Pov. Ramajati
Layla Asmara Gia, tertidur di sampingku. Nafasnya teratur. Dia menjadikan tangannya sebagai bantalan. Rambutnya tergerai berantakkan. Aku membelai rambutnya dengan lembut sambil terus memperhatikannya. Aku menyentuh dahinya, telunjukku berjalan menyentuh ujung hidungnya yang mungil lalu mengelus pipinya. Menyelipkan rambut yang menutupi wajahnya kembali kebelakang telinganya.
Ini pemandangan terindah yang pernah kulihat. Lela wanita yang sempurna, tidur dengannya membuatku makin tergila-gila lagi padanya. Aku merasa seperti bocah SMA yang coba-coba booking room di hotel bareng gebetan. Deg, Deg-an Ces, cur !
Semua ini salah si takdir, dia begitu memparmainkan kita. Aku menyesali kita harus bertemu dengan cara seperti ini.
Bayangkan kalau selamanya aku bisa menyentuhnya dan memeluknya dan bercinta dengannya seperti ini. Aku adalah laki laki paling bahagia di dunia ini
Apakah aku bisa jadi laki-laki paling bahagia untuk memilikinya ? Karena aku ingin memeluknya, menyentuhnya dan bercinta dengannya sampai aku tua. Seumur hidupku !
Si Takdir bisa saja memisahkan kami lagi, dia akan kembali lenyap, lalu aku akan terkubur dengan kenangan di hotel ini.
Gak ! Gak !
Aku menggeleng kuat-kuat. Tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Aku mengambil Handphone di nakas.
Lela bergerak gelisah. Aku kembali mendekapnya untuk sesaat, menepuk nepuk punggungnnya
"mmmm" dia bergumam
Aku mencium dahinya, lalu kembali ke Hpku.
Aku punya kenalan kang buat perhiasan. Aku menelponnya meminta sebuah cincin sederhana. Karena aku telah mengencani begitu banyak wanita, aku hafal dengan ukuran jari-jari mereka. Lela gak suka sesuatu yang berlebihan. Karena itu aku memesan yang sederhana. Bisa saja aku memesan yang paling mahal seperti miliknya Paris Hilton, aku tidak mau ditolak karena cincin t***l kemahalan.
Aku meminta Cimen mengantarkan cincin yang telah kupesan ke hotel. Aku turun sebentar dan bertemu Cimen.
Cimen menggeleng geleng "Ini apaan tambahan cincin bos ?" dia memberikan tas toko perhiasan "Dipesennya jam tiga pagi lagi"
Gue mengintip isi tas perhiasan yang dibawanya sambil memerintahkan "Udah lu pulang aja !" banyak bacot Cimen Aku merokoh kantong dan memberinya lima ratus ribu "Upah lembur. Bilang Agni suruh pesan dua tiket pesawat ke kampung halamanku lusa ini, dan besok beresin rumah "
"Lo gila"
"Ini kesempatan sekali seumur hidup" Kataku mengacak ngacak rambut Cimen yang berminyak. Ih jadi nyesel gue. gue ngelap tangan di celana gue dan kembali ke atas.
Lela masih tidur lelap. Tadi waktu gue turun ada sedikit ketakutan dia akan hilang, tidak pernah kembali. Untuk itu gue mantap ngelamar dia. Bodo amat sama si Takdir, bodo amat sama timing..., f**k everything. I just want to be with her no metter what. Gue gak akan melakukan kesalahan, kehilangan dia untuk kedua kalinya.
Dia terlelap, keliatan begitu lelah gak mungkin gue bangunin dan serta merta ngajakin kawin.
Apa segitu capeknya aktifitas luar biasa kami. Sedikit saja aku spoiler apa yang kami lakukan. Ya, seperti gambaranku tentang Lela. Dia cupu masih saja cupu. Jangankan disentuh laki-laki ciuman aja gak bisa. Akulah si mahir ini yang membimbingnya sampai dia bisa mengerang ngerang...yah tahulah ya... gak usa aku jelasin lagi. Dan sekarang aku telah menguras tenaga gadis mungil ini, dia keliatan sangat lelah.
Tasnya di letakkan di meja kerja. Aku kepo untuk membuka isi tasnya. Aku tersenyum mengenal dirinya yang seakan bisa membawa semua hal di dalam satu tas. Ada pakaian haram yang dia kenakan ketika pertama kali aku datang tadi. Lalu ada memo. Handphone yang LSDnya hancur karena gue banting. Bertambah rasa bersalahku. Lalu ada memo yang berisikan jadawal-jadwal pekerjaan dan semua aktifitasnya. Termasuk hari ini.
Dia menulis beberapa agenda ketemu rentenir dan alasan yang akan dia buat untuk mengulur waktu. Rencananya besok dia akan melunasi hutang kalo dia bisa mendapatkan sepuluh ribu dollar. Jangankan hutang Lela, aku akan memberikan dunia dan seluruh isinya padamu. ssssttt, gile kalimat gue cheessy bet. Kek cowok bener aja gue..
Hutang ! aku menoleh melihat Lela, jadi semuanya karena hutang ayahnya.
Aku jadi ingin memeluknya. Aku, browsing perusahaan papanya ada ratusan kariawan yang belum dibayar, menunggak hutang di bank sebesar ratusan juta rupiah. Dan semua itu harus di bayar oleh tubuh kecilnya. Aku melihat cetakan koran cicilan kredit yang tinggal 100 bulan kalau dilunasi memang jumlahnya kira kira 140jt. Wah. Kalau dia tidak menjual tubuhnya maka kira-kira hutang itu akan lunas, dua abad lagi. Soalnya gajinya kecil banget.
Aku kembali ke ranjang, berbagi selimuti dengannya. Tiba-tiba Lela beringsut memelukku. Ya ampun. Gue bisa-bisa tambah satu ronde lagi ini.
***
Habis mandi dia keluar dengan pakaian yang semalam dia kenakan, pakaian kantoran. Dia melihatku yang duduk di ujung ranjang dengan tatapan sendu "Makasi" katanya
Bukannya harusnya aku yang mengatakan hal itu, makasi udah kembali padaku.
"Kamu udah bantu aku" katanya
Aku terdiam
"Aku harus pergi" tambahnya
Gue gak akan ngebiarin dia pergi gitu aja. GAK AKAN PERNAH !
"Maaf aku gak bisa ngejelasin apapun untuk saat ni. Menurut ku, ini sudah cukup. Mari kita lupakan semuanya. Aku gak akan pernah melupakan kebaikan mu, Rama. Kamu selalu jadi penolongku" Dia diam sejenak "Aku gak tahu kalo yang membuka pintu semalam bukan kamu, aku harus gimana"
"Kamu pikir aku lebih baik dari laki-laki random yang mungkin aja masuk ke kamar ini ?"
Gue tahu dia salah bicara, bibirnya memebuka dan menutup ingin menarik kembali kata-katanya "Pokoknya aku bersyukur"
"Aku udah resmi bercerai. Kemarin itu seharusnya aku gak kemari. Seharusnya yang membuka pintu itu sopir ku namanya Cimen" aku berdaham "Karena sebuah kesalahan, akulah yang datang ke kamar ini"
Dia mengangguk
"Sepuluh tahun lalu, tanggal 26 Oktober 2011. Aku deg degan parah ! Aku membawa setangkai bunga mawar menunggumu di Bandara. Aku exited, untuk masa depan kita di tempat baru, hari itu pertama kalinya aku naik pesawat, pertama kalinya tinggal jauh dari orang tua. Bagiku semua gak apa-apa, asal aku sama kamu"
Matanya berkaca-kaca, aku tahu kilasan balik masa-masa itu sedang berenang di benaknya saat ini. Aku merasakan hal yang sama. Aku seperti bocah yang baru lulus SMA dan pengen jadi anak Band di Jakarta. Aku masih mengingat seperti apa rasanya detik itu.
"Kamu pasti tahu perasaanku padamu, hari itu aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku. Aku udah gak mau lagi sahabatan, di Jakarta nanti aku pengen jadi pacarmu yang anter-jemput kamu kuliah, yang nungguin kamu di parkiran UI"
"26 Oktober 2011 akhirnya aku berangkat sendiri ke Jakarta, bunga mawar yang ku genggam selama berjam berjam menunggumu di ruang tunggu, aku buang ke tong sampah. Aku memutuskan akan menghubungimu setelah sampai Jakarta, but your gone. Hari itu menyisakan satu trauma pada diriku, trauma akan kehilangan orang yang aku sayangi"
Dia memeluk dirinya, berusaha menguasi perasaannya yang meluap-luap. Bibirnya terkunci rapat. Hanya air matanya yang mengartikan betapa dalamnya momen itu.
Aku berdiri, berjalan mendekatinya. Di hadapannya, ku keluarkan kotak perhiasan dan ku buka kotaknya. Tanpa berlutut, karena menurutku itu norak !
Dia melihat nanar pada cincin di kotak perhiasan itu
"Aku gak akan kehilangan kesempatan itu lagi, aku akan mengutuk diriku bila aku kehilangan kamu lagi. Will you merrie me ?"
Dia menutup wajahnya dan menangis. Aku membiarkannya beberapa saat. Setelah lebih tenang, dia menatapku, wajahnya bersimbah air mata. Tanganku mengulur menghapus air matanya.
"Tapi aku bukan Sarjana Hukum, aku bukan Lela yang dulu. Hidupku kini kacau" Dia memandang cincin yang masih ku ulurkan, tatapannya putus asa "Lela yang sekarang terlilit banyak sekali hutang"
Satu tanganku meraih tangannya "Jangankan hutang Lela, istana paling indahpun akan ku bangun untukmu. Aku mungkin terdengar seperti cowok b******k, tapi aku hanya ingin mengambil kembali ketenangan hatiku yang kamu curi belasan tahun lalu. Iya kamu membuatku tidak tenang. Aku akan merasa bahagia, tenang, dicintai kalau kamu jadi milikku" aku berdaham, agak malu mau bilang begini "Kalau anak sekarang bilangnya aku bucin banget sama kamu"
Dia terkekeh, tapi satu butir air mata kembali menetes dari pelupuk matanya. Tangannya menyentuh cincin yang ku ulurkan. Dia mengambil cincin itu dan memasangnya di jari manis
Ah..., hatiku senang sekali beban belasan tahun itu akhirnya terangkat
"Tapi kamu baru aja gagal Rama, kamu mau mulai lagi ?"
"Memang seperti itulah konsep berjuang. Jatuh dan harus bangkit lagi. Tapi kali ini ada tangan yang terulur membantuku" Aku menyentuh dahinya dengan dahiku "Sama kamu aku gak takut buat melangkah"
Dia menjauhkan wajahku, Lalu dia menciumku. Ciuman singkat yang menggetarkan jiwaku. Finally she is mine...
Kalau ada yang bilang ini sebuah cerita singkat satu malam. Kalian tidak pernah tahu ada tiga tahun luar biasa di dalam hidupku. Yang selalu ku ulang, berulang kali ketika aku di interview banyak cenel. Dan ada beberapa lagu kuciptkan sambil mengingat Lela...
Ini dia, aku mendapatkannya setelah tiga tahun penuh berjuang. Dan belasan tahun mengenang.