Part 07. Mengalahkan Pencopet

1629 Kata
Malam sudah berganti pagi dan matahari bersinar tanpa terhalang oleh awan sedikitpun, seolah itu merupakan sebuah pertanda baik untuk memulai sebuah awal hari baru. Bus malam yang membawa Wala ke kota, pagi hari itu sudah sampai di terminal tujuan. Ketika Wala sudah turun dari dalam bus, pandangannya beredar ke setiap sudut yang ada di tempat tersebut. Dalam penglihatannya, kota itu terlihat sangat asing. "Entah sudah berapa tahun aku tidak pernah ke kota ini?" Wala mengulas sebuah senyum seraya bergumam dalam hati. Meski sebelumnya dia sudah pernah menginjakkan kaki di sana, tetapi itu sudah beberapa tahun yang lalu. Terakhir kalinya dia ke kota, hanya sewaktu dia masih bersekolah, dimana ada kegiatan study tour yang dilaksanakan di kota itu. Dari terminal tersebut, Wala berencana memesan ojek online untuk mengantarkan dia ke alamat yang disebutkan oleh Zinnia sebelumnya. "Aku akan menunggu ojek online di tempat itu saja." Netra Wala tertuju pada sebuah tempat. Sambil menggendong tas ransel di punggung, Wala berjalan menyusuri trotoar tak jauh dari terminal. Dia sengaja mencari sebuah minimarket terdekat, agar ojek online lebih mudah menemuinya di sana. Tidak ingin membuang banyak waktu, Wala segera memesan ojek online dari ponselnya, lantas melebarkan langkah kaki, ingin segera sampai di minimarket tersebut. Bruugh! Terlalu terburu-buru, Wala tidak menyadari seorang pria menabrak tubuhnya dari arah berlawanan. "Ahh, maaf. Saya tidak sengaja." Wala mencakupkan kedua tangan di d**a dan membungkukkan punggung di hadapan seorang pria yang bertabrakan dengannya. Wala mengerutkan kening, karena pria itu tidak menyahut dan terlihat hanya memperhatikan dirinya dengan tatapan sinis. Dengan raut wajah yang terlihat sedikit mencurigakan, secepat kilat pria itu berlari meninggalkan tempat itu dan Wala hanya memelototinya saja dengan penuh rasa heran. "Tolong! Ada copet!" Sejurus yang sama, tak jauh dari posisi Wala berada saat itu, tampak seorang gadis keluar dengan tergesa dari pintu sebuah bilik Anjungan Tunai Mandiri dan berteriak minta tolong. Tidak ada orang lain terlihat di sekitar tempat itu, sehingga gadis itu bergegas berlari kecil mendekati Wala. "Tolong saya, Bang. Laki-laki yang tadi itu pencopet. Dia mengambil paksa tas dan dompet saya." Dengan wajah menyiratkan kepanikan, gadis itu meminta bantuan kepada Wala, seraya menunjuk ke arah pria yang tengah berlari kencang di hadapan mereka. Pria itu jugalah yang tadi bertabrakan dengan Wala. Jiwa kepahlawanan Wala seolah terpanggil mendengar ucapan memelas gadis itu. Tanpa basa-basi kakinya bergerak mengejar pria yang sudah cukup jauh berlari dari posisinya. "Hei ... berhenti! Kembalikan tas dan dompet itu!" Wala meneriaki pencopet itu dan berlari sekencang-kencangnya untuk menyusul. Mengetahui bahwa Wala mengejarnya, pencopet itu pun ikut berlari semakin cepat. Pada sebuah persimpangan, Wala menghentikan laju kakinya. Di sana dia merasa kehilangan jejak dan tidak melihat lagi kemana pencopet itu pergi. "Cepat sekali larinya orang itu!" Wala menggerutu dengan napas yang masih terengah-engah. Kepalanya menoleh kanan kiri dan bola matanya berputar mencari-cari keberadaan pencopet itu. "Aku tidak tahu jalan-jalan di kota ini. Aku tidak mungkin bisa menangkap pria itu." Ada rasa putus asa di hati Wala. Dia tidak mungkin bisa menangkap pencopet itu, sedangkan dia tidak paham jalan-jalan tikus di sekitat tempat itu. Dengan raut wajah kecewa, Wala berbalik badan, hendak menemui gadis yang mengaku kecopetan sebelumnya. Akan tetapi, belum sempat melangkahkan kaki, kedua alis Wala tersentak bersamaan, ketika melihat semak pembatas tepi jalan di depannya bergoyang, seperti ada sesuatu yang mencurigakan di balik semak itu. Spontan kaki Wala berjalan mendekat ke sana. "Hah ... sembunyi disini, rupanya!" Wala terperanjat, melihat pria pencopet itu ternyata ada di sana dan terlihat sama terkejutnya melihat Wala kini ada di hadapannya. Tangan Wala pun spontan bergerak menarik jaket pria itu dan menyeretnya ke atas trotoar. "Ampun, Bang!" Pencopet itu terlihat ketakutan dan sangat gugup, karena tidak menyangka Wala menemukan tempat persembunyiannya. "Kembalikan dompet dan tas itu, atau aku akan berteriak agar warga datang menghakimi kamu disini!" Wala memberi ancaman sambil mencengkram kuat kerah jaket pencopet itu, serta menatapnya dengan senyum mengejek. "Ba-ba-baik akan aku kembalikan, tapi tolong lepaskan tanganmu dulu, Bang!" Pencopet itu mengiba dengan wajah tampak pucat pasi, beripaya memohon agar Wala melepaskan cengkraman tangan dari lehernya yang tercekik oleh kerah baju. "Ini, Bang!" Buru-buru pencopet itu menyerahkan sebuah tas wanita yang sedari tadi ada di genggamannya kepada Wala dengan tangan gemetar hebat. Dia sangat takut apabila Wala benar-benar berteriak dan menyebut dia sebagai pencopet, maka sudah pasti orang-orang di sana akan main hakim sendiri dan menghajarnya beramai-ramai. Tangan Wala dengan cepat menyambar tas itu dari tangan pencopet lalu mendorong dadanya dengan sangat kasar, sehingga tubuh pria itu jatuh, terjengkang di atas trotoar. Wala membungkuk dan mendekatkan wajahnya di wajah pria itu serta memberi tatapan tajam. "Ampuni saya, Bang. Jangan panggil orang-orang kemari!" Takut warga akan datang menghajarnya, pria pencopet itu kembali memelas. "Makanya cari kerja yang halal, Bang." Mulut Wala mencibir tajam serta terus tersenyum mengejek. Namun, Wala hanya menggertak saja. Dia tidak ingin memberi pelajaran lebih kepada pria itu. Wala lalu memandangi tas di tangannya dan memeriksa isinya. "Bagus! Dompetnya masih ada." Melihat isi di dalam tas itu masih utuh, Wala hanya tersenyum tipis. Tanpa memedulikan pria yang masih meringkuk di atas permukaan trotoar, Wala berjalan menjauh, ingin segera mengembalikan tas itu kepada pemiliknya. Kendati terlihat menyerah dan pasrah memberikan tas itu pada Wala, pencopet itu belum patah arang. Melihat Wala lengah, dia mencoba mencuri kesempatan membalas menyerang Wala dari belakang dan merebut tas itu kembali. "Ahh, kurang ajar!" Pencopet itu menaikkan tangannya, mencoba memukul bagian tengkuk Wala. Tetapi untungnya, Wala masih sempat menghindar dan secepat kilat tangan Wala melepaskan tas ransel yang dia gendong di punggungnya, lalu memutar-mutarnya di udara. "Rasakan ini!" Tanpa sedikitpun rasa gentar, Wala melemparkan tas ransel itu ke arah pencopet dan tak elak ransel itupun melayang dan terhempas tepat mengenai sasaran. "Aaargh!" Pria itu kembali tersungkur ke atas trotoar dan memegang kepalanya. Akibat terkena beban berat dari ransel milik Wala, pria itu merasakan kepalanya bagai tertimpa reruntuhan batu letusan gunung berapi. Seketika ubun-ubunnya seakan dipenuhi bintang-bintang yang berputar-putar mengelilingi kepalanya. "Bagaimana rasanya, Bang? Enak?" Wala terkekeh dan bertanya kian mengejek, sambil mengambil kembali tas ranselnya yang tergeletak di tanah. Mendengar adanya keributan, beberapa orang yang ada di sekitar tempat itu seketika berkerumun di sana. Dari kejauhan, seorang gadis juga terlihat berlari mendekat dan menyela di antara kerumunan orang-orang. "Pria itu pencopet! Ayo tangkap dia." Gadis yang tak lain adalah pemilik tas beserta dompet yang tadi dicopet oleh pria itu, berteriak lantang, berharap warga akan menangkap dan membawa si pencopet ke pihak berwajib. "Iya … ayo kita hajar dia!" Warga yang merasa geram melihat ada pencopet di area itu, beramai-ramai menangkapnya. Karena tidak adanya petugas berwajib di sekitar tempat itu, aksi main hakim sendiri pun tidak terelakkan. Tanpa bisa dihentikan, warga akhirnya memukuli pria itu dengan membabi buta. "Ayo, Mbak. Kita segera tinggalkan tempat ini!" Wala menarik tangan gadis itu, membawanya menjauh dari kemarahan warga, yang masih dengan brutal menghajar si pencopet. "Ini tasnya, Mbak. Coba diperiksa lagi." Wala mengembalikan tas di tangannya kepada gadis itu. "Untung ada Abang yang menyelamatkan tas ini dan aku sangat bersyukur karena semua isinya masih utuh. Terima kasih banyak karena sudah menolongku, Bang." Gadis itu tersenyum dan sangat senang karena tas itu bisa kembali utuh, tanpa ada barang berharga miliknya yang hilang. "Sama-sama, Mbak." Wala hanya menanggapi dengan tersenyum. "Kalau gitu, saya permisi, Mbak." Tidak ingin berlama-lama lagi di tempat itu, Wala segera berpamitan, hendak melanjutkan tujuannya yang sempat tertunda, akibat kejadian barusan. "Tunggu, Bang!" Gadis itu bergegas menghadang langkah Wala. "Terimalah ini sebagai ungkapan terima kasih, karena sudah menolongku." Gadis pemilik tas itu, menyodorkan beberapa lembar uang kertas kepada Wala. "Tidak, Mbak. Tidak usah. Terhadap sesame kita wajin saling menolong dan saya tidak mengharapkan pamrih apapun untuk semua itu." Dengan sopan, Wala menolak pemberian gadis itu. Beberapa kali gadis itu terus mencoba membujuk Wala, agar bersedia menerima pemberiannya, tetapi Wala juga tetap menolak. Gadis itu menghela napas dalam dan tersenyum menatap Wala. "Aku tidak menyangka masih ada orang baik seperti kamu di zaman sekarang ini, Bang," pujinya sambil terus tersenyum menatap wajah penuh kharisma, pria di hadapannya. "Saya bukan orang baik, Mbak. Saya hanya menolong sebisanya, karena saya tidak suka dengan orang-orang yang ingin mendapat uang hanya dengan cara yang salah, seperti pencopet itu," sahut Wala dengan sedikit salah tingkah, karena gadis itu tak henti-hentinya menatap dan tersenyum manis kepadanya. "Iya, aku salut sama kamu, Bang," imbuh gadis itu semakin menunjukkan rasa kagum akan ketulusan hati Wala. "Oh ya, kenalkan namaku Azalea, Bang. Panggil saja Lea. Nama kamu siapa?" Gadis itu menjulurkan tangan, mengajak Wala berkenalan. "Saya Cakrawala. Cukup panggil Wala saja." Wala menjabat tangan gadis itu. Untuk sesaat, Wala termangu menatap gadis yang ingin namanya dipanggil Lea tersebut. Wajah belia yang masih imut itu, tampak bersih mulus dengan deretan gigi putih nan rapi, terlihat kala dia tersenyum. "Kamu baru tiba di kota ini ya, Bang?" Lea bertanya lagi sambil memperhatikan penampilan Wala dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Penampilan sederhana dan paras rupawan pemuda itu, kian membuatnya terkesima. "Iya, saya baru tiba dari kampung dan saya kesini untuk mencari pekerjaan." "Owh, kerja dimana, Bang?" "Hanya pekerjaan kasar, Mbak." Wala tidak ingin menanggapi pertanyaan Lea lebih jauh. Lagi-lagi seulas senyum seketika menghiasi bibir Lea. Ucapan yang terdengar apa adanya dari seorang Wala, membuatnya semakin terkesan. "Saya permisi, Mbak. Ojek yang saya pesan sudah datang." Wala segera mengalihkan, lantas berjalan cepat ke ujung jalan, sebab ojek yang tadi dia pesan sudah terlihat tiba di sana. "Sekali lagi, terima kasih, Bang. Semoga suatu hari kita bertemu lagi." Gadis itu melambaikan tangannya, ketika melihat Wala sudah naik di atas ojek dan sepeda motor itu pun meluncur cepat meninggalkan tempat tersebut. Meskipun Wala sudah cukup jauh meninggalkan tempat itu, Lea masih berdiri terpaku di tempat semula. "Aku sangat berharap, suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi, Bang Wala," gumam Lea dengan sebuah senyum indah selalu menghiasi wajahnya. Dia sangat terkesan akan semua hal dalam diri Wala, kendati hanya sebentar saja mereka sempat saling berbicara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN