4. Chat Random

1060 Kata
"Zalle kenapa, Yud? Siapa yang udah nabrak dia?" Gladys mengekor di belakang. Membuntuti Yudha yang naik ke tangga menuju ke kamar mereka. Tidak ada jawaban. Yudha diam bak orang bisu. Berbeda sekali dengan tadi saat Yudha tahu ketika Gladys hampir terjatuh. Sikapnya berubah dingin, persis seperti dulu saat mereka awal-awal menikah. Gladys seolah sedang bernostalgia dengan sikap Yudha yang menjadi suaminya saat masih duduk di bangku SMA. Benar sekali, mereka menikah karena ketahuan hampir melakukan aborsi oleh orang tuanya Yudha, dan kala itu sikap Yudha benar-benar bagai orang asing. Saat itu Gladys bisa mengerti dan memakluminya karena posisi mereka memang belum saling ada rasa, tapi kalau sekarang Gladys tidak bisa menerima. Gladys meringis akibat menabrak punggung Yudha yang berhenti dadakan. Entah apa maksudnya, tapi Yudha hanya diam. Tak selang berapa detik, Yudha membalikkan tubuhnya jadi berhadapan dengan Gladys. Yudha menatap tajam istrinya, melihatnya dari atas ke bawah dan sebaliknya. Gladys jadi bingung sendiri ditatap tajam begini oleh suaminya. Apa jangan-jangan Yudha udah tahu kalau yang nyerempet Zalle itu sebenarnya Teo? Batin Gladys. Gimana dong kalau Yudha beneran udah tahu? Gue harus siap-siap diceraikan sama dia. Hati Gladys tak ada hentinya mengira-ngira apa yang akan dilontarkan oleh Yudha setelah ini. Tubuh Gladys berubah panas dingin sendiri. Ada ketakutan menyerang, tapi Gladys tidak bisa bersembunyi di balik tubuh Yudha karena yang dia takutkan itu Yudha. Bagaimana mungkin bisa menjadi pelindungnya. "Kenapa kamu diem aja?" tanya Gladys pelan. "Kenapa semalam kamu kasar banget sama aku? Kamu nggak bisa ya, nolak aku tuh biasa aja gitu? Nggak usah pake marah sama kasar segala?" Rasa penasaran dalam benak Yudha masih belum terpuaskan. Masih ingin tahu, apa alasan yang jelas sampai-sampai Gladys harus bersikap seperti semalam. "Iya, aku minta maaf. Aku salah," ucap Gladys. Tidak tega melihat Yudha yang benar-benar kecewa atas penolakannya. Embusan napas panjang keluar dari mulut Yudha. Jawaban dan raut wajah Gladys yang dipenuhi penyesalan membuat Yudha tidak tega kalau harus mendiamkan istrinya lebih lama. "Ya udah, ayo kita masuk." Yudha menarik pergelangan tangan Gladys. Membawanya ke kamar mereka yang ada di belakang Yudha. Gladys berusaha bersikap seperti biasa. Membantu Yudha melepaskan atribut yang melekat di tubuhnya. Karena sekarang sedang musim dingin, jadi Gladys mulai dari melepas coat hitam yang dipakai Yudha. "Zalle keserempet mobil pas dia baru pulang dari kafe sama teman-temannya. Kondisinya nggak parah, cuma luka gores aja di siku sama lutut, tapi pas Zalle mau pingsan dia nyebut namaku. Jadi Bunda tadi ngasih tahu aku kalau malam ini Bunda minta waktuku sebentar buat Zalle." Yudha menjelaskan apa yang tadi disampaikan Alexa. Gladys menatap Yudha dari bawah seraya melepas ikatan dasi dari leher sang suami. "Sudah ketemu siapa pelakunya?" Gladys seperti sedang menunggu nama Teo atau mungkin orang yang ciri-cirinya mirip dengan Teo keluar dari bibir Yudha. Sebuah gelengan kepala menjadi jawaban. "Kata Ayah masalah ini nggak akan diperbesar karena kondisi Zalle juga nggak parah. Hanya luka goresan doang, masih bisa diatasi sendiri sama Ayah dan Bunda," jelas Yudha lagi. Gladys selesai melepaskan pakaian yang dikenakan Yudha. Kini tersisa t-shirt putih dan celana bahan berwarna hitam saja. Gladys bergegas menyingkirkan semua pakaian kotor tadi ke keranjang baju kotor supaya dicuci oleh asisten rumah tangga. "Kamu masih libur?" Yudha mengalihkan pembicaraan, tapi dia juga penasaran. "Iya, kayaknya lusa aku masuk," sahut Gladys dari arah kamar mandi. Selama ini, Gladys juga tetap menjadi guru musik. Sebelum pindah ke Paris, Gladys sudah lebih dulu mengirimkan beberapa lamaran kerja ke sekolah dan juga ke universitas. Gladys ingin menjadi dosen musik di sebuah universitas dan keinginannya berhasil terwujud. Gladys diterima di Sorbonne Nouvelle University. Sudah dua hari ini, Gladys izin dengan alasan sakit. Namun Yudha lihat-lihat, Gladys tidak kenapa-napa. Meski Yudha bisa melihat kalau ada ketakutan di raut wajahnya Gladys, tapi Yudha tetap diam. Menunggu sampai Gladys akan membagi cerita yang dia pendam itu kepadanya dengan sendirinya. Malam menyapa. Keluarga kecilnya Yudha sudah selesai makan malam. Gladys membantu Eunha dan Alvin ke kamar masing-masing. Tak lama, Gladys mendengar suara Yudha dari kamar mereka. Mengetahui kalau Yudha sedang bervideo call dengan Zalle, Gladys cepat-cepat menyusul suaminya ke kamar. Gladys bergabung duduk di atas ranjang, menempel pada suaminya agar bisa melihat Zalle dari layar ponselnya Yudha. "Zalle, kamu beneran nggak kenapa-napa?" tanya Gladys khawatir. Kepala Zalle menggeleng, "Enggak kok, Kak. Aku cuma keserempet doang, lukanya juga nggak banyak. Tadi yang bikin panik Ayah sama Bunda tuh, aku pingsan di tempat." Yudha merangkul Gladys, merebahkan badan istrinya di sebagian tubuhnya. Mereka sudah tidak saling marahan atau diam-diaman seperti pagi tadi. Semua sudah kembali normal, tapi tidak dengan kegelisahan Gladys. "Kamu tadi sempat ngelihat orang yang sudah nyerempet kamu nggak?" tanya Gladys lagi, memastikan siapa pelakunya. Zalle menggelengkan kepala pelan. "Aku nggak sempat lihat, Kak. Aku beneran kaget banget jadi aku udah nggak peduli sama sekeliling. Kalaupun aku nggak sengaja lihat, aku juga udah lupa sama wajahnya," jelas Zalle. Gladys mengangguk-angguk paham. Dari sini, Gladys hanya bisa berharap kalau pengendara mobil itu memang benar-benar bukan Teo atau orang suruhannya. "Kak Yudha, aku ngantuk. Barusan habis disuntik obat sama suster. Aku tidur dulu ya, kalian juga tidur." Zalle pamit, terlihat jelas di layar ponselnya Yudha. Sekarang Zalle sedang menguap. "Iya, cepet sembuh ya cantik. Nanti kalau sembuh, aku transfer buat jajan." Zalle hormat terlebih dulu sesaat sebelum panggilan mereka benar-benar terputus. Gladys menatap Yudha lama, membuat lelaki itu merasa heran. "Kenapa?" tanya Yudha. Merasa aneh dengan sikap Gladys. "Kenapa kamu nggak pernah manggil aku cantik?" Suara Gladys terdengar jelas, kalau dia sedang cemburu dengan adik iparnya sendiri. Yudha tertawa terbahak-bahak mendengar rengekan Gladys. Demi apa pun, Yudha tidak ingat apakah dia pernah memanggil Gladys dengan sebutan cantik atau tidak. Namun yang jelas, Yudha sering sekali memanggil Gladys itu Nenek Lampir. Bahkan dari mereka masih kecil. Bukannya memanggil Gladys cantik, Yudha malah menyosor bibir Gladys yang mengerucut lucu. Mereka diam cukup lama, sampai akhirnya Yudha kembali menghujani Gladys dengan kecupan singkat di setiap sudut wajahnya. Suara tawa menggelegar di dalam kamar utama. Gladys pasrah saja saat Yudha mulai menyerangnya. Yudha sedikit kasar tapi Gladys tetap suka. Bahkan kini posisinya Gladys sudah benar-benar ditindih Yudha. Wajah mereka saling berhadapan dalam jarak dekat. Akibat penolakan semalam, Yudha jadi tak sabaran. "Tadi sore ada chat random banget. Masa dia bilang mau ngebunuh aku kalau dia sampai bisa nemuin aku. Lucu banget 'kan, kita aja nggak saling kenal, bisa-bisanya dia mau bunuh aku." Gladys terpaku mendengar cerita Yudha yang menurutnya cukup bisa membuat bulu kuduknya merinding.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN