13. Rencana

2294 Kata
"Ada seseorang yang mungkin bisa bantu kita." Semua perhatian kini tertuju pada Dery. Sharon dan Zora memandanginya dengan serius dan penuh minat. Terlebih lagi, Dery sudah berpikir cukup lama sebelum ia mengatakan itu kepada mereka. "Kayak yang udah gue bilang sama lo, Zora, gue rasa gue nggak mampu untuk ngelawan si Javon. Gue nggak punya kekuatan super, nggak punya ilmu supranatural lain kecuali liat makhluk halus dan komunikasi sama mereka. Tapi, gue kenal seseorang yang gue rasa punya kekuatan supranatural tingkat tinggi dan bisa bantu Zora untuk menyelesaikan masalah ini." "Siapa?" Sharon terlebih dahulu bertanya sebelum Zora sempat membuka suara. "Mbah Sugeng," jawab Dery. Dua-duanya diam dan terlihat bingung. Jelas saja, baik Sharon maupun Zora tidak mengenal siapa itu Mbah Sugeng. Pria tua bernama Mbah Sugeng itu merupakan seseorang yang pernah menyelamatkan Dery ketika ia tersesat di hutan yang ada di gunung Sumbing tahun lalu. Pertemuannya dengan Mbah Sugeng memang singkat, tapi Mbah Sugeng lah yang telah banyak membantu Dery saat ia tersesat dan setelahnya memiliki penglihatan yang tidak biasa. Dery hanya mengenal Mbah Sugeng selama sehari semalam saja, namun banyak yang terjadi selama itu, termasuk bagian bagaimana Blacky bisa menjadi pelindung Dery hingga sekarang. Dari pertemuan tersebut, Dery jadi tahu kalau Mbah Sugeng merupakan juru kunci di gunung Sumbing. Beliau juga merupakan manusia yang tidak biasa dan memiliki kemampuan yang menurut Dery sakti. Ketika tadi memikirkan harus melakukan apa untuk menghentikan terror dari Javon dan pasukannya sebelum bulan merah tiba, yang muncul di pikiran Dery adalah Mbah Sugeng. Berbeda dengan Dery yang tidak tahu apa-apa, Mbah Sugeng pasti tahu sesuatu. "Mbah Sugeng tuh siapa?" Akhirnya Sharon bertanya lagi. "Dan kenapa lo yakin kalau Mbah Sugeng ini bisa membantu mengalahkan Javon?" "Dia juru kunci gunug Sumbing. Intinya sih, Mbah Sugeng yang pernah bantuin gue waktu nyasar dulu." Dery menjelaskan. "Ceritanya panjang sih, tapi gue rasa dia sakti." "Oke, kalau begitu kita harus segera menemui Mbah Sugeng," sahut Zora. "Kamu jelaskan saja ciri-ciri tempat tinggalnya, mungkin saya bisa langsung teleportasi ke sana." Zora pun bangkit dari duduknya, menunjukkan bahwa ia sudah siap untuk menemui yang namanya Mbah Sugeng ini. "Beneran?" Tanya Dery semangat. "Lo bisa teleportasi antar provinsi?" Keyakinan dan semangat di wajah Zora langsung luntur karena pertanyaan Dery itu. "Tempat tinggalnya...jauh?" "Di Jawa Tengah." Kepala Zora tertunduk, sepertinya malu. "Saya pikir masih di wilayah sini. Kalau sudah sejauh itu, saya tidak bisa lagi berteleportasi, terlebih kalau harus berteleportasi membawa kamu." Dery tidak terlihat kecewa sih, ia sudah bisa menebak itu, jadi hanya berujung menganggukkan kepala saja. "Kalau gitu, berarti kita harus datang ke Mbah Sugeng secara manual." "Apa nggak bisa ditelepon aja gitu terus jelasin situasinya?" Pertanyaan Sharon itu dijawab oleh Dery dengan gelengan kepala. "Mbah Sugeng nggak punya HP. Dan dia tinggalnya di gunung." "Berarti kita harus pergi ke gunung untuk menemui Mbah Sugeng?" Dery mengangguk. "Mau nggak mau, kan? Karena kalau nggak ke Mbah Sugeng, gue udah nggak tau lagi harus gimana. Dan lo sendiri bilang, Javon harus secepatnya dihentikan." Setelah mengatakan itu, Dery berbalik untuk mengambil tas gunung warna hijau miliknya yang ada di atas lemari. Kondisi tas itu kini sudah dilapisi oleh debu yang lumayan tebal karena sudah setahun lamanya tidak dipakai akibat Dery yang tidak pernah lagi mendaki gunung. Sejujurnya, sejak kejadian tersesat yang menimpanya tahun lalu, Dery jadi memiliki trauma terhadap gunung. Padahal, sebelumnya ia merupakan seorang pendaki gunung sejati dan pernah berekspedisi mendaki setiap sebulan sekali secara berturut-turut. Tetapi, kejadian tersesat waktu itu sudah mengubah cara pandang Dery tentang gunung. Dery memang masih menyukai gunung dan sejuta keindahan alam yang tersimpan di dalamnya. Hanya saja, sekarang Dery sudah tahu bahwa gunung tidak hanya indah, tapi juga mengerikan. Masih ada banyak hal tentang gunung yang tidak diketahui oleh orang-orang, dan Dery mengetahuinya. Dery sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri seramai apa aslinya penghuni gunung yang nampak sepi dan sunyi di mata orang lain. Setelah menurunkan tas tersebut, Dery membersihkannya sebentar dari debu, kemudian ia membuka lemari pakaiannya dan mengeluarkan beberapa pasang pakaian dari sana. Semua yang dikeluarkan oleh Dery adalah pakaian-pakaian yang dulu biasa digunakannya setiap hendak mendaki gunung. Ada beberapa potong kaus, celana hiking dan training, jaket parasut, jas hujan, hingga topi. Dery juga mengeluarkan tali dan alat serba guna seperti pisau lipat, korek api, dan lain-lain. Semua benda itu benar-benar sudah lama sekali tidak Dery sentuh, dan berkesempatan untuk menyentuhnya lagi saat ini membuat jantung Dery berdetak kencang. Dery gugup karena ia akan kembali ke gunung setelah vakum selama setahun, serta gugup karena tidak tahu apakah menemui Mbah Sugeng akan memberikan mereka sebuah solusi atau tidak. Sharon berpindah ke samping Dery saat dilihatnya laki-laki itu sudah menyusun barang-barang yang dikeluarkannya dari lemari tadi ke dalam tas gunung miliknya. "Lo mau berangkat hari ini." "Besok," kata Dery. "Masih ada yang harus disiapin, kayak transportasi, dan keperluan mendaki yang lain. Nggak bisa terlalu tergesa-gesa juga karena di sana nanti, Mbah Sugeng masih harus dicari." "Lah, emang rumahnya pindah-pindah?" "Dia memang punya pondok di sana, tapi nggak selalu ada di pondok itu." "Kalau begitu, bagaimana caranya kita akan menemui dia?" Zora ikut bertanya. Dery mengedikkan bahu. "Gue rasa, tanpa perlu bilang pun, Mbah Sugeng bakal tau kalau kita nyari dia. Paling nanti ketemu sendiri." Kembali mengubek-ubek isi lemarinya, Dery mencari satu setel pakaian yang sekiranya sudah lama tidak dia pakai lagi karena sudah kekecilan. Ia pun menemukan sebuah celana training hitam dan hoodie abu-abu yang berada di bagian paling bawah lemarinya. Lantas, Dery melemparkan satu setel pakaian itu kepada Zora yang dengan sigap langsung memakainya. Zora menatap Dery dan pakaian di tangannya dengan bingung. "Pake baju itu. Gue nggak mau lo kelihatan compang-camping pas izin sama Engkong gue nanti." Zora melengos, kemudian menghilang dari kamar Dery. Kemungkinan besar berteleportasi ke suatu tempat dimana ia bisa mengganti kaus berpotongan pendek dan ketat serta celana pendek bolong-bolong yang sudah dipakainya beberapa hari ini dengan pakaian yang diberikan Dery tadi, tanpa dilihat oleh siapa-siapa. Selepas Zora pergi, Sharon mencibir Dery. "Kenapa baru sekarang lo kasih dia baju? Kemarin-kemarin kemana aja?" "Ya...gue baru sadar aja kalau baju dia terlalu seksi buat diliat Engkong." "Oh, jadi kalau lo yang liat nggak apa-apa seksi?" "BUKAN GITU MAKSUDNYA." Terlambat, Sharon sudah memandang Dery dengan kedua mata memicing, terlanjur berpikir kalau sama seperti laki-laki lain, Dery pun doyan melihat perempuan yang cantik dan seksi. Bahkan, jika perempuan itu bukan manusia sekalipun.    *** Sebenarnya, Dery tidak mau memberitahu Engkong perihal masalah ini dan maunya langsung berangkat saja diam-diam ke gunung Sumbing untuk menemui Mbah Sugeng. Namun, Dery sadar kalau ekspedisinya kali ini berbeda dengan ekspedisi mendaki gunung yang pernah ia lakukan sebelum-sebelumnya. Dulu, Dery mendaki gunung hanya untuk memenuhi hasrat cintanya terhadap alam dan gunung. Ada kepuasan tersendiri setiap kali ia berhasil mendaki sampai puncak gunung-gunung tersebut, dan selalu tidak pernah ada rasa puas karena Dery bercita-cita untuk mendaki semua gunung yang ada di Indonesia. Hanya saja, sekarang ia akan mendaki gunung bukan sekedar untuk bersenang-senang, melainkan untuk mencari Mbah Sugeng dan meminta bantuannya untuk sesuatu yang serius. Dery berfirasat jika perjalanannya kali ini tidak akan berjalan dengan mudah. Bukan hanya karena ini akan jadi kali pertamanya kembali ke gunung setelah ia memiliki kemampuan bisa melihat dan berinteraksi dengan para makhluk halus, tapi juga karena ada Zora yang akan ikut dengannya. Dery yakin kalau Zora masih diburu, dan berada di dekat Zora itu berarti Dery tidak akan aman. Karena itu, Dery takut sesuatu yang buruk terjadi padanya selama ekspedisi ini, sehingga ia rasa Engkong perlu tahu kemana tujuannya pergi dan untuk apa. Kini Dery sudah duduk di ruang tamu rumahnya, bersebelahan dengan Zora yang sudah mengenakan pakaian yang tadi diberikan oleh Dery. Walau pakaian itu sudah kekecilan untuk Dery, tapi ketika dipakai Zora yang bertubuh ramping tetap saja masih kebesaran. Anyway, kini penampilan Zora sudah jauh lebih tertutup. Memikirkan kata-kata Sharon tadi, Dery agak merasa bersalah karena baru meminjamkan Zora pakaiannya sekarang. Sial, Dery jadi merasa seperti seseorang mata keranjang. Padahal berani sumpah, kenyataannya nggak seperti itu kok! Dery cuma tidak kepikiran soal itu saja karena terlalu banyak yang terjadi akhir-akhir ini. Sekitar pukul sebelas, Engkong baru kembali ke rumah. Dery baru ingat kalau hari ini merupakan tanggal 1, jadi bisa ditebak kalau Engkong baru pulang dari mengambil uang pensiun bulanannya. Begitu mendengar suara motor Engkong berhenti di depan rumah, Dery spontan duduk tegak. Jantungnya dag dig dug sendiri. Bukan karena takut mau menceritakan perihal masalah ini, tapi lebih karena takut Engkong berpikir yang tidak-tidak setelah melihat Zora ada di sini. Takutnya nih ya, Engkong yang suka berpikiran absurd mengira kalau Dery menghamili Zora atau hal-hal gila semacamnya. Tebakan Dery tidak salah, saat Engkong masuk ke dalam rumah dan langsung disambut pemandangan Dery duduk bersebelahan dengan Zora, Engkong begitu terkejut hingga memegangi dadanya. "Ya Allah, Der, ini siapeee?" Tanya Engkong heboh. "Kenape lo dua-duaan di rumah sama cewek?! Mana pake segala pintu ditutup?! Mau m***m lo?! Kalau diliat tetangga bisa-bisa lo diarak, Der!!!" Tuh, lebay banget kan. Cepat-cepat Dery menarik engkong dan menyuruhnya untuk duduk di kursi ruang tamu. Dery bahkan sampai menutupi mulut Engkong agar Engkong tidak banyak bicara lagi, takutnya nanti ada tetangga yang dengar. Maklum lah, Dery dan Engkong tinggal di perumahan biasa yang rumahnya dan rumah tetangga dempetan. Kalau suara mereka terlalu keras, pasti tetangga sebelah bisa mendengarnya. Engkong sudah melotot marah pada Dery, tidak terima karena tiba-tiba ditarik dan didudukkan di hadapan Dery dan Zora. Sebelum Engkong marah-marah lagi, buru-buru Dery bilang, "Jangan salah paham dulu, Kong. Gue nggak ngapa-ngapain sama dia dan suer tekewer-kewer, enggak m***m sama sekali!" Dery sampai membentu lambang peace dengan telunjuk dan jari tengahnya. Engkong melirik Zora yang sedari tadi hanya duduk kaku dan tersenyum canggung. "Terus, siape?! Kenapa pake baju punya lo?!" Yaelahh, bisa-bisanya Engkong ingat sama baju yang padahal sudah lama sekali tidak dipakai olehnya. Dery pun garuk-garuk kepala, pusing sendiri kalau Engkong sudah berprasangka buruk. Kalau begini, yang bisa dilakukan yaaa langsung to the point.  "Namanya Zora, Kong...dan dia bukan manusia." Kali ini Engkong tertegun. Jelas saja, siapa yang tidak kaget jika diberitahu seperti itu di saat bentukan yang dilihat Engkong sendiri ya Zora itu selayaknya manusia normal. Zora sendiri sudah pernah menjelaskan bahwa di mata orang biasa, figur vampire yang dia miliki seperti netra berwarna peraknya tidak akan terlihat, jika ia memang tidak mau menunjukkannya. Hanya orang-orang seperti Dery saja yang bisa membedakan vampire dan manusia. Diamnya Engkong membuat Dery melanjutkan penjelasannya. "Gue tau Engkong pasti kaget banget dan mungkin juga ngira gue ngibul, soalnya ya emang susah buat dipercaya juga. Tapi dia emang bukan manusia walau keliatannya kayak manusia." "Terus ape?" Tanya Engkong dengan suara kecil. "Vampire." Dari raut wajah Engkong yang kini dipenuhi oleh kernyitan bingung, Dery tahu kalau Engkong tidak percaya dengan apa yang baru saja diberitahukan oleh cucunya. "Engkong mikirin mau percaya atau enggaknya nanti dulu deh. Sekarang, gue mau izin Kong. Gue sama Zora besok mau berangkat ke gunung Sumbing buat nemuin Mbah Sugeng, itu loh mbah-mbah yang waktu itu bantuin gue pas nyasar di hutan gunung Sumbing." Raut kebingungan Engkong berubah jadi marah. "Ngapain?! Lo sendiri kan bilang kalau lo trauma ke gunung gara-gara kejadian tahun lalu?!" "Panjang ceritanya, Kong. Intinya sih, Zora dan bangsanya lagi ada masalah, dan masalah itu menyangkut keamanan manusia juga," jelas Dery. "Engkong tau kan kasusnya Sharon waktu itu?" Engkong mengangguk. "Kasusnya udah nambah, Kong, dan bakal terus nambah kalau gue sama Zora nggak nemuin Mbah Sugeng. Bahkan, tadi pagi juga gue baru tau kalau...Pak Teguh, dosen bimbingan skripsi gue...juga ikut jadi korbannya, Kong..." Engkong menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, lantas terdiam dan terlihat berpikir keras. Informasi ini tentunya sulit dicerna oleh Engkong yang sudah tua dan selama ini selalu skeptis dengan hal-hal berbau supranatural. "Gue nggak mau jelasin detailnya, tapi intinya kalau masalah ini nggak diurus bisa jadi bahaya banget buat kita semua. Karena itu, Kong, gue mau pamit berangkat besok ke-" "Enggak." Engkong menggelengkan kepala, memotong penjelasan Dery. "Gue nggak bisa percaya begitu aja sama apa yang lo omongi tentang vampire atau apalah itu, tapi kalau urusannya udah bahaya, gue nggak bisa kasih izin lo pergi." Dery langsung berpindah tempat dan mendudukkan dirinya di lantai, persis di sebelah kursi yang diduduki oleh Engkong saat ini. "Tapi gue beneran harus nemuin Mbah Sugeng, Kong..." ujar Dery memelas. Diliriknya Zora. "Gue harus bantuin Zora dan harus ngelakuin sesuatu karena gue tau sebahaya apa kondisinya sekarang." Engkong menggelengkan kepala dengan tegas. "Kagak, Der. Kagak. Gue kagak mau lo ngambil resiko yang bisa nempatin lo dalam bahaya." "Tapi kalau gue nggak ngapa-ngapain, bisa-bisa Engkong yang bakal jadi korban selanjutnya. Gue juga nggak mau itu, Kong." Engkong pun melengos, dan Dery meraih tangan keriput kakeknya itu untuk mengenggamnya erat. "Gue cuma mau nganterin Zora ketemu Mbah Sugeng aja. Gue janji Kong, gue kagak akan kenapa-napa. Dan gue juga janji, ini bakal jadi terakhir kalinya gue berurusan sama hal-hal semacam itu. Setelah masalah ini selesai, gue bakal fokus sepenuhnya sama skripsi, lulus kuliah, dan kerja normal kayak yang Engkong mau." Dari cara Engkong yang masih tidak mau memandangnya dan menepis genggaman tangan Dery, menunjukkan bahwa Dery tidak berhaisl mengubah pikiran kakeknya itu. Engkong memang keras kepala dan tidak mudah dirayu. Sekali beliau menetapkan satu pilihan, maka pilihannya itu tidak akan berubah, bagaimana pun caranya. "Pokoknya, kagak," ulang Engkong sekali lagi. Jauh lebih dari tegas daripada sebelumnya. "Kalau lo coba-coba pergi, gue bakal benci sama lo dan jangan harap gue mau ketemu lo lagi. Paham?" Dery tidak mau mengatakan apapun karena semuanya sudah jelas, ia tidak bisa merayu Engkong lagi, dan izin pun tidak berhasil didapatkannya. Tatapan tajam Engkong pun beralih pada Zora yang sama sekali tidak bersuara sejak tadi, karena tidak mau semakin memperkeruh suasana. Engkong menatap Zora tidak suka, kemudian berujar, "Lo mending pergi dari rumah gue sekarang dan jangan cari Dery lagi." POP! Dery tersentak ketika suara itu terdengar...dan Zora menghilang. Sementara Engkong nyaris jantungan dan mengira dirinya gila setelah menyaksikan teleportasi vampire perempuan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN