, mendekatkan tubuh sedikit ke arah mama. “Mama kenapa datang ke sekolah? Kan Irsyad idah bilang semua is fine ...” bisik gue. Mama mengangguk-ngangguk paham. “Tetap saja, lebih baik mencegah dari pada mengobati ...” sahut mama dengan senyum simpulnya. “Kamu yang namanya Rara ya?” tanya mama yang sekarang sudah berada di hadapan Rara yang masih belum selesai mengunyah rotinya. “Mama liat, tuh cewek baik-baik aja,” bisik lagi. “Iya, tante, nama saya Lala. Tante anggota balu ibu PKK ya?” Ck! Polos dan bodoh memang beda tipis. “Ha? Maksudnya?” Mama mengerjap bingung. Gue buru-buru mengambil alih. “Ra, lo gak mau ke rumah sakit, kan?” “Ke lumah sakit ?” “Iya, lo gak maukan, iya, kan? ....” tanya gue sengaja menekan kata terakhir. “Suka. Lala suka ke lumah sakit. Emangnya siapa yang sakit?” sahutnya polos. Gue membuang napas berat. “Sayang, tadi tante dengar kamu pingsan. Tante takut terjadi apa-apa sama kamu, makanya tante datang ke sini buat ngajak kamu ke rumah sakit. Kamu mau, kan?” “Ngapain ke lumah sakit, te ?” tanyanya sekali lagi membuat darah gue rasanya matang di dalam. “Cari jodoh !” sahut gue dongkol. Lagi-lagi gue lupa kalo manusia di hadapan gue ini sama sekali tidak paham konsep sarkas, sindiran atau ejekan. Dia terlalu positif thinking! “Seliusan ? T-tapi Lala kan belum 17 tahun.” **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN