Naya mengusap aliran deras dari kedua mata beningnya. Kini tak lagi bening. Genangannya memburamkan pandangan. Ia merebahkan kepala di meja makan dekat pelataran kamar mandi, tempatnya mencuci baju secara manual. Memeluk secarik surat yang beberapa detik lalu, ia baca. Di sana, Naya menangis sejadi-jadinya. Memuaskan sesenggukan yang tak lagi hanya tertahan di tenggorokan. Naya melampiaskan segalanya dalam tangis. Sesuatu meremas kuat hati Naya. Menghilangkan sisa-sisa kerinduan pada jasad yang tak lagi ada. Senyum yang dulu tiap hari menyertainya. Juga nasehat pria yang sekian tahun begitu ia rindukan. Kini, rasanya lenyap. Teralihkan oleh sakitnya Naya melepas si pungguk, sang penulis surat. Perihnya melebihi perih luka lama yang selalu mengingat Ndaru yang kini telah tenang di sisi-N