Terdengar suara azan subuh membuat Ike terbangun dan ia segera bergegas mandi, lalu melaksanakan sholat subuh, setelah itu Ike membangunkan Dara lalu mengajak Dara untuk mandi. Saat ini sebenarnya Ike sangatlah lapar dan ia menahan dirinya menunggu Bintang yang menghubunginya karena jika ia ang menghubungi Bintang sekarang, ia merasa ia akan sangat mengganggu Bintang yang kemungkinan besar masih tertidur.
Ketukan pintu membuat Ike segera membuka pintu kamar ini dan ia melihat Bintang membawa makanan di nampan yang ia bawa. "Pagi Mbak, sebaiknya Mbak isi perut Mbak dengan makanan dulu dan nanti kalau mendengar Kakek marah-marah, Mbak sudah siap menghadapinya dengan perut kenyang!" Ucap Bintang membuat Ike menganggukkan kepalanya setuju dengan ucapan Bintang.
Dara mengerjapkan kedua matanya dan ia memperhatikan Bintang, ia seolah mengamati wajah Bintang dan juga menatap wajah Ibunya. Bintang adalah versi Ike sebagai seorang laki-laki tampan. Bintang memiliki hidung yang mancung dan bibir tipis seperti Ike, namun ia memiliki rahang tegas yang membuatnya terlihat seperti laki-laki gagah yang sangat tampan. "Ini Adiknya Mama, namanya Om Bintang," ucap Ike memperkenalkan Bintang kepada Dara.
"Om Bintang," ucap Dara.
"Wah...keponakan Om pintar sekali," ucap Bintang dan ia menggendong Darah lalu memangkunya.
Dara dan Ike memakan sarapannya dan keduanya terlihat lahap membuat Bintang tersenyum. Ia sangat-sangat bersyukur Ike menghubunginya malam tadi dan meminta bantuannya. "Mbak..." panggil Bintang.
"Iya," ucap Ike.
"Jangan pernah pergi tanpa kabar ya Mbak, jangan pernah hilang dari hidup Bintang!" Ucap Bintang dan ia menahan rasa harunya membuat tenggorokan Ike tercekat dan ia ia menahan laju air matanya yang ingin menetes.
"Iya," ucap Ike lirih.
"Makasih Mbak," ucap Bintang.
"Makasih buat apa? Mbak yang terimakasih sama kamu!" Ucap Ike.
"Makasi karena sudah mau pulang," ucap Bintang membuat hati Ike menghangat dan ia menganggukkan kepalanya. Air matanya sejak tadi memang ia tahan sekuat tenaganya, karena ia tidak ingin menangis didepan Dara. Putrinya selama ini melihat bagaimana keluarga besarnya memperlakukannya dan ia tahu jika kemukinan putrinya ini, pasti akan mengalami trauma, namun ketika bertemu Bintang putrinya ini terlihat menerima kehadiran Bintang dan tidak terlihat takut pada Bintang.
Ketukan pintu membuat Bintang segera membukannya dan ia terkejut saat yang mengetuk pintu kamar ini, ternyata adalah Papinya. Plak...terdengar suara pukulan keras yang dilayangkan seseorang kepada Bintang "Lancang kamu Bintang membawa perempuan ke Rumah ini, apalagi kamu berani membiarkan perempuan lain menepati kamar yang telah Papi siapkan untuk kakak kamu Niken," ucapnya dingin. "Ingat walaupun kamu mencintai perempuan yang kamu sembunyikan didalam kamar ini, Papi, Mami, Kakek dan Nenek belum tentu setuju dengan keinginan kamu itu," ucap Hartawan murka.
Hartawan Wardana laki-laki parubaya yang masih tampak tampan dimasa tuanya ini, ia merupakan ayah kandung Ike. Hartawan pemilik Wardana grup bisnis yang diwariskan orang tuanya untuk dirinya. Dulu baginya pernikahannya cukup bahagia, namun karena kesalahan pahaman yang terjadi membuatnya akhirnya berpisah dengan perempuan yang ia cintai. Ya...ia terlalu dingin dengan istrinya dan itu dimanfaatkan oleh sekretarisnya yang ia percaya hingga membuat istrinya itu cemburu besar padanya. Kecemburuan itu membuat rasa ketidakpercayaannya tumbuh hingga ia dan istrinya selalu bertengkar dan akhirnya berpisah. Saat itu Hartawan meminta kedua anaknya ikut dengannnya, namun tentu saja mantan istrinya tidak bersedia dan akhirnya ia membawa pergi putri sulungnya yang bernama Niken Rahayu Wardana.
"Papi salah paham dan dengarkan dulu penjelsanku!" pinta Bintang sendu.
"Kamu pikir Papi ini bodoh Bintang, Papi sudah dengar dari satpam dan juga salah satu maid kita yang mengatakan kamu membawa seseorang wanita dan juga seorang anak, kamu menikah diam-diam? Kamu ingin Papi, Nenek dan Kakekmu cepat mati karena serangan jantung?" Tanya Hartawan. Ia sangat berharap banyak dengan putra satu-satunya yang ia miliki ini. Rasa sayangnya begitu besar pada Bintang apalagi sulit baginya menemukan Niken dan hanya Bintang peninggalan berharga dari mendiang istrinya.
"Papi yang ada didalam kamar ini itu, Mbak Niken Pi, Mbak Niken..." ucap Bintang membuat Hartawan terkejut dan ia mendorong pintu kamar dengan cepat, lalu melangkhkan kakinya masuk kedalam kamar ini. Jantung Hartawan berdetak dengan kencang dan ia melihat putri cantiknya itu tidak banyak berubah hanya tubuhnya yang sangat ramping dan raut wajahnya yang tampak menyedihkan. Wajah yang terlihat lebih dewasa yang dulu selalu tersenyum saat memanggilnya Papi.
Tanpa banyak kata Hartawan segera memeluk Ike dengan erat dan ia meneteskan air matanya, lalu terdengar isakan kecil dari suara Niken membuat Dara ikut menangis. Bintang mengulurkan tangannya agar Dara memeluknya dan ternyata Dara menurutinya hingga ia berlari mendekati Bintang, lalu Bintang menggendong Dara. Bintang membawa Dara keluar dari kamar dan membiarkan Ike berbicara dengan Papi mereka.
"Maafkan Papi sayang...maafkan Papi!" Ucap Hartawan dan ia terisak. Ia tak mampu menahan rasa haru dan ia sangat menyayangi putri sulungnya ini.
"Semua ini bukan salah Papi," ucap Ike. Ia tahu pasti Maminya hanya salah paham karena dulu Papinya benar-benar sibuk bekerja dan bukan memiliki perempuan simpanan, seperti apa yang diduga Maminya.
Hartawan tentu saja langsung mengenali Ike. Bagaimana tidak, Niken memiliki manik mata mendiang mantan istrinya yang bewarna coklat dan bibir tipis ini persis mirip dengannya, hingga hidung mancung Ike dan kulit Ike yang juga mirip dengannya. "Papi ingat betul hanya mata kamu yang diwariskan oleh Mamimu sayang, hidung dan bibir kamu sangat mirip dengan Papi," ucap Hartawan.
"Ya, Mami bahkan bilang, kalau Papi itu lebih cantik dari Mami," ucap Ike.
Hartawan mencium dahi Niken, "Kamu kurus sekali sayang, kenapa kamu nggak cari Papi saat Mami meninggal?" Tanya Hartawan.
"Aku takut Papi nggak mau ketemu aku dan marah karena aku ikut mami pergi," lirih Ike.
"Itu pikiran bodoh sayang, Papi selama ini mencari kamu dan Mami, tapi beberapa tahun yang lalu yang papi temukan hanyalah makam Mami kamu nak, Papi bingung kamu kemana bahkan Papi menanyakan kamu kepada orang-orang yang pernah menjadi tetangga di Rumah kontrakan kalian dulu, kayaknya kalian juga baru tinggal disana. Mereka tidak tahu kemana kamu pergi," lirih Hartawan.
"Iya Pi maafkan Ike, harusnya Ike cari Papi dan mungkin karena ini Ike mendapatkan masalah karena durhaka sama Papi, hiks...hiks..." ucap Ike.
"Tidak nak, kamu tidak durhaka sama Papi sayang, tidak!" ucap Hartawan dan ia menghapus air mata Ike, lalu menatap wajah putri cantiknya ini yang terlihat sangat menderita.
"Kamu sudah menikah dan yang tadi cucu Papi?" Tanya Hartawan.
"Iya Pi maafkan Ike tidak mencari Papi dan memberitahukan Papi kalau Ike mau menikah waktu itu, Ike...hiks...hiks..." ucap Ike terhenti dan ia dangat menyesal saat itu membuat Hartawan tersenyum lembut.
"Iya sayang tidak apa-apa, mana suamimu?" Tanya Hartawan.
Ike bingung bagaimana ia mulai cerita kepada Papinya, tapi ia tidak bisa menutupi apa yang terjadi hingga ia akhirnya memutuskan bercerai dan pergi dari Rumah mertuanya. Hartawan mendengarkan cerita Ike dan ia mengeraskan rahangnya betapa putrinya sama sekali tidak dihargai oleh mereka, bahkan disakiti oleh suami dan keluarganya. Sebagai seorang Ayah tentu saja ia tidak terima dan ia akan melindungi putrinya. Hartawan kembali memeluk Ike dengan erat.
"Tenanglah nak, Papi ada selalu untuk kamu dan Papi tidak akan pernah mengabaikan kamu apalagi meninggalkan kamu! Mulai sekarang kamu tinggal sama Papi dan please turuti keinginan Papi sayang!" Pinta Hartawan menatap Ike dengan sendu.
"Iya Pi," ucap Ike dan ia mengeratkan pelukkannya. Ia merasa sangat terlindungi, apalagi pelukan hangat ini sangat ia rindukan.