Part 08. Semua Terpesona

1125 Kata
Hari masih pagi, matahari belum terlalu terik bersinar dan suasana sejuk masih terasa menyelimuti kota. Ojek online yang ditumpangi Wala, berhenti di depan sebuah rumah besar di kawasan cluster elite. Bangunan megah dengan gaya modern minimalis dan berlantai tiga itu, tampak berdiri kokoh, serta halamannya pun sangat luas. Kedua netra Wala terpaku memandangi pagar rumah yang menjulang tinggi di hadapannya. Kamera pemantau juga terlihat hampir di setiap sudut pekarangan rumah itu. Sudah pasti, sistem pengamanan pastilah sangat ketat di sana. Diantar oleh seorang satpam penjaga, Wala masuk dan menyusuri halaman rumah dengan sedikit rasa sungkan. Maklum saja, ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di dalam sebuah rumah besar dan sedemikian mewah. "Wah, rumah milik Mbak Zinnia ini bagaikan istana." Kedua bola mata Wala terus berputar-putar memperhatikan semua bagian rumah itu dengan perasaan takjub. Furniture-furniture mewah dan hiasan-hiasan yang bernilai tinggi juga tampak menghiasi setiap sudut ruangan di rumah itu. "Silahkan tunggu disini dulu." Satpam yang mengantar Wala masuk, mempersilakannya menunggu di ruang tamu seraya memohon diri. Wala hanya mengangguk dan duduk menunggu di sofa, sesuai arahan satpam tersebut. Beberapa menit kemudian, seorang wanita muda berpakaian layaknya asisten rumah tangga, bergegas menghampiri Wala sambil membawa sebuah nampan di tangannya. "Kamu ... Bang Wala, ya?" Wanita itu bertanya sambil meletakkan nampan di atas meja, serta menyuguhkan segelas air putih untuk Wala. "Iya, benar, Mbak. Apa saya bisa bertemu dengan Mbak Zinnia?" Wala membalas dengan berbalik bertanya dengan sangat sopan. "Nyonya Zinnia sudah menunggu kamu sedari bangun pagi tadi, Bang," sahut pelayan itu sembari tersenyum manis dan kedua matanya tampak memandangi Wala tanpa sekali pun berkedip. "Sekarang Nyonya Zinnia sedang mandi. Kamu tunggu dulu disini sebentar." Pelayan itu menyambung ucapannya, tanpa sedikit pun memalingkan pandangan dari Wala serta tersenyum menggoda. "I-iya, baik, Mbak." Wala gelagapan dan segera memalingkan wajahnya, tersipu malu. Tatapan genit dari pelayan itu, membuat dia salah tingkah. "Ternyata Bang Wala ini ganteng banget. Pantas saja Nyonya Zinnia dari tadi sudah sangat tidak sabar menunggu kedatanganmu." Dengan ucapan yang bernada menggoda serta rasa penuh kekaguman, pelayan itu terus menatap paras rupawan, pria di hadapannya. "Mawar, apa yang aku tunggu sudah datang?" Dari anak tangga rumah besar itu, tampak seorang wanita turun perlahan. Di tangannya masih ada sebuah handuk kecil, dan dia gunakan untuk menggosok rambut. Tubuh ramping wanita itu hanya terbalut bathrobe putih dan aroma wangi shampo juga masih tercium dari rambut basahnya. "Sudah, Nyonya Zinnia. Bang Wala baru saja sampai." Pelayan yang namanya dipanggil Mawar itu, segera mengalihkan pandangannya dan membungkuk hormat, ketika Zinnia sudah sampai di ruang tamu. "Hai, Bang Wala. Apa sudah dari tadi?" Zinnia langsung melengkungkan senyum manis di bibirnya, ketika melihat Wala sudah ada di ruangan itu. Dengan cepat, dia mengulurkan tangan dan serta merta disambut jabat tangan dari Wala. "Saya baru saja sampai, Mbak." Ketika Zinnia sudah begitu dekat di hadapannya, Wala kembali menundukkan kepala. Melihat wanita itu hanya mengenakan bathrobe, seketika dia merasa gugup. Ada sesuatu yang sulit dia ungkapkan, membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Bagaimana tidak, bathrobe yang dipakai Zinnia saat itu, sangatlah pendek seukuran paha dan di bagian d*da juga sedikit terbuka. Apalagi dengan rambutnya yang masih basah, tentu saja Zinnia terkesan sengaja menunjukkan keseksian tubuhnya di hadapan Wala. Zinnia ikut duduk di sofa di samping Wala sambil terus memasang senyum. "Bagaimana perjalanan dari kampung, Bang? Apa menyenangkan?" tanyanya sekedar basa-basi, mencoba lebih akrab dengan Wala. "Semuanya baik, Mbak," jawab Wala singkat, sambil terus menunduk sungkan. Wala menelan ludah dan rasa gugup semakin susah dia kendalikan, manakala melihat Zinnia duduk sambil menyilangkan kaki, seakan tengah memamerkan paha putih mulus serta kedua kaki jenjangnya. "Kamu sudah siap bekerja di rumah ini 'kan, Bang?" Zinnia memulai percakapan di antara mereka. "Sudah, Mbak." Wala menyahut dengan kesanggupannya. "Walau aku mempekerjakan kamu sebagai tukang kebun, tapi di sini tidak menutup kemungkinan kamu akan aku kasih banyak pekerjaan lain di luar urusan kebun saja." Zinnia mulai menjelaskan seperti apa pekerjaan yang akan dia bebankan kepada Wala di rumahnya. "Pekerjaan apapun, saya pasti akan kerjakan sebaik mungkin, Mbak." Wala menyanggupi pekerjaan apa saja yang ditawarkan Zinnia, tanpa sedikit pun rasa keberatan. Selama menurutnya itu adalah pekerjaan halal, tentu dia tidak akan pernah menolak. "Baguslah kalau begitu." Zinnia terus menghias bibirnya dengan senyum. Ucapan jujur dan polos Wala, membuatnya semakin yakin untuk mempekerjakan pemuda kampung itu. "Selama bekerja disini, kamu juga akan tinggal di rumah ini. Aku sudah menyuruh pelayan menyiapkan sebuah kamar untukmu. Untuk makan setiap hari, kamu bebas mengambil apapun makanan yang disediakan pelayan di dapur," ujar Zinnia memperjelas lagi semua fasilitas yang akan dia berikan kepada Wala, selama dia bekerja di rumahnya. "Baik, terima kasih banyak, Mbak." Wala mengangguk senang. Dengan tinggal di sana dan mendapat semua fasalitas, dia sudah langsung terbayang untuk bisa berhemat dan menabung semua gajinya, untuk dia kirim kepada emak di kampung. "Hari ini, kamu beristirahat saja dulu. Besok kamu bisa mulai bekerja." Melihat wajah Wala yang masih terlihat lelah, Zinnia tidak ingin menyuruhnya langsung mulai bekerja hari itu juga. "Mawar ... kemarilah!" Zinnia memaggil lagi pelayannya. "Iya, Nyonya." Pelayan yang bernama Mawar itu bergegas masuk lagi ke ruang tamu. "Tolong kamu antar Bang Wala ke kamar yang sudah kita siapkan. Beri dia pelayaan terbaik di rumah ini, supaya nanti dia bisa betah bekerja disini," perintahnya lagi. "Baik, Nyonya." Mawar mengangguk patuh. "Mari, Bang, aku antar ke kamar." Dengan senyum lebar di bibirnya, Mawar menengadahkan tangannya, menunjuk ke arah kamar yang akan ditempati oleh Wala. "Saya permisi, Mbak." Sambil membungkuk hormat, Wala segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mengikuti kemana Mawar akan mengantarnya. Zinnia hanya tersenyum. Kesederhanaan serta sikap apa adanya dari seorang Wala, semakin meninggalkan kesan tersendiri baginya. Wala melangkah sangat canggung, mengikuti langkah Mawar yang akan mengantarnya ke sebuah kamar khusus dan terletak di bagian belakang rumah itu. Sepanjang jalan yang dilewati Wala bersama Mawar, pelayan-pelayan lain di rumah itu seketika menoleh dan semuanya tampak bengong dengan mulut ternganga. "Ya ampun ... calon tukang kebun baru di rumah ini, ganteng banget ya?" "Iya ... sangat tampan, mirip artis-artis drama Korea di TV." "Wah ... bakal makin betah nih kerja di sini, kalau ada cowok seganteng dan sekeren dia." Bisik-bisik seperti itu juga terdengar di antara para pelayan, diiringi suara kekehan silih berganti dari mulut mereka. Pesona seorang Wala benar-benar membuat semua wanita yang ada di rumah itu sangat terpesona. "Ehhemm!" Tiba-tiba suara dehem Zinnia terdengar dan mengagetkan semua pelayan. Menyaksikan semua asisten rumah tangganya berdiri terpaku dan terus menatap ke arah Wala, seketika senyum kecut tersungging di bibirnya. "Kalian semua kenapa bengong disini? Cepat kembali bekerja!" bentaknya, merasa tidak senang dengan cara mereka memperhatikan Wala. "Baik, Nyonya," sahut pelayan-pelayan itu hampir bersamaan. Mendengar teguran dari Zinnia, seketika semuanya bubar untuk kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing. Senyum masam juga terus menghiasi wajah Zinnia. Dia tahu kalau ketampanan Wala pasti sudah mengundang perhatian semua pelayan di rumahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN