Hali sontak melempar tatapan galak pada Syifa. "Apa-apaan kau ini?! Rey hanya menyapaku dan memelukku kenapa kau menahannya?!" Rey juga menampakkan wajah tanda tanya pada Syifa.
"Maaf, aku tak akan membiarkan anakku memeluk orang asing. Ayo Rey kita pulang,"
"Tidak, mau pulang sama Ayah!" protes Rey. Anak kecil itu mencengkram jas yang dipakai oleh Hali.
"Rey berapa kali Bunda bilang, dia bukan Ayahmu dia orang asing,"
"Tapi Bunda-" Syifa tak membiarkan Rey berbicara lagi lalu menggendong Rey kemudian masuk ke dalam bus yang berada di terminal. Hali mendengus.
"Dasar wanita galak!" Hali kemudian bergerak ke dalam mobilnya. Sampai di rumah, Hali langsung masuk tanpa menggubris adanya kehadiran sang Mama.
"Hali!" Langkah pria itu terhenti, melihat pada Mamanya. Meski merias diri, Mamanya itu tak bisa menyembunyikan matanya yang bengkak karena menangis.
"Kau kenapa murung begitu? Apa ada masalah?" Hali menggeleng.
"Aku hanya lelah saja."
Istri dari Erwin itu menganggukan kepala mengerti setelahnya memerintah beberapa pelayan agar menata meja makan dengan indah. "Kenapa Mama menata meja? Apa ada tamu?"
"Ya, Mama baru tahu kalau ternyata di gudang belakang ada yang tempati. Bukan pelayan tapi kata Papa dia itu orang yang menyelamatkan uang perusahaan dan sebagai tanda terima kasih kita akan mengadakan makan malam."
"Oh begitu." Itu berarti si wanita galak akan datang tapi ada juga Rey hmm ... Baguslah dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan anak Syifa.
Hali lalu menuju kamar dan beristirahat. Dia kemudian melihat pada sebingkai foto lalu meraihnya. Di foto tersebut ada seorang gadis bersama dengan Hali yang masih remaja. Keduanya melempar senyuman ramah ke arah kamera. Gadis itu adalah Marisa, kekasihnya.
Awal perjumpaan saat mereka masih kecil. Marisa adalah anak pembantu dari Bibi Imah. Mereka yang besar sama-sama akhirnya jatuh cinta ketika mereka remaja lalu menjadi sepasang kekasih tapi karena hubungan mereka Ibu Hali marah besar kemudian mengusir Bibi Imah dan putrinya itu.
Hali tak bisa berbuat apa-apa saat Ibunya menyuruh Hali agar memilih antara dia dan sang kekasih. Akhirnya Hali mengalah, dia memilih ibunya sementara Marisa pergi. "Aku sangat merindukanmu Marisa, kembalilah padaku. Aku sangat kesepian di sini." lirih Hali sembari memeluk foto itu.
❤❤❤❤
Malam tiba, Syifa yang memang tempat tinggalnya berdekatan telah sampai dan disambut baik oleh keluarga Singgih. "Silakan masuk," Syifa tersenyum lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam istana Singgih yang sangat megah beserta Rey dalam gendongan.
"Nona Syifa, anda sudah datang silakan duduk." ucap Erwin. Syifa dan Rey duduk sesuai perintah dari sang empunya rumah. Datanglah tiga orang lainnya yaitu istri berserta kedua anaknya.
"Syifa perkenalkan ini keluarga saya ... Kalau Hali kau pasti sudah bertemu dengan dia dan ini istriku dan anak bungsuku, Putra." Wanita itu melemparkan senyuman ramah yang juga dibalas oleh mereka dengan senyuman kecuali Hali.
"Senang bertemu dengan anda Nona Syifa."
"Senang juga bisa bertemu dengan anda Nyonya Singgih." Mereka lalu mempersilakan Syifa untuk makan malam bersama mereka. Rey terus memandang pada Hali begitu juga sebaliknya sayangnya sang Bunda tak mau mendengar Rey memanggil Hali Ayah padahal Rey sangat ingin memanggil pria itu dengan sebutan tersebut.
"Rey sayang ayo makan." Anak itu diam dan membuka mulutnya ketika Syifa menyuapinya. "Berapa umur anakmu?" Syifa tersenyum cerah seraya menjawab.
"Tiga tahun." Nyonya Singgih tersenyum pada Rey.
"Anakmu sangat manis. Di mana Ayahhnya?" Berbeda dari yang tadi, Syifa terdiam cukup lama untuk lama.
"Dia sudah lama sekali meninggalkan kami," balas Syifa dengan nada lirih. Dia juga tampak tertekan membuat Della, Ibu Hali jadi merasa bersalah.
"Bunda bohong!" Akhirnya Rey membuka suara setelah lama bungkam. Matanya menunjukkan kemarahan pada Syifa.
"Ayah masih ada kenapa Bunda bilang Ayah sudah pelgi (pergi),"
"Rey, Bunda tak bohong. Ayahmu sudah pergi." Rey terlihat tak terima. Dia lalu turun dari kursi mendekat pada Hali.
"Ini Ayah Bunda, masa Bunda tak kenal." Erwin dan Della terkejut tapi tidak dengan Syifa dan Hali, wanita itu segera mendekat pada Rey lalu menarik tangannya.
"Sayang, sudah berapa kali Ibu bilang jangan panggil Pak Hali sebagai Ayah dia bukan Ayahmu." Mereka berdua menyadari jika ada kesalahpahaman Rey sementara Hali hanya diam.
Sebenarnya dia merasa kasihan tapi apalah dayanya karena Syifa jelas menolak dirinya dan terus menjauhkan dia dari Rey. "Sudahlah Syifa, jika Rey ingin memanggil Hali dengan sebutan Ayah biarkan saja. Dia pasti merindukan sekali Ayahnya sampai-sampai menganggap Hali itu Ayahnya, kami paham kok."
"Tapi Nyonya,"
"Tolong jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Ibu Della."
"Baik Mm Ibu Della. Terima kasih, saya merasa agak kurang enak." Hali tersenyum puas dan merendahkan tubuhnya.
"Rey ayo sama Ayah." Tentu saja Rey senang lalu memeluk tubuh Hali sebelum setelahnya mendekati pria itu.
Dia mencium pipi Rey gemas kemudian menggendongnya, membawanya ke tempat yang lain. Syifa sebenarnya ingin mengikuti Hali tapi Erwin dan Della memintanya agar tetap di meja makan hingga memakan waktu yang cukup lama untuk mengobrol.
Agak lama Syifa pun pamit dan mencari putranya yang ternyata tertidur di ruang bermain bersama Putra dan Hali. Hanya Hali seorang yang belum tertidur, dirinya sibuk membaca buku dongeng.
❤❤❤❤
See you in the next part!! Bye!!