8 Skala Langit Rainandjaya

1836 Kata
Skala Langit Rainandjaya. Lelaki 32 tahun itu, sudah beberapa tahun ia disini di kota ini, meninggalkan semua kekelamanya masa lalu terburuk dalam hidupnya, melangkah pergi dari Jakarta. Dia adalah putra pertama dari 2 bersaudara keluarga Rainandjaya, diabpernah mengalami sebuah hal paling tragis dalam hidupnya 4 tahun lalu. Yaitu sebuah kecelakaan yang menimpa dia dan Adelia seorang gadis yang sudah menjadi tunangannya sejak mereka menyelesaikan study mereka bersama di salah satu universitas ternama negri ini. Menjalin hubungan selama bertahun-tahun terbilang sangat manis dan indah, jarang sekali timbul kecek-cokkan, begitulah pun kedua belah pihak keluarga yang mendukung satu sama lain. Kala itu walaupun Adelia ingin melanjutkan pendidikannya lagi, namun tidak menyurutkan rencana mereka untuk melanjutkan kejenjang yang lebih serius di satu tahun kemudian yaitu menikah. Akan tetapi malam itu, tidak di sangka Langit akan menjadi hal paling yang terkenang dan menjadi sebuah mimpi paling buruk dalam hidupnya. Malam itu adalah malam dimana Adelia dan dia pergi berkencan seperti biasa, mengunjungi sebuah mall untuk menonton sebuah film terbaru. Namun Adelia merasa bosan ia meminta Langit menyudahi tontonan mereka di bioskop itu untuk pergi kesebuah tempat wisata malam disana melihat sebuah acara pesta kembang api di malam yang kebetulan tahun baru itu. Semua masih seperti biasa sangat manis, sepasang anak muda yang bertaut kasih, berjalan-jalan disana menatap pada langit malam yang indah, deburan ombak dibibir pantai yang terdengar riuh cukup memeriahkan suasana. Sesekali memeluk dan bergandengan, hingga saling mengecup, memutari jalur perjalan kaki di tempat itu, mereka begitu bahagia menikmati mommen indah pergantian tahun dan hari libur. Keduanya juga tengah menantikan waktu yang tidak lama lagiakan membuat mereka bersama selamanya, mengucap janji suci dan terikat menjadi sepasang suami istri, hidup bahagia menghadirkan anak-anak mereka. Tepat di pukul 11 dini hari, bunga-bunga api mulai meledak indah menampilkan corak apinya yang menawan, Adelia begitu antusia, ia menatap takjub dan bahagia ke atas langit sana. “Itu kay langit dan aku adalah si bunga apinya, bagaimana? Kau gelap namun menjadi indah sebab ada aku disana.” Hahahha. “Itu karena malam Adel, bagaimana jika di ledakkan siang hari? Bukankah yang indah tetap langit, kau bahkan tidak terlihat disana kecuali bayang-bayangnya saja.” Adelia memajukan bibirnya, “Kalau begitu aku tidak mau siang, aku ingin terus malam saja supaya selau terlihat indah disana.” Langit pun tertawa, membawa Adelia ke tempat lainnya, gadis itu naik ke punggung langit meminta berputar berkeliling. Dengan senang hati Langit melakukannya, hingga keduanya berhenti di sebuah taman berlampu-lampu disana, Adellia suka lampu-lampu ia semakin berlari-lari disana. Dengan pasrah langit pun mengikutinya, Adel tampak begitu ceria dimalam itu, dia yang tidak suka ice cream tiba-tiba saja meminta dibelikan ice cream, tidak menjadi sebuah keheranan yang berarti, Langit pun membelikan icecream strawberry seperti yang Adelia mau. Keduanya menikmati itu seraya bermain ayun-ayunan disana,bertukar cerita, dan membahas banyak hal yang terjari di kampus Adellia yang baru dan keadaan di kantor Langit. Menjelang pukul 1 dini hari, keduanya pun akan kembali,Adelia bersikeras ingin mengemudikan mobil milik langit tersebut, keduanya saling berebut, naik ke bangku kemudi, jelas saja langit tidak mengizinkan itu akan sangat berbahaya Adel tidak terlalu bisa menggunakan mobil sport sejenis miliknya. Namun Adelia merajuk ia bersikeras ingin mengemudi mobil keluaranterbaru yang baru saja Langit beli itu. Hingga Adel pun berhasil memenangkan itu, keduanya kembalimenuju kekediaman Adelia, dengan Adel yang menyetir, tidak buruk, Adel bisa menguasai dengan cepat mobil itu sesuai arahan langit. Namun tiba-tiba saja sebuah mobil tangki berisi bahan bakar oleng,ban belakangnya pecah, tidak sanggup langit jelaskan bagaimana kronogis tersebut yang jelas Adelia kehilangan kendali, mobil mereka ikut bertabrakan bersama mobil-mobil lain yang juga menghindari mobil tangki yang siap terbalik itu. Tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, dunia seakan terusmalam dan tidak pernah siang, Langit terawang-awang dan Langit terbangun di hari ke tiga kejadian naaz itu. Sayang-nya tidak ada lagi Adelia bersamanya disana ataupundi dunia ini, Adelia meninggal tepat di tempat kejadian, gadis itu terhimpitoleh mobil Langit yang ringsek menabrak mobil lain didepannya. *** (Pov Langit) Satu hal yang pertama aku cari saat membuka mata, ya… dia Adelia, aku ingat jelas kejadian malam itu, aku ingat kami mengalami kecelekaansebuah mobil tangki oleh dan lalu terguling mengenai mobil lain disana yangtidak dapat terhindar. Saat aku tidak tahu lagi, aku sudah berada di brangkar rumahsakit, aku lihat kedua orang tu di sana menangisiku. Ma…mana Adel, dia dimana? Bagaimana keadaannya? Mama tidak menjawab, begitupun ayahku, ku tanyakan berulang-ulang Mama malah menangis, Mama seperti sangat sesak sudah lama sekalimenangis, ia memeluk, menangis semakin jadi. Ada yang tidak beres, ada yang buruk, aku yakin ada yang buruk sedang terjadi. Aku pun turun dari brankar, Mama meneriakiku sebab aku membawa tali infus begitu kasar, terkahir malah aku lepas didepan pintu, akutidak peduli darah mengalir disana. “Abang… abang…” Mama meneriaki ku… Langit!... Langit! Mama menarikku kuat sambil menangis, “Langit…” bibir Mama bergetarhebat, air matanya tidak menyurut, “Langit, Adelia sudah tidak ada Nak…diasudah meninggalkan kita.” Aku menggeleng, aku tidak menangis, telinga ku sangat sakit mendengar Itu, dadaku sesak, sangat sesak seperti di pukuli orang banyak. Aku masih saja menganggap Mama bercanda, aku tertawa. Namun papa ku mengulangi kalimat itu, “Adelia di makamkan dua hari yang lalu…” Aku lemas, tubuhku seakan tidak bertulang, seketika aku menangis, aku marah, kesal, aku benci semua hal. Hari itu juga aku ke pemakaman Adelia, aku terdiam disana. Aku seperti orang bodoh saat benar ku lihat nisan kecil di kepala pusara itu bertuliskannamanya, nama dia yang menjadi warna di hidupku, dia yang sudah menjadisebagian dariku juga sosok yang sebentar lagi akan mendampingiku di pernikahanimpian kami. “Adelia Nalisa Tazman” Aku merendahkan tubuhku pada pusara itu, aku tidak bisa lagimenangis, rasanya sudah kering air mataku, kenapa kau pergi Del? Kenapa? Pertanyaan itu yang terlintas di kepala ku. Seketika aku menjadi ingat ucapan terakhir kami, dia ingin terus malam supaya bisa menjadi bunga api dan terlihat indah di atas langit malam. Seketika rasanya aku benci malam, aku tidak hanya ingin kau sekedar menjadi bunga api di langit malam, namun aku ingin kau tetap hidup bersama ku di siang ataupun malam. Tanah pusara itu masih basah, bunga-bunga yang bertabur punbelum kering sempurna, terpampang disana sebuah foto kecil yang mungkin keluarganya tinggalkan bersama buket-buket bunga. Kali ini itu aku rasa aku tidak bisa lagi seolah tegar, air mataku tumpah ruah seketika melihat wajah cantik pada foto itu tersenyum, semuanya seakan masih nyata, semuanya masih terasa ada. Setiap detik aku berharap ini adalah mimpi, berharap saat akubangun semua kembali seperti semula lagi. "Ikhlasin Nak… Adelia sudah bahagia disana. " "Jangan salahkan siapapun, diri abang, Tuhan atau pun keadaansemuanya sudah pada porsinya masing-masing dan akan kembali pada waktunya." Ucapan Mama seakan menyirami wajahku, aku disadarkan bahwa ini bukan mimpi, disadarkan bahwa aku tidak tidur. Aku fikir aku seperi orang sakit jiwa aku mendadak seperti lupa duniaku saatitu, aku tidak mampu menangkap apapun yang orang katakan padaku, nyatanya walau tidak ada yang bisa disalahkan aku merasa akulah yang salah. Mungkin jika aku yang mengemudikan mobil semua hal buruk tidakakan pernah terjadi, Adelia tidak akan pernah pergi. Sehari setelah mengunjungi pusaranya, kedua orang tua Adeliamenemuiku, aku bersimpuh dihadapan mereka berdua, aku memohon maaf tidak bisa menjawaAdel dengan baik yang berujung pada kehilangan nyawanya. Namun mereka berkali-kali menguatkanku, tidak ada yang mau hal ini terjadi sekalipun rasanya mereka ingin marah harus kehilangan putri kedua mereka,namun mereka adalah manusia-manusia yang cukup mengerti akan kekuasaan Tuhan, kita tidak bisa menolak kapanpun kematian yang pasti akan semua orang akan mendapat giliranpergi. Mereka membawa aku yang sehat-sehat saja walau sempat pingsan berhari-hari kemarin, ke tempat dimana kecelakaan itu terjadi, kedua orang tuanya dan orang-orang lain berdoa untuk sanak saudra yang juga menjadi korban disana. Di sana kaki ku lemas lagi, aku memejam berusaha untuk tidak menangis aku, aku berusaha tegar namun tidak bisa,bulir bening di netra ku lolos lagi, saat aku melemparkan bunga-bunga itu di sana. “Del—" "Aku tidak mampu berucap, bibirku kelu, namun satu hal yangingin aku katakan, Aku rasanya tidak sanggup hidup Del, kenapa kau hanya pergi sendiri, tidak mengajakku, bukankah katamu kita akan selalu bersama-sama. "Del aku nggak kuat…" Disana aku berjongkok, saat semua kenangan kembali berputar,mulai dari masa-masa kuliah pertemuan lewat pertemanan, hari-hari bersama, pendekatakan keluarga, pertunangan kita, hanyalan masa depan hingga rencana menikah. ••• Di kediaman langit, setelah kepergian lelaki itu bersama Marcel yang tidak di ketahui Runa entah kemana, Runa berusaha keluar dari kediaman lelaki itu, Dia memohon untuk bisa menemui dulu Stephanie jika memang dia harus disanaselama 14 hari setidaknya Stephanie tahu itu, dan barangkali bisa membantu dia melepaskannya. Namun sayang kedua satpam itu terlalu takut pada Marcel dan langit,tidak sedikitpun mereka mau memberi celah untuk Maruna keluar dari sana, tidak sedikitpunmereka takut Maruna yang terus mengancam banyak hal kepada mereka. Hingg akhirnya Maruna lelah, dia melantai duduk dibawah sana,setelah kepalanya tidak bisa mendapatkan ide apapun lagi untuk keluar, dia hanyabisa mengumpati dan mengutuki pemilik rumah dan semua manusia yang ada disana. “Mbak Olivia Maruna! Ayo kebelakang saja ya saya hantar, inisudah mau hujan loh!” tawar Pak satpam itu. Maruna tidak merespon, apa peduli mereka apa, bukan manusia semuayang ada disana, Maruna menunduk, pasti sang Mama mertua sedang mencarinya, apakabar terbaru gugatan perceraiannya hari ini ya? Arghhh… Maruna menoleh pada bapak-bapak berseragam satpam itu, cara apayang bisa mengelabui mereka, “Oh Tuhaaaaaan!” Seketika saja Maruna bangkit dari duduknya hujan deras tanpa aba-aba seketika tumpah disana. Maruna menepi ke dinding pos satpam, seketika salah satu darimereka mengeluakan payumg dan berjalan mendekat pada Maruna. “Ayoo Mbak saya hantarkan!” aja bapak tua itu kepada Runa, “Saya lihat mbak tiba-tiba, ingat anak saya dikampung seusia mbak tapi dia sudah menikah.” Maruna mengangguk samar, terus berjalan melewati samping rumah lolos pada taman belakang dan menemukan sebuah tempat terpisah dari rumah, “Ini tempat tinggal saya Pak?” “Iya, ini biasanya di tempati sama adiknya Pak langit kalau datang,tempatnya bagus kok Mbak rapih.. “ Satpam itupun memberikan kunci pada Maruna, “Ya sudah saya kembaliya, kalau ada apa-apa panggil saja lewat telepon, kalau mau makan lewat samping disana ada Bu Dian dan Mak Suh, yang biasa di dapur dan bersih-bersih rumah, tadi saya sudah sampaikan juga ada Mbak disini.” “Bilang apa? Penguntit masuk kerumah ini, Ya Tuhan Pak, sayavharus bagaimana lagi jelasinnya. “Iya… iya saya percaya Mbak pasti tidak melakukan itu, ikuti saja Mbak! Pak Langit memang perfectionist sekali dalam hal apapun harus teratur dan terjaga.” “Dia single Pak? Atau sudah anak dan istri?” “Dirumah sih Single Mbak! Tidak tahu diluar, eh…” Bapak itu menutupmulutnya, “Saya kurang tahu sih Mbak yang pasti dia belum menikah.” “Tidak akan laku, laki-laki jahat seperti itu! Siapa yang mau, tidak akan pernah ada!” Kesal Maruna, memutar bola matanya jengah mengingat wajah angkuh Langit saat pergi tadi sembari membuka pintu ruangan akan di tempatinya. Tempat yang sangat bagus, ini berkali-kali lipat dari tempatyang ia sewa, tapi semua itu tidakada gunanya dia akan menjadi tawaanan disana bukasedang menikmati waktu untuk menikmati liburan. Arghhhtt… Maruna menggram, rasanya dia semakin muak pada makluk berjenis kelamin laki-laki. Next»
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN