Part 06. Masih Rahasia

1085 Kata
Hari berganti terasa sangat cepat. Kini Wala sudah membulatkan tekad untuk pergi merantau ke kota dan menerima tawaran Zinnia untuk bekerja sebagai tukang kebun di rumah kediamannya di kota. Waktu menjelang tengah malam, tatkala Wala bersiap dan menunggu jemputan dari mobil travel yang akan membawanya ke sebuah terminal. Dari terminal itulah, dia akan menumpangi bus malam untuk sampai di kota. Dari kampung tempat tinggalnya, perjalanan ke kota memakan waktu kurang lebih delapan jam. "Mak, aku pamit. Tolong doakan aku bisa sukses di kota." Air mata tampak menggenang di sudut mata Wala. Dia sangat sedih, karena dengan berat hati harus meninggalkan emaknya sendiri di kampung itu. Sambil memeluk wanita yang sudah membesarkannya itu erat-erat, Wala menumpahkan semua perasaan sedihnya karena harus berpisah dari sang ibu yang selama ini senantiasa ada bersamanya. Ratna memegang kedua pundak Wala, menatap sepasang mata yang terlihat sendu, serta berusaha menghilangkan semua rasa sedih di hati putranya itu. "Emak sangat senang kamu akhirnya mau pergi ke kota dan mencari pekerjaan di sana. Wala, Emak pasti mendoakan yang terbaik buat kamu." Tidak ingin ikut hanyut dalam kesedihan, Ratna terus menyemangati putranya. Maklum saja, Wala akhirnya bersedia pergi merantau ke kota, adalah juga karena desakan darinya. "Aku titip tanaman-tanaman hiasku semua ya, Mak! Tolong tetap jaga dan rawat mereka dengan baik." Tak lupa Wala berpesan, berharap Ratna tetap merawat tanaman-tanaman bunga kesayangannya, walau nanti dia tidak akan tinggal lagi di kampung itu. "Kamu tenang saja, Wala. Selama kamu tetap bisa mengirim uang untuk Emak agar bisa masak nasi setiap hari, bunga-bunga itu juga akan selalu Mak siram dengan air cucian beras." Ratna tetap mengulas senyum di bibirnya. Kendati sesungguhnya dia juga merasa sangat sedih akan ditinggal oleh Wala ke kota, tetapi dia tidak ingin menunjukkan semua itu di hadapan putra kesayangan. "Iya, Mak. Setelah bekerja di kota nanti, setiap bulan aku pasti akan kirim semua gajiku buat Emak." Wala mengusap air mata yang tak tertahankan menetes membasahi pipinya dan sangat yakin akan tekad untuk bisa membahagiakan sang ibu, serta menjadikan kehidupan mereka lebih baik di masa mendatang. "Sekarang ayo, cepatlah! Jangan biarkan mobil travel menunggu kamu terlalu lama!" Ratna menepuk pundak putra semata wayangnya dan mengingatkan lagi, kalau mobil travel sudah datang untuk menjemputnya. "Iya, Mak. Aku pamit dan jaga diri Emak baik-baik." Wala meraih tangan Ratna, serta menciumnya sebagai salam perpisahan. "Kamu juga hati-hati di jalan dan jangan lupa kabari Emak, kalau kamu sudah sampai di kota." Ratna terus tersenyum, meski sangat berat, dia terus berusaha untuk tidak sampai menitikkan air mata. Dia tidak ingin perjalanan Wala terbebani oleh kesedihannya. "Pasti, Mak. Secepatnya juga aku akan pulang, kalau aku sudah bisa ambil cuti dari tempatku bekerja." Sebuah senyum juga berusaha ditunjukkan Wala untuk Ratna. Apabila dia sudah mendapat uang dari hasil bekerja di kota, pasti tidak akan sulit baginya untuk bisa sering-sering pulang ke kampung itu dan bertemu ibunya lagi. Wala bergegas mengambil serta menggendong tas ransel yang sudah dia persiapkan untuk dibawa ke kota. Mengenakan celana panjang jeans dan sebuah sweater hitam polos, Wala sudah siap akan berangkat ke kota malam itu juga. Ratna ikut mengantar Wala hingga di depan rumah, dimana sebuah mobil travel sudah menunggu di sana. Wala melambaikan tangan, ketika dia sudah ada di dalam mobil yang kini mulai bergerak perlahan meninggalkan rumahnya. Ratna juga membalas lambaian tangan Wala dan terus memandangi mobil travel itu, hingga tak terlihat lagi, berlalu dari hadapan matanya. Air mata yang sedari tadi berusaha ditahan oleh Ratna, seketika tumpah tak terbendung, setelah menyadari bahwa Wala kini sudah benar-benar pergi meninggalkannya. Dengan cepat kakinya bergerak dan berlari kecil, segera masuk ke dalam rumah. Sampai di dalam kamar, Ratna langsung menghempaskan tubuhnya di atas pembaringan dan menangis sejadi-jadinya. "Kalau Mak boleh jujur, Emak nggak mau kamu pergi ke kota, Wala." Ratna menangis tersedu-sedu, sangat sedih menyadari bahwa Wala kini sudah meninggalkan dia sendiri di kampung itu. Rumah yang biasanya sepi, karena hanya mereka tempati berdua, pasti akan semakin sepi, setelah kepergian putra kesayangannya itu. "Mak sangat menyayangimu, Wala. 25 tahun kita selalu bersama, sekarang Mak pasti akan sangat kesepian tanpa kamu." Ratna terkenang semua kenangan manis dan juga pahit bersama Wala. Semenjak bayi, Wala tumbuh dan besar di bawah asuhan tangannya sendiri, tanpa ada seorang suami tinggal bersamanya. Menjadi orang tua tunggal, tentu sudah begitu banyak kegetiran yang pernah dia lalui. "Tapi Mak harus merelakan semua demi kamu, Wala. Sudah saatnya kamu menjadi orang sukses. Mak tidak akan membiarkan kamu selamanya hanya tinggal di kampung ini saja." Ratna meremas bantalnya kuat-kuat, menumpahkan semua rasa sedih itu seorang diri. Untuk beberapa saat, Ratna terus terisak sambil membenamkan wajahnya pada bantal. Namun, tiba-tiba saja dia teringat sesuatu dan bergegas beranjak dari tempat tidur. Sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya, Ratna melangkahkan kaki mendekati lemari pakaian miliknya, serta membuka perlahan. Ratna berjongkok dan memasukkan kedua tangan pada tumpukan pakaian di rak paling bawah. "Ahh, ini dia!" Ratna tersenyum kecil, ketika mendapatkan sebuah benda berbentuk persegi dengan permukaan terbuat dari kaca bening, dari dalam lemari itu. Kedua netra Ratna juga seketika terpaku memandangi foto wajah seseorang yang ada di dalam kaca bening berbingkai tersebut. "Dahlia ... " Ratna mengusap foto itu dengan tangannya dan menyebut nama wanita yang ada di dalam foto. Bulir bening pun seketika kembali menetes semakin deras dari kedua matanya. "Hari ini Wala sudah berangkat ke kota. Maafkan aku karena tidak bisa memegang janjiku padamu." Dipeluknya erat foto itu dan air mata sungguh tak kuasa dia bendung, mengalir deras membasahi pipinya. "Aku berharap, semoga di kota sana Wala akan menemukan tempat dimana seharusnya dia berada. Sekarang Wala sudah dewasa, mungkin sudah saatnya dia tahu akan kebenaran ini." Sambil terus memeluk foto dalam bingkai itu, Ratna kembali duduk di atas tempat tidur. Pikirannya menerawang jauh dan berbagai kenangan masa lalu juga kembali bermunculan dalam memori di kepalanya. Ingatan-ingatan akan masa lalu penuh kepahitan, juga kembali melintas di benaknya, yang tak elak membuat air mata kian menganak sungai. "Dahlia, sekali lagi maafkan aku." Ratna memandangi lagi wajah wanita di foto itu dan merasa seakan wanita itu ada, sedang diajaknya berbicara. "Aku tidak akan mungkin selamanya merahasiakan semua ini dari Wala. Tapi aku hanya bisa berharap, suatu saat Wala sendiri yang akan membongkar rahasia besar ini ... bukan karena aku yang menceritakannya, Dahlia." Ratna terus bergumam sendiri. Berbagai emosi kini seakan bergejolak memenuhi jiwanya. Sembari terus menatap wajah wanita yang dia sebut bernama Dahlia di foto itu, Ratna terus mencurahkan isi hatinya dan teringat tentang banyak hal yang dia sembunyikan tentang masa lalunya. Selama ini, dia memang selalu menyimpan rapat-rapat rahasia itu, tanpa pernah bercerita kepada siapapun, terutama Wala.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN