Beberapa hari tak masuk kerja membuat berkas-berkas menumpuk. Erick memaksakan diri untuk mengunjungi kantornya, jika bukan karena Frengky yang hampir dua puluh empat jam menelfon mungkin saja ia masih asik tertidur pulas. Masalah di hidupnya membuat Erick malas untuk melakukan apapun. Terlebih lagi, mengetahui bahwa Sarah menderita kanker otak membuat Erick tak karuan. Semuanya hancur, berantakan dan tak bertujuan. Erick memasuki ruangannya, namun sebelum itu seseorang memanggil namanya. Lelaki itu berbalik, mendapati Frengky yang berjalan mendekat. "Ada apa?" Frengky tak bersuara, sampai pada akhirnya lelaki itu menunjukan sesuatu di layar ponselnya. Raut wajah Erick berubah, rahangnya mengeras ia benar-benar marah dan terkejut sekaligus. "Bagaimana bisa?" Tanyanya tak percaya. "S