Bab 6

833 Kata
Syifa menampakkan diri dengan wajah masam dan karena Hali menyadari hal itu, dia pura-pura tidur. Dia terdiam melihat pada Hali kemudian menggaruk kepalanya tak gatal. Apa yang harus Syifa lakukan? Syifa mendesah kecewa. Dia memutuskan untuk mengambil Rey secara perlahan agar tak membangunkan kedua saudara tersebut. Syifa meraih tangan Hali yang merangkul hangat sang anak dan meletakkannya penuh kehati-hatian. Dengan berhati-hati pula Syifa melingkarkan lengannya di tubuh mungil Rey. Mendadak gerakan tangan Ana berhenti saat mendekat pada celah di antara Rey dan Hali. Dia merasa enggan sekali tapi apa boleh buat Syifa harus melakukannya. "Maaf ya Pak Hali," desis Syifa yang cepat memasukkan tangannya di celah. Syifa tak memperhatikan jika wajah Hali menahan senyuman geli karena tindakan Syifa. Hali lantas sengaja melakukan gerakan kecil yang membuat Syifa terperanjat sampai-sampai kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Sebelum Syifa jatuh menimpa Hali, pria itu dengan cepat membuka mata dan menahan tubuh Syifa yang sekarang berjarak satu centi dari Hali. Wajah Hali yang tampan amatlah dekat cukup membuat Syifa merasa tak nyaman dengan arti yang tak bisa didefinisikan. "Kau tak apa-apa?" Syifa menatap sebentar pada Hali kemudian membuang muka lalu mengangguk. Syifa lalu berdiri sedang Hali membetulkan posisi Rey sebelum akhirnya dia memberikan Rey pada ibunya sendiri. "Terima kasih karena sudah menjaganya hingga tertidur seperti ini." "Ya, sama-sama." Mulanya Syifa memutar tubuhnya dan berjalan beberapa langkah menuju pintu lalu berhenti. "Sekali lagi terima kasih ya ... Karena kau mau bermain dan suka dipanggil Ayah oleh Rey." Setelahnya dia bberjalan keluar, tak menoleh untuk kedua kalinya. "Kakak," Hali terperanjat lalu menatap pada Putra yang sedari tadi terbangun. "Oh Putra, aku pikir kau tertidur?" "Tidak setelah Kakak dan Kakak Syifa bergerak. Itu membuatku tak nyaman." kata Putra. Hali hanya diam tak menyahut ucapan dari adiknya sendiri. "Kak kalau dilihat dia seperti Marrisa ya," "Siapa?" "Syifa bedanya Dia seorang Ibu tapi jika dilihat dari usia keduanya mereka sama bukan?" "Lalu kenapa menyangkut pautkan dengan Marisa?" "Karena aku melihat mereka berdua sama dan sepertinya kau akan pindah hati." Hali memicingkan kedua matanya sesaat sebelum setelahnya dia tertawa renyah seraya menepuk kepala Putra. "Tak mungkin Putra, kau tahu bukan kalau Kakak ini sangat cinta pada Kakak Marisa pergilah tidur sudah malam." Putra membuang napas kasar lalu pergi meninggalkan Hali yang terdiam. ❤❤❤❤ Esok harinya Hali ke perusahaan dan menemukan Syifa sibuk dengan pekerjaannya. "Selamat pagi Pak," sapa Syifa begitu melihat Hali menghampiri. "Selamat pagi." balas Hali kemudian bergerak masuk ke dalam ruang kerjanya sendiri. Tak berselang lama suara ketukan terdengar, Syifa lalu masuk seraya membawa segelas kopi. "Untuk apa ini?" tanya Hali dengan melihat pada secangkir kopi yang disuguhkan oleh Syifa. "Ini sebagai ucapan terima kasihku." "Ucapan terima kasih? Kau sudah mengucapkan terima kasih masih saja menyuguhkanku kopi sebagai ucapan terima kasih." Syifa lantas tersinggung dengan ketusan Hali. "Ya sudah kalau kau tak terima aku bawa saja." sahut Syifa seraya mengambil segelas kopi untuk dibawa pergi. "Hei aku tak mengatakan kalau kau harus membawa kopi itu pergi berikan padaku." Wajah masam terus ditampakkan saat Syifa memberikan kopi tersebut dan Hali menyeruput  sedikit. "Aku sudah meminumnya kenapa masih pasang wajah sebal?" "Habisnya kau menjengkelkan." sahut Syifa kesal. "Yang sopan bicaranya, aku ini bosmu tahu!" "Iya, iya maafkan saya Pak Hali." Balas Syifa dengan penekanan di akhir kalimat. "Ya sudah pergi sana." Syifa mendengus namun tetap mengikuti perintah Hali. Menyesal Syifa membawa kopi pada bosnya itu, lebih baik dia bumbui sesuatu supaya Hali mendapat Pelajaran. Tapi ya sudahlah nasi sudah jadi bubur toh kalau Syifa melakukannya nanti akan ada masalah dan mungkin saja akibatnya fatal seperti pemecatan. "Syifa tunggu," Syifa mendecak lalu memutar tubuhnya. "Aku ingin kau makan siang denganku. Ajak sekalian dengan Rey." Syifa tertegun mendengar ajakan Hali. "Apa itu benar, Pak? Saya tidak salah dengar nih," "Iya." "Ba-baik Pak." jawab Syifa agak terbata-bata. ❤❤❤❤ Istirahat tiba. Hali menunggu di depan perusahaan dengan kesal. Dia sudah lama berdiri di situ tapi tak pernah ada tanda-tanda bahwa Syifa dan Rey akan datang. Perasaan Syifa sudah pergi lebih dulu dari ruangan. "Ayah!" Hali menoleh kemudian memberikan senyuman kala melihat Rey berlari kecil menghampirinya. "Rey." Begitu anak kecil itu sampai, Hali menggendong Rey seraya mengecup kedua pipi Rey berulang kali. "Ayah, lindu (rindu) sama Ley (Rey). Kenapa Ayah tak pulang ke lumah (rumah)?" Baik Hali mau pun Syifa mematung beberapa menit. Keduanya sama-sama mencari akal agar bisa menjawab pertanyaan Rey. "Rey sayang Ayah itu kerja jadi dia sibuk tak punya waktu untuk pulang ke rumah." jawab Syifa. Meski sebenarnya enggan Syifa memanggil Hali dengan sebutan Ayah tapi demi anak apa boleh buat. "Oh gitu sekalang (sekarang) Ayah halus (harus) pulang setiap hali (hari) cium Ley (Rey) sebelum tidul (tidur)." Hali sontak menoleh pada Syifa yang mengangguk tanda setuju. "Baiklah hari ini Ayah akan pulang demi Rey. Temani Rey tidur." Rey bersorak gembira dan mengajak Hali untuk pergi makan. Syifa tersenyum melihat putranya itu bahagia, dia akan lakukan apa pun untuk kebahagiaan Rey karena dia sangat penting bagi Syifa. ❤❤❤❤ See you in the next part!! Bye!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN