10 Berharap Tidak bertemu.

1800 Kata
Dokter akhirnya datang dan membuat Maruna lebih tenang, dia di diagnosa mengalami keracuan obat alergi yang sudah expired, berdasarkan pemeriksaan dokter tersebut. Bagaimana bisa obat allergy dia telan dalam dosis yang banyak, alasannya apa? Dokter mengherankan kan itu, Ini sangat berbahaya jika terlambat tangani, apakah wanita ini depresi? Sengaja Ingin bunuh diri? “Maaf apakah Mba Maruna sering mengkonsumsi obat-obatan ini, apakah dia mempunyai keluhan semacam Alergi” Tanya Dokter itu pada kedua pembantu wanita yang sedari tadi mengawasi Maruna disana. Dua orang pembantu wanita tua dan muda itu saling bertatapan,mereka menggeleng tidak paham, “Ti-tidak tahu Pak Dokter.” Jelas saja tidak tahu, Maruna baru setengah hari berada disana, mereka juga tidak kenal siapa dia, yang mereka tahu dari pak Satpam, dia adalah gadis penyusup kediaman Pak Langit pemilik rumah ini. Ternyata dampak yang Maruna bayangkan jauh dari ekspektasi, sekarang tubuhnya benar-benar lemas tidak berdaya dia muntah hingga mengeluarkan semua yang ada di perutnya, kepalanya seakan berputar 360 derajar, sebuah selang infus pun kini mengalirkan cairan ke tubuhnya, benar-benar dia mengumpati dirinya. How Foolish! Maruna… Langit dan Marcel dibuat berkejar-kejaran dengan waktu, kini mereka sudah didalam mobil menuju kekediaman langit, Langit tampak sangat gusar ini bisa menjatuhkan reputasinya jika ada yang mati keracunan di rumahnya. Lalu bagaimana perasaan orang tua wanita itu, juga kelurganya,kekasihnya, seperti yang di ketahui Marcel di kartu identitas milik wanita itu dia adalah lajang alias belum menikah. Pasti mereka akan terpukul kehilangan gadis itu, dan menjadikan dia sasaran dan penyebabnya bukan? Tidak lama kemudian Langit pun turun, bersamaan dengan Marcel,keduanya memasuki ruanganan utama menuju ke sebuah kamar besar tepar disebelah kamar Langityang tidak pernah di tempat siapapun. Ada dua pembantu disana yang baru saja menghantarkan Dokter pulang. “Bagaimana keadaannya?” selidik Marcel. “Sudah mendingan Pak, Pak Dokternya lama datang soalnya tadi dari rumah sakit, Mbak-nya muntah sampai keluar darah.” Jelas pembantu muda itu. Perlahan Langit masuk ke pintu dengan dua pembantu yang mempersilahkannya. “Apa kata Dokter itu?” Lihat Langit, Maruna dari sisi jauh. “Keracunan Obat Pak, Oh ya pak maaf lancang! Saya bawa mbak ini kamar disini, soalnya tadi panik mbaknya kejang-kejang, tidak tahu gimana menanganinya, waktu Dokter datang jadi tidak sempat kembali ke Pavilion belakang.” “Keracuan obat apa dia? Nekat sekali wanita ini bunuh diri disini!”tuding Langit. “Hal apa yang terjadi sebelum kejadian! Apa yang dia lakukan?” “Itu Pak, dia mondar-mandir di dekat kolam, seperti orang kebingungan,tiba-tiba waktu saya dari pasar saya lihat sudah tergeletak dan mulutnya mengeluarkanbuih.” “Kata Pak Satpam Mbaknya juga tadi memohon-mohon untuk di kasih keluar Pak,”Timpali pembantu satunya lagi. Di ranjang besar itu Maruna mendengar jelas percakapan mereka namun kenapa dia susah sekali membuka mata, tubuhnya benar-benat tidak sinkron dengan otaknya. “Dia melakukannya dengan sengaja!” tuduh Marcel. “Ini bentuk dari dia ingin pergi dari sini.” “Hemm ya, kau lihat dia bisa meracuni dirinya sendiri, bisa jadi kedatanganya kesini atas perintah seseorang untuk mercuni ku.” Tuding Langit. Marcel mengulas senyuman, “Bos, kau tetap berfikir seperti itu?” Langit mengendik acuh, “Entahlah, yang aku takuti dia mati dirumah ku, akan banyak sekali dampak buruknya untuk ku.” Tiba-tiba saja Maruna tampak mengeluarkan air mata saat memejam, padahal tubuhnya tidak bergerak dan tidak beraktivitas apapun, sesuatu hal dari otak kecil Maruna yang tidak bisa membuatnya membalas respon namun bisa merasakandengan hati. Dia menerawang jauh, kenapa hidupnya seperti ini? Kini rasa sakit yang berikan Kandra tiba-tiba ia rasakan lagi, dunianya mendadak sepi, dia sendiri menghindarjauh dari sang orang tua, sebab takut membuat mereka kecewa. Padahal kini dia sudah di tempat yang jauh dari siapapun namun dia malah harus merasakan tidak nyamannya hidup seperti ini lagi. “Dia nangis Bos!” Lihat Marcel bulir yang keluar dari ujung netraMaruna. “Maaf Mas Langit, mungkin dia mendengar pembicaraan bapak berdua,tapi dia mungkin belum sanggup menyahut Mas, wong sampai muntah darah, dari kejang,muntah berisi padat, air hingga darah, Pak Dokter juga menyesali keadaan membuatdia terlambat datang untungnya tidak sampai—” Pembantu tua itu pun mengusap dadanya.“Tidak kehilangan nyawa.” Jelas pembantu Tua yang Langit segani. Langit yang melihat itu dia terdiam sejenak, dan sedikit menjadi bimbang, tentang penilaiannya pada gadis itu benarkah dia berniat buruk atau tidak. “Awasi dia, jangan kemana-mana, kita tunggu dia bangun supaya bisa minta keluarga atau orang tuanya jemput, sekalian menjelaskan pada mereka kenapa anaknya berada disini.” Langit pun berlalu pergi. Seperginya Langit kedua pembantu itu pun bertanya-tanya padaMarcel, “Ini kenapa toh Pak sampai seperti ini anak orang, mungkin memang salah masuk rumah, lihat semua didepan gerbangnya sama.” Kata pembantu yang lebih muda. “Lah iya, dia juga di bukakan pintu, di persilahkan masuk. Sampai ke kamar Mas langit yang pakai kode kebuka, juga bukan dia yang buka, cuma Mas Marcel yang tahu, ini Marcel harus disalahkan.” Marcel terkekeh, “Kenapa saya, saya cuma mendengar perkataan Pak Tio itu tukang pijat dari rumah massage herbs seorang Ibu sama suaminya yang biasa datang." “Ibu-ibu bagaiamana wong masih muda gini, kan kasihan kalau sudah berurusan sama pak Langit, c*m punya badan, hatinya sudah di investasikan.” Kata Mbak Dian. “Huss kamu ini, denger orangnya nanti!” tegur Mak Suh pembantu tua itu. Marcel hanya bisa terkekeh, “Sudah jaga yang baik tuh!” dia pun ikut pergidari sana. “Owalah Nak… Nak… kok ya bisa seperti ini, kalau mau kabur darisini, Mak bisa bantu kok, kita bisa lewat pintu belakang, jangan coba bunuh dirigini.” Usap Mak Suh, kaki Maruna. ••• Hari ini Langit tidak berangkat kemanapun, sudah banyak memakan waktu dan energy dijalan, lelaki itu menghabiskan waktunya didepan laptop miliknyamemeriksa Email dan laporan pekerjaannya di kamar. Satu kali sentuhan pada folder membuat, sebuah file terbuka,sebuah video terputar disana, suara tawa Adelia yang begitu nyaring dipendengaran,sosok ceria yang selalu tertawa terdengar bernyanyi disana. Maaf aku tidak jadi mengunjungi mu… Netranya terus melihat pada video yang berputar itu hingga tiba-tiba file pada video itu seperti rusak dan berhenti sendiri. “Bos, dia sudah bangun!”Tegur Marcel yang entah kapan sudah masuk. Langit menoleh kemudian menutup Laptonya enggan dilihat Marcel dan segera keluar dari kamarnya. Jika pagi tadi tatapan Langit begitu mendominasi ketidak sukaan, kini dia sudah lebih bisa seperti manusia, Ia masuk kedalam kamar itu. Terlihat Maruna tampak sedang di introgasi oleh dua pembantu itu, dia tampak menjawab dengan lembut tidak seperti pagi tadi. “Mas Langit, mbak Maruna ini memang salah masuk rumah katanya, dia itu mau kerumahnya Pak Effendy Chan, itu loh yang punya PT plastic, kalau tidak salah anaknya memang ada namanya mbak Stephanie biasa di panggil Sese.” “Pak Effendy, tiga rumah dari sini?” timpali Marcel. “Iya, iya.. Mas Marcel sering gangguin si Sese itu.” Tambah Mbak Dian. “Astaga kenapa tidak bilang dari awal cari rumah Sese,” Marcel pun terbahak-bahak. “Kalau dari awal menyebutkan Sese kan tidak akan ada tahanan 14 hari, drama keracunan, sampai hampir mati.” “Saya sudah jelaskan! kalian bilang tidak ada yang kenal dengannya,saya sudah memohon, saya sudah berteriak, saya sudah—" Langit menghela nafas berat, “Dan kamu fikir semua orang disini kenal siapa nama asli teman kamu? Jangan salahkan orang lain, coba posisikan diri kamu yang adalah orang asing, masuk kerumah orang lain! Melakukan kebodohan dengan percobaan bunuh diri, tidak kah itu berlebihan!” “Mas Jangan seperti itu, Mbak Maruna sudah jelaskan ke Pak Satpam,harusnya mereka cari orang yang dia maksud, saya sebagai orang yang kenal Mama Mas Langit dari kecil sampai ikut kesini, juga marah jika Mas seperti ini, Mas kan yang minta Satpam untuk tidak pedulikan permintaan Mbak Maruna?” Langit menarik nafasnya, diam sejenak, “Hubungi kedua orang tua mu atau keluargamu, minta datang menjemput, baiklah jika saya yang salah, saya akan meminta maaf kepada keluarga kamu. Dan bertanggung jawab sampai kamu sembuh.” Langit pun berlalu. “Mas!” Panggil pembantu tua itu lagi, “Mbak Maruna tidak ada keluarga disini dia baru 1 hari disini, dia sendirian pindah dari Jakarta, kedua orang tuanya juga di Bandung,” Langit yang menoleh sejenak melihat pada Maruna yang tertunduk,“Saya tidak akan keluarkan jika tidak ada yang membawanya dari sini, panggil temannya itu, saya tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal buruk dengannya di luar.” Maruna menatap lemah pembantu tua itu, “Saya tinggal di Motel depan jalan situ, saya tidak enak jadi beban untuk keluarga teman saya, bisakahantarkan saja saya kepenginapan.” “Panggil dia atau tidak keluar dari sini sampai pulih!” Langit pun berlalu dari sana. Maruna menggeram, meremasi tangannya, tidak ada habisnya, tinggalpulangi saja susah “Mas Langit benar, kan mbak sendiri. Kondisi juga belum pulih, palingtidak ada yang lihatin mbak nanti disana.” ••• Malam hari Stephanie pun didatangkan kerumah Langit, dia tidak menyangka bercandaanya berlanjut serius, maksud hati dia dan sang Mama ingin membuat Maruna melihat Langit saat berangkat kerja lalu suka, lalu sang Satpam akan menunjukkan rumah dia yang berada di tiga rumah setelahnya itu malah menjadi seperti ini. Stephanie sedikit tertawa dan shock, Maruna seagresif itu, kini Maruna masuk kedalam mobil, bersama Marcel dan Stephanie yang akan menghantarkannyapulang kepenginapannya. Ya… Maruna bersikeras ingin ke penginapan saja, lebih nyaman dari pada harus menyusahakan Keluarga Stephanie. Setelah mobil siap pergi, Langit pun berjalan mendekat pada Jendela dimana Maruna duduk, mengisyaratkan Marcel membukakan pintu, sebab Maruna sendiribenar-benar sudah sangat enggan melihat sosok Langit itu, berharap tidak akan pernah bertemu di hari kedepan nanti. Pintu mobil itu pun terbuka memperlihatkan jelas Langit disana,“Saya sebagai pemilik rumah ini dan yang bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi disini, ingin meminta maaf kepada anda yang disengaja atau pun tidak disengaja.”Langit mengulurkan tanganya. Maruna mengendik acuh, sebagai pemilik rumahdan yang bertanggung jawab? Cih, jelas-jelas kauadalah dalang! orang yang salah dan berlebihan mempermasalahakan ini, Sialan… Maruna menatap saja enggan, membayangkan wajah songong Langitpagi tadi seakan dia paling benar dan Maruna adalah penjahatnya. Marcel dan Stephanie saling bertatapan melihat sikap acuh Maruna kepada langit, terpancar jelas kilatan kebencian dari mata wanita itu. Marcel pun menutup cepat pintu, membuat tangan dari wajah yang berharap disambut tangannya itu pun berbalik sebab malu dengan para pembantunyayang melihat itu. “Kamu tidak boleh seperti itu Runa!” “Kenapa, takut akan berbalik suka? Suka yaa… suka siapa yang tidak suka sama cowok tampan, kaya raya, tapi aku bukan ABG Steve… bukan lagi main drama, semudah itu mereka membuat sesuatu lalu melupakannya. Kamu nggak seperti apa aku mengemis sama mereka, menjelaskan, teriak-teriak seperti orang gila, kamu tahu aku sudah di letakkan di belakang rumah itu, aku di tuduh-tuduh tidak baik, apa seperti itu cara memperlakukansesama manusia.” Marcel tersindir didepan, ia mengulas senyuman, menggaruk kepalalnya,“Maafkan saya…hehe” “Dan you juga ikut-ikutan Marcel! Oh Lord!” "Maaf, iya maaf...peace!" Marcel merasa malu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN