Part 01

987 Kata
Gavin menatap kesal pada gadis yang memasuki rumahnya dengan senyuman yang terpatri dari gadis itu, membuat Gavin ingin mengumpat dan melayangkan gelas di depannya ke depan wajah gadis yang sudah menjadi tunangannya itu. Tunangan yang dipaksakan oleh orangtuanya. Orangtuanya dengan sedikit memaksa menyuruh Gavin untuk menerima Fhiona sebagai tunangan. Padahal Gavin sudah menolaknya, namun, orangtuanya tetap memaksa. Sampai-sampai Mama dan Papanya membuat drama yang sangat menyedihkan. Mengatakan kalau mereka berdua akan mati, kalau Gavin tidak bertunangan dengan Fhiona. Cih, Gavin tidak akan termakan dengan ancaman sampah orangtuanya. Tapi, ntah mengapa dirinya malah menerima juga dan nggak  menolak. Mungkin otak Gavin sedang bermasalah  saat mau saja bertunangan dengan gadis yang sangat menyebalkan dan membuat kesabarannya sering diuji. “Sayang! Aku bawain kamu kue kesukaan kamu, jangan lupa dimakan dan dihabiskan. Aku nggak mau ada sisa sama sekali!” ucap Fhiona, membuat Gavin mendesah kasar. Namun, dirinya tak urung meraih kantong plastic yang dibawa oleh Fhiona, dan mengeluarkan kotak kue dengan brand toko kue yang sering didatanginya. Dirinya memang membenci Fhiona, tapi, dirinya tidak akan menolak rezeki. Apalagi ini adalah kue kesukaannya, susah untuk ditolak. Sungguh susah. Sesusah Gavin memusnahkan Fhiona dalam hidupnya. Fhiona bagaikan lintah yang selalu lengket padanya, dan akan ke kantornya ketika gadis itu ingin. “Hem … rasanya selalu enak,” ucap Gavin setelah memakan tiga potong kue sekaligus. Fhiona yang melihat Gavin makan kue yang dibelinya dengan lahap, tersenyum. Anggaplah ini adalah sebuah keberuntungannya. Setiap dirinya membawa kue, maka Gavin tidak akan pernah berbicara pedas padanya. Dan Fhiona rela membawa kue setiap hari untuk Gavin. Agar bisa duduk berdua dengan Gavin. “Kamu mau lagi? Aku akan beli lagi untuk kamu,” ucap Fhiona, menarik perhatian Gavin. Gavin menatap tunangannya itu dalam diam, dan mendesah kasar. Bukannya ia tidak mau menerima Fhiona, tapi, sulit rasanya untuk menerima Fhiona yang bukan tipenya. Kan tipenya seperti Dasha Taran, bukan seperti Fhiona yang cerewet dan bagaikan wabah yang selalu dekat dengannya. “Aku bisa membelinya sendiri, kau tidak usah membelinya lagi. Aku masih punya uang, dan bahkan toko kue itu bisa aku beli detik ini juga” Fhiona mencibir dalam hatinya. Mendengar ucapan Gavin yang sangat sombong. Dia tahu. Tahu kalau tunangannya itu orang kaya raya, punya banyak uang dan susah untuk dihabiskan. Tapi, jangan sombong seperti sekarang juga. “Aku tahu kamu banyak uang. Aku cuman mau kamu senang, makanya aku beliin kamu kue lagi. Biar kita bisa duduk manis kayak gini lagi,” ucap Fhiona tersenyum malu-malu. Gavin yang melihat tingkah Fhiona bergidik ngeri, ingin beranjak dari tempat duduknya. Gavin baru menyadari, kalau dirinya sekarang berada di rumah sendirian, nanti Fhiona bisa-bisa perkosa dirinya. Walaupun Gavin nanti tidak akan nolak juga. Siapa juga yang akan nolak seorang perawan. Kan enak itu lubangnya masih sangat sempit dan belum ada yang memasuki. Aduh, Gavin merasakan miliknya sekarang menegang, hanya karena membayangkan memperkosa dirinya. Sialan. Lama-lama Gavin yang perkosa Fhiona sekarang. “Lo jangan senyum-senyum kayak gitu. Gue jadi takut.” Gavin bergidik ngeri membayangkannya. Fhiona cemberut dan mengangguk, dengan segera dirinya kembali tampangnya yang semula menatap Gavin dengan masih senyuman melekat dibibirnya yang seksi. “Orangtua kamu, Edelisha, dan Gaven ke mana? Kok, nggak kelihatan? Padahal biasanya kalau aku datang ke sini mereka akan berkumpul semuanya.” “Mereka lagi makan malam di luar. Gue terlambat pulang, jadinya ditinggal. Mau nyusul juga malas,” jawab Gaven. Fhiona mengangguk dan langsung tersenyum senang, jadi ini kesempatannya hanya berdua dengan Gavin saja. Fhiona membayangkan pikirannya ke film 365 Days yang baru ditontonnya dua hari yang lalu. Berharap Gavin akan melakukannya seperti Massimo memperlakukan Laura. “Jadi, kita berdua aja di rumah?” tanya Fhiona dengan suara agak didesahkan. Gavin yang mendengar pertanyaan Fhiona, menatap gadis itu terkejut. Melihat wajah Fhiona yang semakin dekat dengannya. Sialan. Ini Fhiona anak siapa? Kenapa punya otak seperti jalang seperti ini. Jangan sangka Gavin tidak tahu, kalau Fhiona menatapnya sekarang seperti tatapan lapar. “Lo mau ngapain? Mau perkosa gue?” tanya Gavin. Fhiona yang mendengar pertanyaan Gavin langsung cemberut. Mana ada perempuan perkosa laki-laki. Padahal Fhiona hanya mengaharapkan sedikit ciuman di bibir saja dari Gavin. Hanya sedikit. Nggak banyak. Nanti kalau dah nikah baru banyak-banyak. “Nggak. Aku nggak mau perkosa kamu, kecuali kamu yang mau perkosa aku sekarang,” ucap Fhiona mengundang dengkusan dari Gavin. Gavin menyingkirkan wajah Fhiona dari depannya, dan menatap gadis itu dengan wajah datarnya. “Minggir lo! Gue mau ke kamar. Banyak setannya di sini, malas gue berhubungan dengan setan!” Fhiona menatap sekelilingnya dan merasa tidak ada setan. Apakah dirinya yang dimaksud? Sialan pria itu. Dirinya yang cantik rupawan ini dibilang setan. Lama-lama Fhiona beneran perkosa Gavin deh. “Gavin, kamu nggak bisa ninggalin aku kayak gini? Masa aku sendirian di ruangan ini.” Gavin mengehentikan langkahnya sebelum memasuki lift, dan menatap Fhiona dengan tatapan tak sukanya. Apa yang dimau oleh Fhiona, kalau tidak mau sendirian tinggal pulang dan semuanya beres. Lagian rumah Fhiona berada di depan rumahnya. Ntah, apa yang merasuki Gary waktu dulu, sampai-sampai membeli rumah di depan rumah Gavin dan Fhiona semakin senang menggangu hidupnya. “Lo kalau nggak mau sendirian, tinggal pulang. Atau lo mau gue perawanin, mumpung gue belum buang s****a dalam seminggu ini, dan kebetulan lo kayaknya mau bantu gue buang s****a gue,” ucap Gavin, membuat tubuh Fhiona menegang. Shit. Fhiona menjadi ingat gaya hidup bebas dari tunangannya itu, sering bermain jalang dan tidak memikirkan hati Fhiona sama sekali. Fhiona sering meluruskan ucapan Gavin untuk memeprawani dirinya agar pria itu tidak mencari wanita jalang. “Boleh. Kita akhirnya akan menikah juga nantinya, kenapa nggak?” Gavin mendengkus mendengar ucapan Fhiona. Gadis ini sungguh bodoh. Mau saja menyerahkan keperawanan dengan mudah, Gavin dengan tidak menjawab ucapan Fhiona lagi memasuki lift rumahnya yang akan membawanya ke kamar. Lama-lama bersama dengan Fhiona otaknya menjadi gila. Gavin tidak akan mau mengambil keperawanan Fhiona, mengingat kalau Gary akan datang ke rumahnya dengan penghulu langsung. Bisa-bisa kiamat dunia Gavin. Fhiona yang melihat kepergiana Gavin, hanya tersenyum. Ia pasti akan mendapatkan hati pria itu. Gavin pasti tergila-gila padanya nanti. Ia hanya pelru berjuang, untiuk mendapatkan hati Gavin. Jangan patah semangat. Fhiona cantik dan Gavin pasti menyukainya lama-lama nanti. Hanya perlu waktu. Dan setelah waktu itu tiba, Fhiona akan menjadi wanita paling bahagia sedunia. “Jangan patah semangat. Seribu penolakan maka aku akan berjuang dengan sepuluh ribu langkah.” Fhiona menyemangati dirinya sendiri. *olc*
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN