Episode 4 : Pesan Mesra

1392 Kata
 “Belum juga sehari ditinggal suami, sudah dapat cobaan pesan mesra seperti ini?” Episode 4 : Chating Mesra Dering pesan WA masuk, terdengar dari ponsel Fina, ketika wanita ayu itu baru saja menggantung mukenanya menggunakan hanger, di sebelah lemari pakaian. Dan kenyataan tersebut sukses membuat wajah Fina menjadi berseri-seri, seiring hati wanita itu yang juga sampai menjadi berbunga-bunga. Setelah selesai dengan kesibukannya menggantung mukena, Fina berangsur balik badan. Ia melangkah bersemangat menuju keberadaan nakas yang ada di sebelah tempat tidur. Di sana, lampu bagian atas layar ponselnya tampak berkedip-kedip, yang berarti, ada pemberitahuan baru. “Baru juga empat jam, sudah kirim pesan … dasar bayi bangkotan!” gumam Fina yang menjadi semakin gemas pada suaminya. Boleh dibilang, meski laki-laki, Rafael justru jauh lebih manja dari Fina. Terlebih, jika pria itu sudah memiliki keinginan. Namun yang membuat Fina cukup panik, tak lain perihal nama kontak nomor ponsel Rafael yang masih ia namai “Kafur”. “Kiamat aku, kalau Rafael sampai tahu. Harus ganti sekarang!” gumam Fina ketar-ketir. Dan ia buru-buru meraih ponselnya. Fina memang berniat mengganti nama kontak milik Rafael yang akan ia namai “Hubby” sesuai permintaan pria itu. Hanya saja, yang membuat Fina bingung, kenapa pesan WA yang masuk, justru dari nomor baru dan bukan dari nomor Rafael yang masih ia namai “Kafur”? +628 … : Pagi, Sayang? “Pagi, Sayang?” ulang Fina seiring bibirnya yang mengerut. “Siapa ini ...?” batinnya yang sampai mengerutkan dahi. Terlebih selain kata-katanya cukup asing berikut nomor pengirim merupakan nomor baru, nomor ponsel Fina juga sangat rahasia. Tidak sembarang orang tahu dan memang hanya Rafael, selain keluarga mereka saja. “Masa iya, Rafael sampai ganti nomor demi belajar mesra?” pikir Fina masih mengira-ngira.  “Kalaupun itu Rafael, pasti dia bakalan telepon dan marah-marah karena aku cuekin. Ya sudahlah … mau siap-siap yoga. Takut sudah ditungguin sama mama.” Fina memilih mengabaikan pesan tersebut dan segera mengubah kontak “Kafur” yang belum ia ubah, menjadi “Hubby” Mimih : By, … aku mau yoga sama mama. Sudah ditungguin dan disapkan segala macamnya, termasuk pakaiannya. Tapi aku enggak bawa ponsel. Jangan marah, ya? Hubby : Iya, Mih. Aku masih rapat. Hari ini, aku bakalan sibuk banget   Balasan dari Rafael sukses membuat Fina kebingungan. Rafael membalas dan mengatakan akan rapat, terlepas dari cara panggil suaminya yang tetap sama, bukan Sayang? Lantas, tadi itu nomor siapa? Fina jadi tambah yakin nomor tadi bukan nomor Rafael. Mimih : Iya, … tetap semangat buat puasanya ♥️ ***  Setelah hampir satu setengah jam menjalani yoga di lantai bawah, di teras yang menghadap kolam ikan koi dan sekelilingnya merupakan hamparan taman, Fina pun berangsur meninggalkan Mey. Mereka berpisah setelah sama-sama mengantar pelatih yoga mereka, hingga keluar ambang pintu. “Fina, ... langsung istirahat, ya. Mama lupa kalau kamu puasa. Kalau ada apa-apa telepon mama, ya,” seru Mey yang sebenarnya sudah melangkah menuju kamarnya yang ada di lantai bawah. Fina yang sudah melewati separuh anak tangga menuju lantai atas segera menoleh sambil berseru, “iya, Mah … makasih.” “Terus, jangan dipaksa puasanya kalau kamu memang enggak kuat. Mama takut kamu sampai pingsan,” seru Mey lagi.  Bagi Mey, sebuah keluarbiasaan ketika ada orang yang melakukan banyak rutinitas bahkan bekerja keras, sampai tetap bisa puasa. Terlebih, satu jam saja tidak mengonsumsi makanan atau camilan, Mey bisa menjadi lemas bahkan sampai berkeringat. “Iya, Mah … makasih, ya?” balas Fina lagi. Fina merasa sangat beruntung lantaran keluarga Rafael menerimanya dengan sangat baik. Bahkan tadi, saking pedulinya Mey kepada Fina, pelatih yoga yang juga baru Mey kenal, sampai menyangka Fina sebagai anak kandung Mey. Dan kini, Mey masih melangkah tak ubahnya robot. Sebab lantaran efek baru pertama mencoba yoga, tubuhnya mendadak terasa kencang semua lantaran belum terbiasa. “Tapi kok, si Fina kelihatan enjoy-enjoy saja? Atau jangan-jangan … si Fina cuma pura-pura enjoy, padahal sebenarnya, tubuhnya juga mendadak sakit?” pikir Mey. Mey takut, Fina hanya pura-pura. Menantunya itu pura-pura baik-baik saja, padahal sebenarnya, Fina juga sudah sakit tubuh layaknya dirinya? “Tapi bentar deh … aku duduk sama minum dulu,” ucap Mey sembari duduk di sofa yang ada di depan kamarnya.  Mey meraih satu botol air minum kemasan berukuran satu setengah liter yang ada di meja sebelahnya. Dengan kenyataannya yang masih lemas, ia membuka tutup botolnya sebelum akhirnya menenggaknya. “Fina enggak boleh kelelahan. Dia juga enggak boleh sampai stres biar tetap sehat dan hamil pun sehat,” pikir Mey yang berangsur mendapatkan kesegaran luar biasa setelah nyaris menghabiskan separuh isi dari botol minumnya. Mey sampai berpikir mengajak Fina jalan-jalan, biar menantunya itu bisa menjadi wanita yang jauh lebih bahagia. “Tapi kalau jalan-jalan, Fina kan lagi puasa?” gumamnya sembari mengelap keringat di wajah dan sekitar lehernya. “Ah … kalau begitu, besok pas mau buka puasa, aku ajak Fina jalan-jalan sekalian shopping!” Dan bagi Mey, apa yang baru saja ia putuskan merupakan keputusan tertepat. ***  Fina yang baru sampai kamar, mendapati lampu pemberitahuan di ponselnya berkedip-kedip. Bahkan tak lama setelah itu, ponsel yang masih berada di nakas sebelah tempat tidur itu kembali berdering. Dering tanda pesan masuk. Dengan rasa lelah yang berangsur membuat tubuhnya jauh lebih segar dan tak ada lagi rasa pegal-pegal, Fina pun melangkah cukup terseok menuju keberadaan ponselnya. Ia melakukannya sambil terus menatap penasaran ponselnya yang mendadak ramai pesan masuk, sambil mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil yang menghiasi bahu kanannya. Ketika Fina berhasil meraih ponselnya, ternyata masih pesan masuk nomor baru yang tadi. Ada lima pesan yang kurun waktu pengirimannya belum terlalu lama. +628 … : Sayang, kok cuma dibaca? +628 … : Sayang, balas dong … aku kangen! +628 … : Masa iya, kamu tega sama aku? +628 … : Aku mohon, balas. Kita harus berbicara. Aku beneran kangen kamu. Fina : Maaf, Anda salah sambung. Dan tolong, jangan menghubungi nomor ini lagi. Sebenarnya, pesan-pesan tersebut sudah sukses menyulut emosi Fina. Bahkan ketika membalasnya, Fina juga sampai emosi.Terlebih baginya, pesan mesra yang tertuju padanya akan terasa menjijikan jika itu bukan dari Rafael. Dan Fina baru akan berlalu dan berniat masuk kamar mandi, ketika ponselnya kembali mendapatkan pemberitahuan dering tanda pesan masuk. “Kalau masih dari nomor tadi dan sampai ngenyel, aku blokir!” gerutu Fina. Benar saja. Masih dari nomor tadi. Fina pun kembali membuka obrolan pesan mereka. +628 … : Kenapa salah sambung? Ini Fina, kan? Fina Mentari Dewi? Membaca itu, Fina menjadi tidak baik-baik saja. Fina merasa jika nomor tersebut hanya akan memberi dampak buruk untuk kehidupannya, tanpa terkecuali hubungannya dengan Rafael. Jadilah, Fina benar-benar memblokir nomor tersebut seperti keputusan sekaligus tujuan awalnya. “Jangan-jangan, Bian? Dia nekat ganggu aku karena masih belum rela melepasku? Apa-apaan?!” cibir Fina yang sampai menjadi merasa sangat gondok.  Satu-satunya orang yang Fina curigai memang Bian. Sebab, meski Bian bukan satu-satunya pria dari masa lalunya lantaran masih ada Ipul, tetapi Fina hafal cara sekaligus tingkah Ipul, terlebih bau badan pria nyeleneh itu. Fina hafal setiap cara Ipul memperlakukannya bahkan sekadar pesan. Terlebih, Ipul juga memiliki panggilan yang sangat berbeda dari kebanyakan. Mai oli wan dek Fina--ya, itulah panggilan khusus yang Ipul berikan kepada Fina. Akan tetapi, di sorenya, Fina kembali mendapat pesan masuk dari nomor baru. Pesan masuk yang juga tidak jauh berbeda dari nomor sebelumnya.  “Apa-apaan, sih? Siapa yang nyebarin nomor ponselku!” gerutu Fina yang kemudian sibuk menghela napas sambil terus beristifar. “Sabar, Fin … kamu sedang puasa.” Fina tak hentinya mengelus d**a. “Belum juga sehari ditinggal suami, sudah dapat cobaan pesan mesra seperti ini? Ya sudahlah … nanti kalau sudah buka puasa, aku coba bahas ini ke Rafael.” ***  “By, … kamu ada waktu?” tanya Fina sambil menatap saksama Rafael di layar ponselnya. Mereka sedang melakukan panggilan video sembari berbuka puasa bersama meski dari tempat yang berbeda. “Waktu bagaimana? Aku kan sedang videoan sama kamu?” balas Rafael sembari menikmati sop buahnya. Kedua matanya terus fokus pada Fina, kendati tangannya sibuk menyendokkan sop buahnya ke mulut. “Ya ampun …,” keluh Fina lantaran nomor baru yang terus mengiriminya pesan juga kembali mengirim pesan. Ia mendapati pemberitahuan pesan baru dan itu dari nomor yang sama, di layar ponselnya. “Kenapa, Mi?” balas Rafael sambil mengerutkan dahi. Ia menatap bingung istrinya. “By, … ada nomor baru. Dan dalam sehari ini ada dua nomor baru yang kirim pesan-pesan mesra ke aku,” ucap Fina yang sebenarnya belum selesai bercerita, lantaran Rafael langsung berucap tegas. “Blok!” “Sudah, By … tapi ini ada yang baru lagi,” balas Fina yang menjadi bersedih. “Kok bisa?” balas Rafael tanpa bisa menyembunyikan rasa herannya. “Aku juga enggak tahu, By. Makanya aku minta waktu ke kamu, buat bahas ini. Apalagi kita lagi enggak bareng.” Fina tak kuasa menahan rasa takutnya. Fina takut, nomor baru yang nekat terus mengiriminya pesan itu memang sengaja mengganggu, bahkan parahnya sengaja menghancurkan hubungan Fina dengan Rafael.  “Kasih nomornya ke aku. Biar aku lacak!” pinta Rafael. Dan kali ini, Rafael benar-benar marah, lantaran Fina sampai terlihat ketakutan. Fina hampir menangis karena ketakutan sedangkan sejauh ini, Rafael selalu ingin memanjakan sekaligus membahagiakan istrinya. Sungguh, Rafael tidak akan membiarkan nomor itu begitu saja! Bersambung ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN