"Glad, kamu kenapa?" Yudha jadi bingung, Gladys sudah berubah lagi.
"Enggak, aku nggak kenapa-napa," jawabnya seraya mendorong pelan d**a Yudha sehingga mereka kini tidak saling berhadapan lagi.
Gladys lagi-lagi menolaknya tanpa alasan. Namun kali ini Yudha tidak bisa marah. Dia malah mengkhawatirkan Gladys, takut terjadi sesuatu hal kepada istrinya yang tidak dia ketahui.
"Aku haus," ucap Gladys turun dari ranjang.
Yudha memerhatikan saja, Gladys ke luar dari kamar meninggalkan dirinya.
"Dia kenapa coba? Nggak biasanya kayak gini," kata Yudha khawatir.
Sambil menunggu Gladys kembali dari dapur, Yudha mulai menyalakan televisi untuk menemani tidur malam mereka nanti. Yudha meraih ponselnya, tapi malah salah yang diambil itu milik Gladys. Yudha baru ingat, ponsel Gladys mati karena terlempar tadi.
"Apa mending besok aku ajak dia beli HP baru aja?" Yudha mencari-cari ide, yang sekiranya bisa menyenangkan suasana hati Gladys.
Pintu kamar terbuka. Gladys membawa satu botol air mineral dingin beserta dua gelas sekaligus.
"Kamu kenapa, Glad? Aku lihat kok kayak orang ketakutan gitu?" tanya Yudha lagi, memastikan apa yang dialami Gladys di luar kamar.
Dari raut wajahnya Gladys saja sudah terlihat jelas kalau perempuan itu terlihat persis seperti orang ketakutan. Gladys lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
"Aku cuma takut aja tadi ke dapur sendirian, mana kondisi rumah 'kan gelap." Gladys tidak bohong. Setelah dia mendapatkan ancaman dari mamanya dan mantan kekasihnya yang begitu posesif, Gladys jadi takut gelap. Takut kalau semisal apa yang ada di dalam pikirannya menjadi kenyataan. Semisal Teo tiba-tiba datang ke Paris, membobol rumah mereka lalu masuk secara diam-diam.
Jangan sampai hal itu terjadi. Batin Gladys.
"Kamu mau pergi jalan-jalan besok?" tanya Yudha.
Keduanya sama-sama kaget oleh sikap Gladys barusan. Yudha sampai melihat Gladys tanpa henti. Istrinya itu kaget bukan main ketika dia memegang bahunya, sampai Gladys berjingkat kaget.
"Glad, aku perhatikan kamu itu belakangan ini sedikit aneh. Kenapa sih? Kamu nggak mau cerita sama aku?" paksa Yudha. Rasanya sudah tidak sabar ingin mendengar cerita Gladys yang mungkin saja bisa membuatnya jadi ikut linglung.
"Enggak. Tadi di dapur aku cuma kaget lihat kecoak," jawab Gladys lagi mencari alasan yang sekiranya tidak akan membuat Yudha semakin penasaran.
"Kamu kayaknya kecapekan ngurus anak-anak, kamu mau liburan ke mana?" Yudha masih memberikan opsi yang sekiranya disukai Gladys.
"Kita nonton musik klasik di akhir pekan nanti." Yudha sudah memikirkan ini, dia memang ingin mengajak Gladys menonton musik klasik. "Atau kamu mau ke mana? Aku bakal nurutin kamu," lanjut Yudha.
"Kita di rumah aja, aku lagi males ke mana-mana," jawab Gladys.
Perempuan itu kini merebahkan kepalanya ke atas bantal. Tiba-tiba dia teringat kalau tadi Yudha bilang mendapatkan pesan iseng dari nomor tidak dikenal.
"Oh iya, chat tentang pembunuhan tadi boleh aku lihat nggak?" tanya Gladys. Pandangannya tak lepas dari Yudha yang juga membalas tatapannya.
"Astaga, kamu kepikiran tentang chat yang aku bilang tadi?" Yudha terkekeh. Meletakkan ponselnya ke atas nakas dan ikut berbaring di samping istrinya.
"Aku seriusan, pengen lihat chat yang kamu bilang tadi." Gladys memaksa, tidak ingin berhenti sampai di sini saja.
Yudha menarik Gladys ke dalam pelukannya. Dia usap puncak kepala istrinya, mencoba menenangkan Gladys yang katanya ketakutan karena gelap. Padahal biasanya Gladys turun juga sendiri dan tidak pernah mengeluhkan tentang perasaan takutnya karena gelap.
"Nggak usah dipikirin, lagi pula cuma chat iseng kok. Kamu nggak perlu khawatir tentang itu. Aku udah nggak terlalu mikirin hal itu. Mungkin itu sama aja kayak chat penipuan. 'Kan sekarang banyak mode penipuan yang kayak gitu." Yudha mencoba menenangkan Gladys. Siapa tahu dengan begini maka Gladys tidak akan takut lagi.
"Gimana bisa kamu mengabaikan chat kayak gitu? Gimana kalau semisal orang yang ngirim chat tadi beneran sama kata-katanya." Gladys marah karena Yudha sama sekali tidak mengindahkan ancaman yang sudah diberikan oleh entah dari siapa.
"Kamu jangan khawatir berlebihan, Glad. Aku nggak akan kenapa-napa. Aku bakal tetap ada di samping kamu." Yudha lagi-lagi menenangkan istrinya. Menurutnya reaksi Gladys saat ini cukup berlebihan hanya karena sebuah chat iseng saja.
"Aku cuma pengen lihat aja, Yud. Nggak mau apa-apa kok." Gladys belum puas kalau keinginannya belum juga dipenuhi.
Yudha mendesah pelan, mengambil ponselnya dan memberikan kepala Gladys. Perempuan itu cepat-cepat melihat chat berisi ancaman pembunuhan di ponsel suaminya. Setelah dilihat-lihat memang ini kode nomor dari Indonesia, tapi nomor yang dipakai Yudha juga nomor Indonesia. Bukan hal aneh kalau sekali-kali akan mendapatkan pesan seperti itu. Namun kebanyakan, kalau itu penipuan biasanya isi pesannya yang berkaitan dengan undian atau hadiah uang tunai.
"Nggak akan ada apa-apa, Glad. Kamu percaya sama aku." Yudha menerima ponsel yang diserahkan Gladys.
"Aku cuma khawatir, nggak mau kamu kenapa-napa," balas Gladys.
"Besok kita beli HP baru buat kamu." Yudha sudah memutuskan, dia akan membelikan ponsel baru sekaligus jalan-jalan dengan Gladys dan anak-anak.
Gladys berpikir sejenak. "Kita perbaiki aja HP yang ini, aku nggak mau beli HP baru," katanya.
"Kenapa? Beli yang baru aja."
Kepala Gladys menggeleng, "Enggak. Aku masih sayang soalnya sama HP ini."
Yudha tidak bisa berkutik. Kalau sudah begini, Gladys tidak bisa dibantah lagi.
"Ya udah, besok kita benerin HP sambil jalan-jalan sama Eunha dan Alvin."
Gladys menggigit bibir bawahnya, teringat akan kondisi mama dan adiknya di Jakarta. Mereka hanya tinggal berdua sekarang. Kalau saja papanya masih ada, Gladys tidak akan setakut ini menghadapi Teo yang seperti orang gila. Mengingat papanya, Gladys jadi merindukan mendiang papanya yang meninggal dua tahun lalu. Sejak tinggal di Paris, Gladys jadi jarang mengunjungi makam papanya yang terpisah jarak sangat jauh. Kalau saja dekat, Gladys ingin mengadukan ini kepada mendiang papanya untuk berbagi kesedihan.
"Kita kapan ke Jakarta?" Gladys mendadak menanyakan kepulangan mereka yang entah kapan bisa terwujud.
"Kamu pengen pulang?" Yudha sekarang paham, kemungkinan Gladys merindukan kota kelahirannya. Bisa jadi Gladys murung karena ini.
"Nggak usah terlalu dipikirin. Aku akan tetap ikut kamu di sini," ucap Gladys yang tidak dimengerti oleh Yudha.
"Ya iyalah kamu tetap bakal sama aku. Memangnya kamu mau ke mana? Kamu 'kan istri aku, Glad."
"Rasanya pengen renang, tapi aku takut membeku." Gladys mendesah.
"Aku juga pengen renang," sahut Yudha.
Sudah sekitar satu bulan mereka tidak renang dan Yudha merindukan olahraga satu itu. Sebagai mantan atlet renang, jelas saja Yudha lebih sering menumpahkan apa yang dia rasakan ke kolam renang. Namun kalau musim dingin begini, Yudha harus menahannya kalau dia tidak ingin membeku dalam air.