Bertemu Mantan.

1133 Kata
Raffa mengamati sejenak rumah kediaman pribadi Frans dari dalam mobil sportnya sebelum ia melangkah turun ketika melihat kedatangan security penjaga menghampiri mobilnya. “Permisi, ada yang bisa saya bantu, Tuan?” sapa satpam penjaga gerbang rumah pada Raffa yang baru saja turun dari mobilnya seolah tamu yang sedang di tunggu oleh tuan rumah. “Saya sudah buat janji dengan Frans, dia minta saya datang ke sini lebih dulu,” jawab Raffa santai dengan seulas senyuman tipis pada wajah dinginnya. Hal basa basi seperti bukan sesuatu yang baru bagi Raffa dan tidak ada yang bisa menghalangi dari tujuannya. “Tunggu sebentar. Saya bukakan gerbangnya.” Security masuk ke dalam pos dan menekan sebuah tuas agar gerbang otomatis kediaman Frans bisa terbuka lebar, tanpa sedikitpun merasa curiga pada Raffa yang kembali memasuki mobil dan mengemudikannya masuk ke halaman hingga ke depan pintu utama rumah Frans. Dari jauh, Raffa melihat Ade yang bekerja membersihkan pekarangan rumah serta memetik dedaunan yang telah menguning pada pepohohan di halaman, tetapi pria itu mengangguk samar pada Raffa. Anak buah Raffa yang lainnya masih berada di luar kediaman, di ujung jalan untuk memberikan peringatan pada bos mereka jika Frans tiba-tiba kembali ke rumah pribadinya tersebut. Raffa menyeringaikan senyuman sinis memindai rumah mewah Frans yang bisa dia prediksikan keuangannya berasal dari uang haram hasil transaksi ilegal. Ternyata Frans sudah lama berbisnis di dunia hitam. Menurut informasi Samir, tapi masih belum menemukan siapa pemimpin Frans sebenarnya. Nanti Raffa akan meminta Charles untuk menyelidikinya, karena saat ini Raffa fokus pada urusan bisnis truk suku cadangnya dulu. Raffa keluar dari mobil, menekan bel yang terdapat di samping pintu. Setelah menunggu beberapa saat, terdengar langkah kaki seseorang membukakan pintu. “Frans, kamu pulang?” suara wanita terdengar lembut menyapa begitu ia membukakan pintu. Raffa terdiam. Pandangannya menatap lurus ke arah sang wanita. Pun juga sang wanita dengan perut hamil besar maju tersebut membelalakkan bola matanya memandang Raffa. Sang wanita segera berpegangan pada daun pintu, wajahnya sangat gugup dan kelopak matanya mengerjap beberapa kali, untuk meyakinkan dirinya jika pria yang berdiri di teras rumah depan pintunya tersebut adalah Raffa. Ghaisan Raffasya Fahrian. Mantan kekasih yang telah mengkhianatinya dengan bersenang-senang meniduri para wanita bayaran. “Ra-Raffa …,” desis Kirana terbata, masih syok menyebut nama pendek pria yang pernah bertahta di relung hatinya tersebut. “Kirana,” balas Raffa sedikit menyunggingkan senyuman tipis. “Sialan, kenapa Samir tidak menyebutkan jika istrinya Frans adalah Kirana?” Raffa memaki dalam hatinya karena ia juga luput menanyakan identitas dari istri Frans Shaka pada Samir. “Maaf, kupikir kamu Frans. Mari masuklah.” Kirana menyingkir dan membuka daun pintu hingga terbuka lebar. “Duduklah, akan ku buatkan minum,” sambungnya mempersilakan Raffa memasuki ruang tamu, kemudian bergerak melangkah pelan ke bagian dalam rumah, meminta pelayan membuatkan minuman untuk sang mantan. Raffa menghenyakkan bokongnya pada sofa tunggal. Lidahnya kelu seolah kata-kata hilang lenyap dalam perbendaharaan katanya yang sebelumnya telah tersusun rapi dalam benaknya jika ia akan menggunakan istrinya Frans tersebut untuk mengancam pria licik itu. Tatapan Raffa kembali memperhatikan wanita berambut coklat bergelombang itu yang kembali dari ruangan dalam membawa nampan secangkir kopi dan camilan, meletakkannya di atas meja depan Raffa duduk. Mata bulat kecoklatan Kirana sesekali beradu dengan tatapan Raffa yang tidak berhenti memandangnya, segera wanita itu palingkan canggung. Wajah cantik Kirana sama sekali tidak berubah meskipun wanita itu sedang hamil besar. “Lama tidak bertemu, Kirana. Aku tidak tau jika kamu akan menikah dengan Frans,” ucap Raffa memecahkan kesunyian dan canggung diantara mereka. Seringai kecil terbit di ujung bibir Raffa, ditujukan untuk wanita yang duduk di seberang sofanya. Kirana tersenyum tipis. “Ya. Lama tidak bertemu, Raffa. Aku tidak tau jika kamu sudah berbaikan dengan Frans.” Dahulu Frans dan Raffa adalah bersahabat baik. Kirana sangat mengetahui hal itu, hingga Frans memberitahukan Kirana jika Raffa mengkhianatinya dengan bermain wanita di belakangnya. Kecewa, sakit hati juga marah dirasakan oleh Kirana tatkala ia memergoki dengan mata kepalanya sendiri, Raffa sedang mencumbu wanita di sebuah kamar khusus club malam. Sayangnya Kirana tidak pernah tahu jika pria yang dia cintai saat itu berada dalam pengaruh obat perangsang, diberikan oleh Frans, pun juga wanita yang dicumbu oleh Raffa adalah orang suruhannya. Tentu saja Frans melakukan hal licik tersebut untuk merebut Kirana dari sahabatnya itu. Kirana yang cantik, polos dan sangat ranum dengan bentuk tubuh aduhai memabukkan juga bukan wanita matrelialistis. Raffa mengetahui beberapa hari kemudian ketika Kirana tidak menjawab telpon, pesan dan juga tidak berada di apartemennya ketika ia kunjungi. Kirana menghilang dan Raffa tidak bisa menemukannya dimana-mana. Sejak saat itu, hubungan Raffa dengan Frans pun memburuk yang berakhir dengan mereka saling memutuskan komunikasi. Raffa pergi ke Singapore, tinggal menetap di sana sambil membangun bisnisnya di Jakarta dengan orang-orang kepercayaannya. Sungguh ironis, kini Kirana menjadi istrinya Frans dan mereka bertemu kembali di saat wanita itu sedang hamil besar. “Diminum, Raff, kopinya,” cetus Kirana yang ditanggapi Raffa dengan anggukan dan senyuman tipis. “Dulu kamu tiba-tiba menghilang dan aku sudah mencarimu kemana-mana ….” Raffa meletakkan cangkir kopi yang baru saja ia sesap ke atas meja, mata terus menatap lekat ke arah Kirana yang semakin terlihat gugup juga duduk dengan canggung. “Tidak menduga, jika kita akan bertemu seperti ini,” tambah Raffa mendengkuskan tawa rendah yang terdengar sumbang di telinganya sendiri. “Aku baru-baru ini bertemu dengan Frans. Lebih tepatnya ia yang menemuiku dan kedatanganku ke sini bukan sebagai sahabatnya.” Kirana mengerjapkan kelopak matanya, mencoba mencerna perkataan Raffa yang tidak ia mengerti. “Frans akan segera pulang. Tadi aku menghubunginya dan memberitahumu ada di sini,” ucap Kirana pelan. “Apakah sejak dulu, kamu sudah mencintai Frans, Kirana?” tanya Raffa tanpa tedeng aling-aling pada Kirana yang dia tatapan menghunjam lurus ke dalam bola mata kecoklatan wanita itu. Kirana menunduk, telapak tangannya membelai perutnya yang terasa sedikit mulas. Sejak semalam perut Kirana sudah merasa tidak nyaman, namun Frans terus memasukinya tanpa mempedulikan kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja. “Apakah kamu bahagia, Kirana?” cecar Raffa kembali karena Kirana belum menjawab pertanyaannya sebelumnya. “Aku tadi memasak spaghetti dan soup cream jamur. Kamu sudah sarapan?” Kirana mengabaikan pertanyaan Raffa, menawarkan pria itu sarapan yang sebenarnya Kirana tidak tahu kenapa ia ingin memasak masakan kesukaan Raffa tersebut pagi ini. Belum sempat Raffa menjawab, suara dobrakan pada pintu yang dibuka kasar terdengar sangat nyaring. Sudut bibir Raffa tersenyum sinis, sudah menduga siapa yang sedang datang memasuki rumah. “Kirana …!” Frans memanggil tegas wanita yang duduk di depan Raffa. Tatapannya sangat nyalang dan napasnya terlihat turun naik berjalan ke arah Kirana yang juga langsung berdiri dari duduknya. Namun Raffa yang duduk membelakangi arah kedatangan Frans, sudah bangkit lebih cepat Raffa menempelkan pistol yang dia raih dari balik pakaiannya, menempelkannya ke perut besar Kirana. “Raffa …,” lirih Kirana menolehkan tatapan pada wajah kaku Raffa yang detik ini masih membuat hatinya bergetar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN