Bab 4

827 Kata
Rafael terlihat keluar dari lift begitu pintu lift yang ia naiki terbuka. Dengan langkah cepat dan sedikit terburu-buru ia berjalan menuju area restoran hotel tempat pernikahan Chilla dan Antoni dilaksanakan, berharap bisa menemukan seseorang yang ia cari di sana. Sampai di area restoran, Rafael menghela nafas lega saat berhasil menemukan seluruh keluarga Chilla dan Antoni yang nampak tengah sarapan bersama. Tanpa menunggu lama ia segera berjalan mendekati mereka. “Dokter Rafael, anda sudah bangun. Mari sarapan bersama,” ajak Dewi ketika melihat kedatangan Rafael. Semua orang yang berada di tempat tersebut memberikan senyuman ramah pada Rafael, terkecuali satu orang yaitu Antoni Mawardi. Raut wajahnya saat ini menunjukkan bahwa ia tidak senang dengan kehadiran pria tersebut yang tentu saja ia sadari memiliki perasaan pada isterinya Chilla. “Ternyata nak Rafael nginap di hotel ini juga,” ujar Putri Rahmawati menatap lembut pada Rafael. Secara kebetulan Rafael adalah putra dari salah satu sahabat baik Putri rahmawati yaitu Siska Hanum yang adalah salah satu desainer ternama di Indonesia, maka dari itu ia cukup mengenal baik Rafael. “Iya Ma, semalam Dokter Rafael sedikit mabuk jadi aku menyiapkan satu kamar untuknya,” jelas Bagas. “Mabuk di pernikahan saya dan Chilla. Apa anda begitu patah hati Dokter Rafael,” ujar Antoni dengan nada sinis. Chilla yang duduk di samping suaminya itu segera menyikut perut Toni dan menatap tajam padanya. “Sakit sayang,” bisik Toni meringis kesakitan memegangi perutnya. Chilla mengalihkan tatapannya menatap Rafael. “Nggak usah didengerin perkataan Toni, dia kadang emang suka ngawur,” ujar Chilla dengan nada ramah. Toni mendengus kesal mendengar perkataan isterinya itu, namun ia akhirnya hanya bisa mendumel sendiri tanpa mengatakan apapun. Melihat interaksi kedua pengantin baru tersebut tentu saja memberikan rasa tidak nyaman di hati Rafael. Namun, ia segera mengelak perasaan tersebut begitu mengingat kembali bahwa ada hal lain yang lebih penting yang harus ia urus saat ini. Tatapannya kemudian beralih menatap semua keluarga Chilla dan Antoni di restoran tersebut, namun ia sama sekali tidak melihat orang yang dicarinya. “Dokter Rafael, anda mencari seseorang?” tanya Arumi isteri Bagas Mawardi yang menyadari bahwa Rafael terlihat menelusuri pandangannya ke semua meja yang ada di restoran tersebut. “Saya mencari Gina. Apa dia tidak ada di sini?” tanya Rafael. “Nak Rafael nyari Gina?” Tanya Putri yang merespon setelah mendengar nama anak bungsunya disebut oleh Rafael. Rafael tentu saja langsung memberikan anggukan mendengar pertanyaan tersebut sambil menunggu jawaban tentang keberadaan Gina. “Tadi pagi-pagi banget Gina dateng ke kamar tante dan bilang kalau dia mau pulang duluan ke rumah. Katanya sih nggak enak badan,” jelas Putri. Raut wajah Rafael nampak khawatir mendengar penjelasan tersebut. “Gina sakit Ma? Perasaan semalam masih baik-baik aja kok,” ujar Arum yang juga terlihat begitu khawatir. “Kondisinya tadi pagi sih kelihatan baik-baik aja, cuma jalannya agak pincang. Katanya dia semalam jatuh dan kakinya sedikit keseleo,” jawab Putri. Kepala Rafael rasanya ingin pecah mendengar penjelasan dari Putri Rahmawati. Bayangan noda merah di kasur hotel pagi tadi kembali terlintas dalam pikirannya saat ini. “Dokter Rafael sendiri ada perlu apa nyari Gina?” Tanya Bagas. Pertanyaan dari kakak pertama Gina itu terasa bagaikan hujaman pisau yang menancap kuat dadanya saat ini. Ia tentu tidak mungkin mengatakan tentang apa yang terjadi pada dirinya dan Gina semalam, karena jika ia katakan maka saat ini dirinya akan berakhir sebagai mayat saat keluar dari hotel ini. “Saya harus menemuinya karena semalam ketika dia membantu saya ke kamar hotel, tanpa sengaja saya mengambil benda miliknya,” jawab Rafael. “Kalau begitu berikan saja pada saya, biar saya yang berikan benda itu pada Gina,” ujar Bagas menyodorkan tangannya pada Rafael. Rafael tentu saja langsung memberikan gelengan cepat. “Nggak perlu. Biar saya berikan sendiri padanya,” ujar Rafael. Semua orang tentu saja menatap bingung pada Rafael saat ini. Seingat mereka Rafael dan Gina tidak cukup akrab satu sama lain, jadi agak sedikit aneh melihat Rafael yang saat ini malah nampak sangat ingin bertemu dengan Gina. “Saya datang ke sini hanya untuk mencari Gina, tapi karena dia tidak ada di sini saya pamit undur diri dulu. Silahkan lanjutkan sarapan kalian,” ujar Rafael berpamitan. Chilla langsung berdiri dan berjalan menghampiri Rafael. “Nggak mau sarapan bareng kita dulu. Masa mau langsung jalan gitu aja?” Antoni yang melihat isterinya menghampiri Rafael tentu saja merasa tidak senang. Ekspresi wajahnya saat ini terlihat begitu marah dan menatap tajam pada Rafael. Rafael tentu saja menyadari tatapan tajam yang dilayangkan Antoni Mawardi padanya. Ia kemudian tersenyum lembut pada Chilla. “Masih ada hal yang aku urusin. Toh, ini acara keluarga kalian jadi aku nggak yang hanya orang lain ini nggak perlu mengganggu,” jawab Rafael. Ia kemudian mengalihkan tatapannya menatap jahil pada Antoni, “Lagipula kalau aku tetap di sini kepala suami kamu bisa meledak karena marah,” lanjutnya dengan nada mengejek. Semua orang yang mendengar perkataan Rafael tentu saja tidak dapat menahan tawa mereka. Berbanding terbalik dengan Antoni yang malah mendengus kesal mendengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN