Kepulangan Langit ke kediaman keluarga mereka di Jakarta disambut baik oleh sang nenek yang sudah menunggu di halaman besar kediaman Reinadjaya itu.
“Abaaaang!” teriak sang Nenek antusias, memegangi tongkat kayunya berjalan menyambut langit.
Langit melebarkan senyuman melihat sang nenek, “Hemm jangan bilang ini hanya drama pura-pura sakit!” tuding Langit menyapa sang nenek.
“Ucapkan salam! Bisa-bisanya langsung menuduh!” ambil Nenek tangan sang cucu membuat langit menciumtangannya.
“Sudah dalam hati.” Langit kemudian memeluk sang nenek, “Kenapa menyambutku, aku tidak membawa apapun.”
Nenek menyunggingkan bibirnya, “Aku sudah tahu itu, kau tidak pernah peka, ayo masuk Mama mu di kamarnya…” Nenek membawa Langit berjalan masuk.
“Sakit?” tuding Langit.
“Lalu kau fikir Mamamu berbohong?”
Langit mengendik acuh, “Kalian tidak berbohong tapi suka berakting…” jawab bibir yang selalu berbicara datar dan seadanya itu.
“Cucu terkutuk! RIKAAAA! Anak sulung mu sudah pulaaaang…cepat sambut, bentangkan karepet merah berbulu domba dan sirami kembang juga air!”
Langit menahan tawa atas sindiran nenek yang sangat senang atas kepulangannya itu, ia pun seketika mengangkat tubuh kecil sang nenek.
“LANGIIITTT APA-APAAN INI!! LANGITT !!” Nenek pun memekik histeris karena sang cucu mengangkatnya, kemudian meletakkanya pada kolam bermaik anak berbentuk bundar berisi penuh bola-bola plastik warna-warni milik Chelsea keponakannya kemudian berlalu begitu saja seraya melebarkan senyuman..
Ya… Hanya kepada Mama dan neneknya lah Langit sedikit lebih terbuka dan tidak terlalumenutup dirinya, ini pun terbilang sangat baru mungkin setahun terkhir ini,sebab Langit seperti menghindari mereka semua tidak ingin mengenang atau terkenang apapun tentang Adelia dan masa lalunya.
Langit lalu masuk kedalam kamar mama yang terbuka separuh pintunya, dia melirik ke ranjang Mama yang terbaring disana, Rika wanita setengah abad lebih itupun menoleh pada sosok tegap yang sudah sangat ia kenal itu.
“Abang…Mama sakit, kalau Mama tidak sakit abang mana mungkin mau pulang kan?”
Lelaki itu duduk di kaki sang Mama, “Aku memang sudah berencana akan pulang, Mama saja yang selalu tidak sabar.”
“Mana ada kamu mah nanti ujung-ujungnya bilang sibuk!” JudesMama, “Kamu nginap kan? Pulang besok!”
“Mama sakit apa? sudah di obati?” Alihkan Langit ucapan Mama yang ia yakin akan menghalanginya pulang.
“Sudah, Mama mau ajakin kamu pergi ke nikahan anak teman Mama nanti malam, mama mohon jangan pulang dulu!”
Langit memegangi dahi Mama, “Panas Mama sudah turun.” Ujar Langit, ia pun mengangkat arloji branded miliknya. “Langit ada meeting nanti sore!”
“LANGIT!! YA TUHAN, kamu baru saja injak rumah, belum ada dua detik, sudah mengatakan akan pergi lagi?”
Langit tahu Mamanya tidak kenapa-kenapa jika benar sakit pun hanya demam biasa, dia sengaja kembali kerumah sebab jika tidak Mama dan sang neneklah yang akan datang kesana lalu menetap lama dan tidak mau di suruh pulang, akan sangat mengganggu aktivitasnya.
“Mama nanti akhir bulan aku pulang, di acara ulang tahun Chelsea.”
“Enggak kamu pasti berbohong, pasti ada aja alasan, mana si Marcel Mama mau minta dia suruh atur jadwal kamu untuk tidak terlalu padat,jika boleh setiap minggu kamu kembali.”
“Marcel di Bandara menunggu.”jawab Langit santai.
Mama membulatkan matanya, “Tuh kan, kamu memang sengaja hanya ingin say hey kamudian pergi lagi! Kelewatan sekali kamu.”
“Rikaa!” nenek pun masuk kedalam kamar, “Lihat kelakuan anakmu, dia melemparku ke mainan Chelsea! Cucu kurang ajar! Sakit sekali punggungku.” Nenek memegangi punggungnya membuat Langit tertawa.
“Ma, lihat dia…dia mau pulang, bisa-bisanya dia datang sekilas bernafas dan langsung pergi lagi. Padahal saya mau ajak dia ke acaranya Regala malam nanti, saya malu setiap ada acara apapun anak laki-laki saya tidak pernah turut hadir, bagaimana jika nanti kamu yang punya acara mereka juga tidak mau hadir.”
“Ada Papa, Mama dan Nenek, apa bedanya?”
“Jelas bedalah, kamu selalu saja tidak mau mengerti bukantidak mengerti.”
“Oh ya abang, semalam nenek dan Mama mu bertemu Mama Adelia loh, dia—”
Seketika netra Rika membola menahan Nenek, yang selalu saja lupa dan tidak bisa menahan bicaranya. Menyadari itu seketika nenek mengatup bibirnya, fikiran dan ucapannya selalu saja tidak bisa terkontrol.
“Apa yang dia katakan?” tanya Langit datar.
“Ti—tidak ada sayang, jangan ambil pusing ucapan nenek,semua biasa saja! Ayo kita keluar dari sini.” Mama berangsus bangkit.
“Katakan apa yang dia katakan!” tekankan langit menatap tegas, jika dia seperti ini kedua orang tua itu mendadak takut. “Katakan Mama! Nenek! apa yang dia katakan!”ulang Langit lagi.
“Tidak, tidak ada, Mama Adel hanya menanyakan kabar kamu saja.” Bohong Mama yang padahal Mama Adelia menanyakan kenapa Langit tidak mengunjungi pusara anaknya lagi? apakah kini dia berbahagia setelah kepergian Adel?
Rika selalu menakuti jika Langit pergi ke pusara Adelia dia psti akan down lagi, dia akan murung lagi,kerpergian Adelia masih saja menjadi momok yang menyeramkan untuk Langit dikehidupannya, lama sekali Langit bangkit dari semua hal kelam itu.
Sebisa mungkin tidak ingin menjadikan sebuah prasangka yangbburuk di pihak Adelia dan keluargnya, Rika pun menceritakan tentang kelemahanbLangit itu, ya mereka cukup mengerti walau terkadang anatara percaya dan tidak percaya sosok seperti Langit tidak benar-benar mencari pengganti Adelia.
“Ma— Nek, Aku pergi dulu!” Langit pun mengangguk permisi kepada nenek dan sang mama tiba-tiba.
Mama dan Nenek yang merasa bersalah pun saling berpandangan,“LANGIT MAU KEMANA!” pekik Mama.
Lelaki itu pun tidak mengindahkan sudah bisa di tebak keduaorang itu Langit pasti akan pergi ke makam Adelia.
Mama pun mengejar putranya itu, berfikir akan terjadi hal-hal yang tidak baik pada langit,Namun seketika langit berbalik.
“Mama sakit bukan? Istirahatlah, tidak akan ada yang terjadi apa-apa!”sergah lelaki tampan berkemeja rapi itu berjalan cepat.
“Langit! Mama mohon—”
Langit menoleh lagi,“Jangan berfikir yang tidak-tidak, aku akan baik-baik saja percayalah, ma! ” Yakinkan Langit sang Mama,menjelaskan benar ia akan pergi ke makam Adelia, sosok yang bahkan hanya disebut namanya membuat Langit sesak san sulit bernafas.
Di lain tempat, Maruna terus saja mencari cara untuk keluardari sana, dari rumah megah milik Langit itu. Ada banyak hal gila yang ada didalam kepalanya, sebab dia benar-benar tidak bisa terima di tahan disini secara nalarnya ini hal yang sangat cacat logika, Maruna tetap bersikeras dia tidak salah.
Setengah jam belalu, baru saja Langit dan sebuah mobil yang membawanya tiba disebuah pemakaman, seketika ponsel ya berdering, Marcel yang sedang menunggunya disebuah café shop sebab enggan bertemu dengan sang nenek yang juga pasti akan menjadikan-nya, bulan-bulanan untuk membuat Langit tidak pergi tiba-tiba menghubungi Langit.
“BOSSSSs!” Marcel terdengar panik.
Langit yang siap masuk pun mendadak berhenti, “Kenapa?”
“Gadis yang menyusup kedalam rumah mu, kejang-kejang, dia keracunan, sekarang di rumah sedang panik! Dia mungkin bisa mati.”
“Apa??” Langit terkesiap, tidak difikirkannya ini akan terjadi, bisa-bisanya gadis itu menjadi masalah baru untuknya, bagaimana jika dia mati, ini bisa semakin panjang.
Langit pun mendadak tidak jadi masuk kepemakaman, dia memutuskan segera kembali, ucapan dari kronologis yang di sampaikan Marcel barusan benar- benar membuatnya panik, dia bisa berurusan panjang dengan pihak berwajib jika seperti ini.
Marcel pun diperintahkan untuk tidak membawa Maruna kerumah sakit dia tidak ingin namanyamenjadi buruk atas kejadian ini.
Namun dia sudah mengutus tenaga medis dan dokter tebik dikota itu yang menjadi orang kepercayaannya untuk menangani Maruna disana.
Maruna yang di larang memasuki ruangan rumah utama pun bahkan ia masuk disana, semua pembatu disana mengerumuninya.
Marun benar-benar nekat meminum sebotol minuman yang di campurkan sebuah obat yang ia temukan dalam tasnya, mungkin sudah expire dan di tambhakan lebih dosis-nya untukmemberikan effect racun.
Bodoh! Ya dia sangat bodoh menyakiti diri sendiri, namun Marun sudah memperhitungkan dia hanya akan keracunan dan muntah-muntah.
namun kini dia membuat dirinya kejang-kejang dengan tubuh yang dibuat menegang, mendramatisir keadaan yang padahal biasa saja. Bersyukur rencananya berhasil, dalam hitungan 45 menit obat itu bereaksi, dan ia terjatuh tepat saat ia berjalan menuju dapur sesuai dengan rencananya.
Maruna memenangkan ini, ia yakin lelaki itu pasti tidak akan membawanya kerumah sakit karena akan menjadi masalah. Lalu jika di lakukan pemeriksaan dirumah ia yakin Dokter itu akan percaya dia benar-benar mengalami keracunan lewat muntahan berbusanya.
Kau salah bermain-main bapak langit yang terhormat!
Hampir 1 jam berlalu. Maruna rasanya sudah lelah sekali, menegang-negangkan tubuh seperti ini, namun Dokter sama sekali belum datang, bisa-bisa dia benarakan mati beberapa saat lagi.
Sial, Tuhan tolonglah janda malang ini dia ingin hidup sedikit lebih lama lagi.