Apakah Dery akan menuruti perkataan Engkong dan batal pergi untuk menemui Mbah Sugeng? Jawabannya, tentu saja tidak. Keputusannya untuk membantu Zora menghentikan Javon sudah bulat, karena itu ia akan melakukan apapun untuk mencapai tujuan tersebut.
Dery tahu kalau Engkong pasti akan marah besar karena Dery sudah melawan kata-katanya. Tapi, urusan Engkong bisa dipikirkan nanti. Setelah masalah ini selesai, Dery akan menemui Engkong dan bersujud memohon maaf dan ampun karena sudah melawan kata-katanya. Semarah-marahnya Engkong, Dery yakin kalau dirinya pasti akan dimaafkan. Selain itu, Dery juga akan menepati kata-katanya pada Engkong untuk menjadikan ekspedisi sebagai kasus terakhirnya dalam mengurusi hal-hal mistis.
Setelah ini, Dery akan kembali ke hidupnya dulu yang biasa saja. Ia akan fokus pada skripsinya, lulus kuliah, dan mencari pekerjaan yang normal. Untuk mencapai itu, yang perlu dilakukan tentu saja menghilangkan terror dari Javon dan pasukannya.
Dery sendiri sudah menyusun rencana dengan Zora. Ia sudah berekspektasi kalau Engkong akan tidak setuju. Karena itu, Dery bilang kepada Zora jika nantinya mereka mendapat penolakan dari Engkong, maka Zora harus pura-pura pergi, lalu pada malam harinya Zora membantu Dery untuk kabur dari rumah.
Engkong...maaf karena gue udah bandel dan nggak mau nurut sama kata-kata lo. Tapi, gue harus pergi karena ini penting banget, Kong. Suer bakal balik dalam keadaan baik-baik aja kok! Gue juga bakal pegang janji gue jadi plissss jangan marahhhh.
Babay Engkong. Tiga atau empat hari lagi gue balik.
- Dery
Hanya selembar surat dengan kata-kata itu yang ditinggalkan Dery di atas meja ruang tamunya sebelum ia mengendap-endap keluar saat tengah malam, ketika Engkong sudah tertidur nyenyak.
Syukurnya, Dery berhasil kabur tanpa ketahuan. Dery pergi tanpa motor, karena jelas saja ia tidak bisa menyalakan motornya jika tidak mau ketahuan oleh Engkong. Jadi, coba tebak dengan apa Dery pergi meninggalkan rumah di waktu tengah malam yang berbahaya? Yak, jawabannya Dery bakal ikut Zora berteleportasi.
"Apa beneran bisa?" Tanya Dery pada Zora dalam sebuah bisikan.
Perempuan itu kini sudah mengulurkan tangannya pada Dery, mengajak laki-laki itu untuk berteleportasi bersamanya. Sejujurnya Dery ragu kalau Zora bisa melakukan itu. Selama ini memang Zora selalu berteleportasi kesana kemari, tapi itu kan karena Zora hanya membawa dirinya sendiri. Karena itu Dery sangsi jika Zora juga bisa membawanya untuk ikut berteleportasi.
"Bisa kok." Zora meyakinkan Dery, lalu tanpa aba-aba, diraihnya tangan Dery untuk digenggam.
Belum sempat Zora ditanya sudah siap atau belum, Dery sudah terlebih dahulu merasa seolah dirinya disedot dan diaduk-aduk di udara. Ia mau teriak sekencang-kencangnya, tapi sebelum sempat melakukan itu, tiba-tiba saja mereka sudah mendarat di tempat lain.
Dery langsung memegangi kepala dan perutnya. Tiba-tiba merasa pusing dan mual.
"Untuk ukuran orang yang baru pertama kali teleportasi, efek sampingnya memang mual dan muntah." Zora menjelaskan. Tapi, penjelasannya itu terlambat. Seharusnya Dery sudah diberitahu soal itu sebelum mereka berteleportasi tadi, bukannya sekarang di saat Dery sudah merasakan itu semua.
Setelah pulih dari rasa pusing dan mualnya, Dery pun baru sadar bahwa dirinya dan Zora sekarang berada di sebuah kamar hotel yang kosong.
"Kamu bilang besok pagi kita masih harus menemui beberapa orang lagi sebelum berangkat, jadi saya bawa kamu ke sini supaya kami bisa istirahat dulu," jelas Zora, menjawab keterkejutan Dery. "Sewaktu kamu usir saya waktu itu, saya juga pernah berteleportasi ke kamar hotel yang kosong seperti ini. Tidak akan ada yang tau kalau kamu ada di kamar ini sekarang dan tidur di sini."
Dery spontan nyengir setelah Zora menjelaskan itu. Senang dia karena dibawa ke kamar hotel yang bagus. Entah di hotel apa, tapi Dery menerka jika ini hotel bintang empat. Zora bahkan memilih kamar dengan twin bed. Jadi, mereka tidak akan berada di kasur yang sama.
Usai melepaskan tas gunung yang sudah gemuk karena penuh dengan berbagai macam keperluan untuk mereka berangkat besok, Dery pun langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang seolah membuat tubuhnya tenggelam karena terlalu empuk. Namanya juga kasur hotel, tentu saja nyaman bukan main.
Zora juga sudah duduk di kasurnya yang ada di sebelah Dery dan berbaring di sana. Dery sih tidak tahu ya apakah vampire bisa lelah dan butuh tidur, tapi sepertinya Zora lelah. Karena ia terlihat begitu. Kalaupun bukan lelah secara fisik, Zora pasti lelah secara mental.
"Gue tidur dulu, mau nabung energi buat besok," pamit Dery pada Zora.
Si vampire hanya menganggukkan kepalanya saja.
Tetapi, baru juga Dery hendak memejamkan mata, tiba-tiba saja ia dibuat terkejut oleh kemunculan Sharon yang tiba-tiba saja persis di depan wajahnya. Dery nyaris berteriak, tapi untung masih ingat kalau dirinya penyusup di kamar hotel ini sehingga tidak boleh berisik kalau tidak mau ketahuan.
"APAAN SIH KOK NGAGETIN?" Sungut Dery sebal.
Dery baru ingat kalau Sharon juga masih berada di sini dan menempel dengan Dery. Bahkan, ia juga ikut berteleportasi tadi.
Sharon tersenyum, lantas berujar, "Cuma mau ngingetin kalau besok jangan bangun kesiangan, soalnya kan mau ketemu keluarga gue."
"IYE!"
Hanya itu balasan yang diberikan oleh Dery, sebelum dirinya menutupi wajah dengan selimut tebal hotel yang super nyaman.
***
Seperti yang diingatkan oleh Sharon semalam, pagi ini memang Dery hendak bertemu dengan orang tua Sharon, sekaligus mengantarkan arwah Sharon ke rumahnya. Tentu saja Dery tidak bisa membiarkan Sharon menempel padanya di saat ia hendak pergi ke gunung. Bisa-bisa, energi Sharon habis dan ia akan menghilang karena tidak sanggup menahan tekanan energi yang jauh lebih kuat daripada makhluk halus lain yang berasal dari sana.
Dery sendiri sudah mengabari orang tuanya Sharon kalau pagi ini ia akan datang menemui mereka untuk memberitahukan sesautu. Tentu saja mereka dengan senang hati mau menerima Dery bertamu pagi-pagi buta.
Kali ini, Dery hanya datang sendirian saja ke rumah orang tua Sharon itu. Ia bahkan tidak mau ditemani oleh Zora dan menyurh perempuan itu untuk bersembunyi di suatu tempat agar selagi menunggu Dery selesai dengan urusannya. Yah, sebenarnya sih, Dery datang bersama Sharon, tapi tentu saja Sharon tidak dihitung karena tak terlihat.
Begitu sampai di kediaman keluarga Sharon, Dery langsung disambut dengan baik, bahkan diajak sarapan bersama. Berhubung Dery memang belum sarapan dan ia harus menghemat uang selama perjalanannya nanti, maka Dery pun menerima ajakan sarapan tersebut.
Akhirnya, mereka memilih mengobrol sambil sarapan.
"Jadi, gimana Dery? Apa kamu sudah tau sesuatu?" Herlambang langsung menanyakan itu begitu dilihatnya Dery sudah selesai menghabiskan sepiring nasi goreng yang disuguhkan untuknya sebagai sarapan.
Lina, istri Herlambang, yang duduk di sebelahnya pun memandangi Dery dengan serius dan penuh rasa penasaran. Selama yang dipandang justru santai saja dan masih sempat-sempatnya menenggak jus jeruk sebelum akhirnya siap untuk memulai obrolan.
Dery terlebih dahulu melirik Sharon yang duduk di sebelahnya sedari tadi, namun tidak kelihatan sama sekali.
"Saya datang ke sini memang mau membahas masalah itu, Om, Tante," ujar Dery. "Sebenarnya, saya sudah tahu siapa, atau tepatnya apa yang sudah membunuh Sharon."
Herlambang dan Lina nampak tertegun sebentar. Kedua mata mereka pun berkaca-kaca, membuat Sharon yang ada di sebelah Dery langsung sedih.
"Kita sudah liat berita, katanya ada banyak korban lain yang sama seperti Sharon," ujar Herlambang kemudian. "Apa pembunuhnya sama?"
Kepala Dery terangguk. "Walau nggak sama orangnya, tapi mereka satu bangsa."
"Bukan manusia?'
"Bukan manusia."
Airmata pun jatuh membasahi pipi ibunya Sharon, membuat Sharon berpindah mendekat ke arah ibunya, memeluk beliau meski sebenarnya tidak bisa.
Dery pun melanjutkan penjelasannya. "Saya nggak bisa menjelaskan secara detail siapa dan apanya, Om, Tante. Walau saya sendiri sudah tahu, tapi saya pun belum ketemu dengan yang sudah membunuh Sharon."
"Tidak apa-apa, Nak Dery." Herlambang berusaha keras menyunggingkan senyum. "Yang penting kami sudah tahu intinya kalau memang Sharon dibunuh."
Melihat raut kesedihan di wajah orang tua Sharon membuat semangat dan motivasi Dery kian meningkat. Ia sangat ingin menghentikan Javon agar tidak ada lagi orang tua lain yang harus merasakan penderitaan kehilangan anak-anak mereka karena ulah vampire tidak beradab. Mereka semua tidak pantas untuk itu.
"Cuma itu yang bisa saya kasih tau ke Om dan Tante." Perhatian Dery terfokus kepada Sharon yan berada di tengah orang tuanya ketika ia mengatakan itu. Maka, Dery pun melanjutkan, "Saya juga mau bilang kalau Om dan Tante jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Karena kalau kalian sedih, Sharon juga pasti bakal sedih. Om dan Tante tenang aja, saya janji bakal memburu yang sudah membunuh Sharon dan membuatnya menyesal karena sudah membunuh teman saya."
Lina dan Herlambang tersenyum penuh rasa terima kasih kepada Dery.
"Terima kasih banyak, Dery."
Dery tersenyum. "Saya janji, Om, Tante, saya bakal cari pelakunya. Supaya Sharon juga bisa tenang di alam sana."
Sharon menoleh pada Dery dan ikut menyunggingkan senyum padanya. Bahkan, Sharon juga menggumamkan terima kasih tanpa suara kepada Dery.
"Saya mohon doanya ya, Om, Tante, semoga urusan saya bisa dilancarkan. Saya bakal terus berusaha demi Sharon."
Ketika Dery berpamitan pulang, orang tua Sharon mengantarkannya hingga ke pintu depan. Bahkan, Herlambang juga memberikan Dery sebuah pelukan penuh rasa terima kasih karena sudah mau memberitahu mereka mengenai informasi tentang kematian Sharon yang dia tahu.
Dery senang karena orang tua Sharon percaya padanya. Padahal, kebanyakan orang tua pasti akan menganggap Dery gila jika tahu apa yang Dery bicarakan pada mereka tadi.
Sharon juga ikut mengantarkan Dery ke depan, bahkan ketika orang tuanya sudah kembali ke dalam rumah pun, Sharon masih berada di samping Dery.
Di balik tembok pagar rumah Sharon, sudah ada Zora yang menunggu. Sharon mengantarkan Dery sampai sana.
"Dery, makasih banyak ya buat semuanya," ujar Sharon secara tulus kepada Dery. "Kalau waktu itu nggak ketemu, mungkin sampai sekarang gue masih jadi hantu ling-lung."
Dery terkekeh. "Santuy," ujarnya enteng. "Baik-baik lo di rumah, jangan kangen gue."
Sharon tersenyum. "Lo yang harusnya baik-baik aja nanti. Pokoknya, lo harus balik lagi ke rumah dalam keadaan selamat, dan lo juga harus tangkep vampire yang udah bunuh gue supaya urusan gue di dunia ini selesai."
"Hadehhh, lo banyak maunya. Bayar juga enggak."
Sharon cemberut. "Pokoknya janji ya? Jawab dong!"
"Iye, janjiii!" Sungut Dery.
Sebagai balasan, Sharon hanya tersenyum saja, kemudian ia kembali masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan riang. Sharon senang sekali karena Dery mengembalikannya ke rumah. Dery hanya bisa berdoa saja semoga Sharon tidak akan mengajak bertengkar hantu-hantu lain di rumahnya itu.
Zora langsung menyambut ketika Dery sudah sepenuhnya keluar dari gerbang rumah Sharon. Perempuan itu terlihat secantik kemarin-kemarin, meski pakaiannya kini sudah lebih manusiawi. Zora memberikan Dery tas gunungnya dan Dery langsung menggendong tas besar itu di kedua bahu.
"Siap?" Tanya Zora.
Dery terlebih dahulu menghembuskan napas sebelum menganggukkan kepala.
"Siap," katanya.
Bersama Zora, Dery pun memulai ekspedisinya ke gunung Sumbing untuk menemui Mbah Sugeng.