Dery tahu kalau tidak seharusnya ia hanya diam saja di saat salah satu orang yang dikenalnya sudah menjadi korban. Ditambah lagi, terror bertambah karena para vampire itu sudah berani membunuh banyak orang dalam satu waktu sekaligus.
Perasaan Dery sungguh kacau. Kepalanya sakit, ia juga mual dan ingin muntah, dan pandangannya mengabur karena airmata. Entah sejak kapan Dery menangis, mungkin setelah ia melihat mayat mengerikan di dalam kelas itu dan berlari menjauh dari sana. Atau mungkin juga, Dery menangis karena tidak menyangka dari sekian banyak orang yang bisa dipilih sebagai korban, Pak Teguh adalah salah satunya.
Walaupun terkadang merasa sebal karena terus diingatkan skripsi oleh Pak Teguh, tapi Dery bisa bilang kalau Pak Teguh merupakan dosen pembimbing terbaik yang dimilikinya. Pak Teguh baik, perhatian, dan selalu ingin semua mahasiswanya lulus dari kampus secara tepat waktu dan dengan hasil yang memuaskan.
Dery tidak tahu bagaimana caranya Pak Teguh bisa menjadi korban, padahal kemarin siang beliau masih mengirimi Dery pesan dan menyuruhnya untuk bimbingan hari ini. Kejadian Pak Teguh ini, mirip dengan kejadian Sharon kemarin. Namun, kematian Pak Teguh jauh lebih mengguncang Dery. Bukan karena ia takut skripsinya akan terancam tidak selesai, sungguh Dery sama sekali tidak peduli dengan itu, tetapi ia merasa kalau Pak Teguh tidak pantas mengalami ini.
Semua korban itu, tidak pantas mati hanya karena para vampire itu kelaparan.
Benar-benar k*****t!
Begitu sampai di motornya, tangis Dery semakin menjadi. Ia sesenggukan, meluapkan semua rasa marah, dan sedih yang dirasakannya atas apa yang terjadi pagi ini. Beberapa mahasiswa yang baru datang ke parkiran keheranan melihat Dery yang menangis di atas motornya. Beberapa bahkan ada yang bertanya, namun Dery memilih tidak menjawab mereka. Toh, nantinya mereka akan tahu sendiri apa yang terjadi di dalam. Dan mungkin, mereka akan sama histerisnya dengan Dery.
"Dery!"
Dery menoleh ketika ada yang memanggilnya. Ternyata yang menghampiri adalah Banu dan Rachel. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan mereka, dan sudah lama juga mereka tidak membuat konten bersama. Apa yang terjadi belakangan ini membuat pekerjaan Dery jadi terbengkalai.
Banu dan Rachel nampak khawatir melihat Dery yang menangis.
"Kita baru aja datang, katanya Pak Teguh ditemuin meninggal?" Tanya Rachel panik.
Dery hanya mampu menganggukkan kepala.
"Terus, yang katanya ditemuin lima mayat di dalam kelas juga bener?" Kali ini Banu yang bertanya.
Dery menganggukkan kepala lagi. Tangisnya pun mereda karena kedatangan teman-temannya. Dan Dery sadar kalau Banu sudah stand by dengan kamera, seperti biasanya jika memang sedang dalam agenda ingin membuat konten untuk podcast di Youtube.
"Jangan bikin konten," ujar Dery, tegas. "Gue nggak mau lo ngerekam apapun yang terjadi di kampus hari ini, dan kalau bisa kalian juga jangan berada dekat-dekat lokasi kejadian sekarang."
"Tapi, Der-"
"Enggak, Rachel." Dery memotong ucapan temannya itu. Ia menggelengkan kepala. "Tolong, ikutin kata-kata gue."
"Emangnya ada apa sih? Lo tuh aneh banget akhir-akhir ini. Keliatannya sibuk banget dan nggak pernah mau diajakin bikin konten lagi. Lo bilang lo lagi riset, dan sekarang lo malah begini. Lo tau sesuatu kan, Der?"
Dery menghembuskan napas berat. Mau tidak mau, kepalanya terangguk untuk menjawab Banu.
"Iya, gue tau sesuatu yang berhubungan sama terror ini. Tolong ikutin aja kata gue, jangan ngerekam apapun tentang yang terjadi hari ini, dan jangan mendekat ke lokasi kejadian."
"Kenapa? Lo tuh jelasin ke kita dong!" Protes Rachel. "Selama ini juga lo selalu kasih tau kita tentang semua kejadian mistis yang ada. Kita nggak pernah takut sama hantu!"
"Masalahnya pelaku terror ini bukan hantu!" Seru Dery keras, bahkan lebih keras dari yang diinginkannya. Rachel dan Banu terdiam, sementara Dery melanjutkan lagi dengan suara yang lebih kecil, "Dan pelakunya masih berkeliaran di sini. Lebih dari satu."
***
Dery tidak tahu sejak kapan ia memiliki kemampuan ini, tapi sekarang matanya bisa mendeteksi vampire di antara para manusia dengan begitu saja. Ia baru menyadarinya ketika tadi berlari meninggalkan ruangan kelas tempat lima mayat ditemukan menuju tempat parkir, dan secara tidak sengaja Dery menabrak seseorang di koridor.
Nyaris saja Dery menganggap kalau orang itu manusia biasa. Bahkan ketika Dery memandangnya untuk menggumamkan maaf pun, perempuan yang ditabraknya terlihat seperti perempuan biasa yang bertubuh kecil dan pendek. Rupanya seperti manusia biasa dan terlihat lugu. Tidak ada mata berwarna merah atau gigi taring yang terlihat. Perempuan itu benar-benar terlihat seperti manusia biasa.
Hanya saja, setelah mereka berpapasan, ada sekelebat rasa dingin yang menusuk Dery. Lantas, ia menyadari jika samar-samar, tubuh perempuan itu diselubungi aura tipis berwarna kemerahan yang tidak dilihatnya dalam manusia lain. Lalu, dalam larinya menuju lapangan parkir, tidak ada hanya satu manusia dengan aura kemerahan itu saja yang ditemukan oleh Dery. Beberapa ditemukannya menyebar di sekitar kampus, dan Dery sadar kalau mereka adalah vampire ketika ia tidak sengaja melakukan eye contact dengan salah satu dari mereka, kemudian sekilas ia melihat warna merah pada matanya.
Yang dikatakan Dery kepada Banu dan Rachel bukan lah bohong belaka. Ia memang tidak menjelaskan lebih detail kepada mereka karena situasinya tidak aman, tapi ia bersungguh-sungguh ingin Rachel dan Banu berhati-hati. Tidak menutup kemungkinan, mereka bisa jadi korban selanjutnya.
Rachel dan Banu tidak pernah melihat Dery seserius itu, hingga akhirnya mereka memilih untuk tidak mendebat Dery lagi, dan menurut untuk tidak datang ke lokasi kejadian. Bahkan, Rachel dan Banu juga tidak menolak ketika Dery menyuruh mereka untuk pulang dan sebisa mungkin tidak keluar saat malam hari.
Mereka memilih percaya pada Dery karena memang Dery mengetahui sesuatu yang besar.
Setelah dirinya tenang dan setelah memberi peringatan kepada Rachel dan Banu, Dery bergegas pulang ke rumah. Ia sudah tidak peduli lagi dengan skripsinya, karena Pak Teguh juga sudah tidak ada. Yang diinginkan oleh Dery hanya lah bertemu Zora dan membahas segalanya.
Di sepanjang perjalanannya menuju ke rumah, Dery kian dibuat takjub dengan penglihatan barunya ini. Ia melihat orang-orang dengan aura kemerahan tipis seperti yang dilihatnya di kampus tadi, juga berada di berbagai tempat yang dilaluinya. Bahkan, mereka membaur dengan manusia dan nyaris terlihat seperti manusia. Ada yang jadi tukang ojek, pegawai kantoran, hingga penjual makanan di pinggir jalan.
Selain itu, Dery juga melihat orang-orang dengan warna aura samar yang berbeda, seperti biru, emas, dan abu-abu. Tapi, ia tidak tahu apa artinya. Satu hal yang Dery tahu, manusia biasa tidak memiliki aura seperti itu.
Begitu sampai di rumah, ternyata Engkong sedang tidak ada, sehingga Dery harus masuk menggunakan kunci cadangan miliknya. Syukurnya, Zora berada di kamarnya ketika Dery datang. Kalau vampire itu sedang kelayapan lagi, Dery yang akan stress sendiri karena tidak tahu harus mencarinya dimana.
"Tadi saya hampir ketahuan sama kakek kamu. Tiba-tiba dia masuk ke dalam kamar, untung saja saya berhasil menghilang sebelum ketahuan."
Dery mengibaskan tangannya saja. "Itu nggak penting sekarang."
Selama ini memang Dery berusaha menyembunyikan keberadaan Zora di dalam kamarnya dari Engkong, tapi kalaupun ketahuan, itu tidak akan jadi masalah yang berarti dibandingkan dengan apa yang terjadi pagi ini.
"Keadaannya gawat, Zora," ujar Dery serius. Ia menarik kursi belajarnya dan membuat dirinya duduk berhadapan dengan Zora yang saat ini duduk di tepi tempat tidur.
Sharon yang semula ada di sudut kamar pun bergerak mendekat, berdiri di samping Zora karena ingin tahu kabar yang akan disampaikan oleh Dery.
Sebelum memberitahu mereka, Dery terlebih dahulu memerhatikan Zora untuk membuktikan asumsi dari penglihatan yang didapatnya tadi. Jantung Dery langsung berdetak dengan cara yang tidak nyaman begitu ia menyadari bahwa Zora juga memiliki aura tipis itu yang menyelubungi tubuhnya. Dan warnanya merah, sama seperti orang-orang (atau tepatnya vampire-vampire) yang Dery lihat di kampus dan jalanan tadi, bedanya aura milik Zora juga bercampur dengan warna keperakan.
"Ada banyak banget yang mau gue omongin, karena banyak juga yang terjadi pagi ini," ujar Dery akhirnya.
Zora diam, tapi mata bulatnya memandang Dery penasaran.
Sementara Sharon yang juga penasaran pun nyeletuk, "Lo abis nangis ya? Kenapa? Draft skripsi lo nggak diterima?"
Dery hanya bisa menghembuskan napas sebal dan mendelik pada Sharon, namun ia memilih untuk tidak menanggapinya. Sharon versi hantu memang tidak semanis ketika masih hidup.
"Pak Teguh meninggal. Penyebabnya? Sama kayak lo."
Begitu Dery menyampaikan itu, Sharon terdiam. Zora pun tidak mengatakan apa-apa, walau Dery yakin sebenarnya Zora tidak tahu siapa Pak Teguh.
"Oh, nggak cuma itu," lanjut Dery. "Selain Pak Teguh, ditemuin juga lima mayat lain di kampus dengan kondisi yang sama."
"What the fuck..." umpat Sharon. Ia beralih pada Zora. "Apa lo bener-bener nggak tau gimana caranya bikin kelakuan tunangan lo itu berhenti? Makin hari terror dari dia makin parah! Kalau begini caranya, semua orang bakal nggak aman lagi, termasuk orang tua gue!"
"Juga Engkong gue, dan teman-teman gue." Dery menambahkan.
Tatapan Zora berubah sendu dan tertuju pada Dery. "Sudah saya bilang, semakin mendekati bulan merah, perburuan Javon akan semakin menjadi-jadi."
"Emang Javon anjeng!" Sungut Dery marah.
"Dia vampire, bukan siluman anjing." Sharon mengoreksi.
"Mending lo diem deh, Sher, daripada gue usir."
Sharon langsung tutup mulut. Dery yang biasanya cengar-cengir jadi seram juga kalau sudah serius dan marah seperti ini.
"Pagi ini, gue juga punya kemampuan baru." Dery menunjuk aura tipis yang mengelilingi tubuh Zora, yang bahkan Sharon dan Zora sendiri tidak bisa melihatnya. "Gue bisa ngenalin vampire sekarang, karena ada aura tipis warna merah yang menyelimuti kalian. Bedanya, aura Zora campuran antara warna merah dan perak."
"Kok bisa?" Sharon tetap tidak tahan untuk tidak bertanya penasaran.
Dery menggelengkan kepala. "Gue nggak tau. Tiba-tiba gue dapat penglihatan itu setelah liat mayat Pak Teguh dan lima lainnya di kampus. Tapi tentang kemampuan gue itu nggak penting, masalahnya ada beberapa vampire yang gue liat ada di sekitar kampus. Dan gue rasa, itu bukan pertanda yang baik. Korban bisa semakin bertambah lagi setelah ini."
Cukup lama Zora terdiam dan hanya menunduk memandangi kakinya. Geram karena Zora tidak kunjung bicara, Dery pun menyikut vampire itu.
"Lo jangan diem aja dong," tegurnya.
"Maaf..." gumam Zora, terlihat merasa bersalah. "Sebenarnya, selama ini vampire memang tinggal membaur bersama kalian. Manusia biasa memang tidak akan bisa mengenali kami, dan selama ini memang vampire tidak pernah melakukan perburuan secara terang-terangan, sebelum rencana Javon untuk bulan merah nanti. Saya rasa, ada dua kemungkinan kenapa terror vampire di kampus kamu semakin parah. Pertama, pasukan Javon ingin semakin menguatkan diri lewat perburuan ini. Dan kemungkinan kedua, mereka melakukan itu sebagai peringatan untuk saya."
Zora menarik ujung kemeja yang dikenakan oleh Dery, sorot matanya memelas, dan ia terlihat hampir menangis ketika berujar, "Sepertinya...Javon sudah berhasil melacak keberadaan saya karena saya sudah membunuh salah satu pasukannya untuk menolong kamu waktu itu."
Detak jantung Dery semakin kencang, bahkan ia rasa hampir mendengar dengan jelas suara detak jantungnya sendiri. Dery merasa sulit untuk bernapas sekarang. Hidupnya sudah tidak lagi aman karena ada raja vampire yang kemungkinan besar akan menyerang mereka semua dalam waktu dekat.
Hanya satu hal yang bisa dipikirkan Dery sebagai solusi.
"Kita harus pergi dari sini, harus cari cara untuk membuat Javon dan pasukannya berhenti." Dery memegangi kedua bahu Zora dan menatap lurus tepat di manik mata perak perempuan itu. "Gue nggak kuat dan mungkin nggak bisa bantu banyak. Tapi, gue bakal bantu lo untuk bebas dari Javon, dan ngebunuh raja k*****t itu!"
Iya, kini Dery berubah pikiran.
Walau ia tidak tahu harus apa, walau ia tidak kuat dan takut mati, tapi Dery akan mencari cara untuk membunuh Javon dan pasukannya. Bahkan jika harus mencari bantuan hingga ke ujung dunia pun, Dery akan melakukannya.
Demi Sharon, Pak Teguh, keselamatan Engkong, dan semua manusia yang tidak berhak untuk jadi mangsa dari Javon dan pasukannya.