Syifa berjalan menghampiri Hali dan Rey yang mendahuluinya menuju sebuah restoran tak jauh dari perusahaan. Restoran tersebut langganan Hali beserta beberapa karyawan. Begitu Hali berjalan masuk bersama dengan Rey dalam gendongan, seluruh karyawan yang ada di restoran langsung menoleh ke arahnya.
Senyuman Hali yang menawan menyihir semua kalangan. Jarang sekali dia tersenyum seperti itu dan siapa anak laki-laki yang berada di gendongan?
Muncullah Syifa mengikuti Hali dan Rey dari belakang kemudian duduk berada di samping Hali. "Siapa dia? Kok aku baru melihatnya?"
"Dia itu Syifa ... Sekretaris baru CEO Hali."
"Enak ya baru beberapa hari bekerja sudah bisa akrab sama CEO."
"Lalu siapa anak laki-laki itu?"
"Anak Syifa."
"Oh pantas saja dia dekat, pakai anak toh." Mendengar itu, Hali menoleh tajam ke sumber suara sementara Syifa tersenyum getir. Alhasil, desas-desus yang ada langsung menghilang seketika.
"Sudahlah pak, jangan pedulikan kata-kata mereka. Lagi pula saya sudah terbiasa dengan semua omongan negatif terhadap saya." Pria itu kembali memalingkan wajah pada Syifa.
Wanita itu tersenyum seraya membelai rambut Rey penuh kasih sayang. "Mana bisa seperti itu? Jika ada orang yang menjatuhkan harga dirimu harus kau lawan dia!"
"Untuk apa Tuan? Jika aku melawan mereka semakin menjadi-jadi maka saya biarkan saja hingga mereka lelah sendiri. Seorang wanita yang memiliki anak di usia muda selalu dipandang buruk oleh masyarakat. Tak jarang saya difitnah karena status saya sebagai single parent." Syifa membuang napas kasar.
"Tapi semua itu saya hadapi karena rasa sayang pada Rey. Dia adalah penyemangat saya dalam menjalani hidup dan saya pun merasa tak terganggu akan semua perkataan negatif terhadap saya." Penuturan Syifa membuat Hali terdiam.
Dia ingat saat dia menuduh Syifa secara sembarangan. Selain perasaan bersalah, Hali merasa dia adalah salah satu dari "mereka" yang sudah mencurigai Syifa dan perasaannya sangat tak nyaman.
"Tuan mau pesan apa?" Hali terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan pelayan dari restoran. Pria itu mengambil menu makanan kemudian mengatakan dua menu.
"Kau mau makan apa Rey?"
"Nasi goleng (goreng)." Ucapan Rey menimbulkan senyuman Hali karena gemasnya dia pada Rey.
"Baiklah, pesan nasi goreng dan dua menu yang sama untuk Syifa." Pelayan menunduk lalu pergi ke belakang untuk mengambil pesanan.
"Ayah," suara manis Rey kembali menginterupsi. Semua karyawan memalingkan wajah ke arah mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.
Apa mereka tak salah dengar? Rey memanggil Hali dengan sebutan Ayah? Apa jangan-jangan Hali ....
"Apa yang kalian lihat?!" Semua orang terkejut setengah mati kemudian kembali fokus pada makanan masing-masing. Ada juga yang melanjutkan pembicaraan bersama temannya.
Hali mendengus lalu beralih pada Rey dengan senyuman. "Ada apa, Rey?"
"Aku ingin main sama Ayah habis makan nanti, Boleh Tidak?"
Syifa menampakkan raut wajah tak nyaman. "Rey jangan meminta--"
"Tentu Boleh. Apa sih yang tidak buat Rey?" Anak laki-laki itu tersenyum lebar.
"Telima (Terima) kasih Ayah." Syifa lalu melemparkan pandangan pada Hali.
"Aku tahu kalau Pak Hali sayang sama Rey tapi jangan manjain terus nanti jadi kebiasaan dan itu tak baik."
"Tak apa-apa sesekali."
"Lalu bagaimana dengan pekerjaan Pak Hali?" Hali berpikir sebentar kemudian menggapai ponsel lalu menekan beberapa tombol.
"Halo, Direktur tolong handle semua pekerjaanku. Aku memiliki urusan penting sekarang." Pria itu diam kemudian berujar terima kasih.
"Sudah jadi jangan khawatir aku ada waktu sekarang. Cepat habiskan makanan kalian." Beberapa menit kemudian, mereka keluar dari restoran dan masuk di dalam mobil Hali yang sudah terparkir di depan restoran.
"Ayo masuklah." Syifa terperanjat lalu bergerak masuk ke dalam mobil bersama Hali dan Rey. Mobil lalu berjalan dan berhenti tepat di suatu taman bermain khusus anak-anak.
Dengan membawa Rey, Hali berhenti tepat di depan seorang penjaga. "Biarkan kami masuk,"
"Apa ini anakmu?" tanya penjaga dengan menyelidik.
"Ya." jawab Hali singkat dan padat.
"Dia Ibunya." lanjutnya seraya melirik pada Syifa yang datang terlambat.
"Oh jadi dia istrimu?" Syifa terkejut tapi tidak dengan Hali yang membuat ekspresi datar.
"Tentu saja." Mendadak wajah Syifa merah merona, dia ingin sekali menghardik ucapan Hali tapi sebelum itu bisa dilakukan, Hali memegang pergelangan tangan milik Syifa dan menunjukkannya pada penjaga yang masih curiga.
"Lihat kami memakai cincin yang sama." Untuk kedua kalinya Syifa kaget. Sejak kapan cincin tersebut disematkan pada jarinya? Penjaga membuang napas kasar lalu membuka palang kecil yang terbuat dari rantai.
"Silakan masuk maaf mengganggu kenyamanannya." Dengan membawa Rey dan Syifa, Hali masuk. Dia Menarik Syifa dengan cepat begitu juga dengan merangkul pinggangnya.
"Ap-apa yang kau lakukan? Lepaskan aku, bagaimana nanti jika orang-orang melihat kita?"
"Tapi bagaimana jika orang itu tahu kita adalah suami istri? Tenang saja dan ikuti perintahku. Penjaga itu tahu kalau kita suami istri, kita hanya berakting sebaik mungkin agar dia percaya kita adalah keluarga."
"Untuk apa?"
"Supaya bisa masuk ke tempat ini kau harus menjadi pasangan suami istri saat kau ingin bermain. Kalau hanya aku dan Rey itu gampang tapi ini ada kau terpaksa aku melakukan semua ini." Syifa melepas rangkulan Hali setelah agak menjauh dari penjaga taman.
"Tapi bukan begitu caranya!" Alis Hali terlipat.
"Lalu?" Wanita itu lalu mengulurkan tangannya pada Hali.
"Bisakah kita bergandengan tangan saja. Rey di tengah dan kita mengambil tempat di samping."
"Hmm ide yang bagus." Hali pun menurunkan Rey dan melakukan usulan dari Syifa. Semuanya terasa baik-baik saja namun mereka berdua tak menyadari sorotan kamera yang terus mengambil foto.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!