3. Shame

1214 Kata
“Mommy, kau dari mana saja?!” Gishla berlari keluar kala melihat Orchidia dan Lucas keluar dari mobil. “Kau tega sekali meninggalkanku!” Gishla mengerucutkan bibirnya kesal. Orchidia terkekeh dan langsung menggendong Gishla. “Maafkan Mommy, Sayang ... tadi Mommy ada urusan sebentar dengan teman Mommy.” “Kau seharusnya membangunkanku, Mommy.” “Iya, maafkan Mommy, oke?” Gishla mengangguk lucu. “Tapi Mommy harus berjanji kalau tidak akan meninggalkanku lagi.” “Mommy berjanji, Sayang.” Orchidia tersenyum lalu mengecup pipi Gishla dengan gemas. “Dona.” Lucas memanggil pengasuh Gishla. “Ganti baju Gishla, aku dan calon istriku akan pergi bersamanya.” “Baik, Tuan.” Dona mengangguk lalu mengambil alih Gishla dari gendongan Orchidia dan langsung membawanya ke kamar. “Bersamaku? Kita akan pergi ke mana?” tanya Orchidia begitu Dona dan Gishla pergi. “Makan malam. Asistenku sudah menyiapkan baju untukmu. Bajunya ada di kamarku, jadi bersiaplah,” ucap Lucas dengan nada dingin lalu meninggalkan Orchidia begitu saja. “Mari, Nona. Kamar Tuan Lucas ada di atas.” Suara Bailey membuat Orchida menoleh. Orchid mengikuti langkah asisten pribadi Lucas menuju kamar pria itu. Begitu sampai dan Orchidia masuk, hal pertama yang ia rasakan begitu menginjakkan kakinya di kamar Lucas adalah wangi. Kamar ini bernuansa abu-abu dengan banyak buku yang tersimpan rapi di rak. Semuanya tertata rapi. “Di walk in closet, Nona. Kami sudah menyiapkan semuanya,” jelas Bailey. Orchidia mengerjapkan mata seraya mengikuti Bailey menuju walk in closet. “Nona bisa memakai apa pun yang Nona suka. Jika Nona memerlukan bantuan, silakan memanggil saya atau pelayan yang lain. Permisi, Nona,” pamit Bailey bergegas pergi dari kamar Lucas. Sepertinya Lucas termasuk orang yang sangat rapi. Isi walk in closet-nya benar-benar tertata. Banyak baju-baju dan perlengkapan perempuan yang ada di sini, mungkin dulunya milik mantan istri Lucas atau ... entahlah. Tapi semua ini tampak baru karena terdapat beberapa yang tag-nya belum dicopot. “Apa ini semua untukku?” gumam Orchidia. Tangannya terulur untuk menyentuh deretan dress-dress cantik yang tergantung rapi di dalam lemari kaca. “Tidak mungkin dia masih menyimpan barang-barang mantan istrinya,” gumamnya lagi. Wanita itu mengambil sebuah dress berwarna maroon selutut dengan model sabrina yang terlihat cantik sekali. Untuk sejenak Orchidia diam, tiba-tiba ia memikirkan Lucas. Kenapa sikap pria itu aneh sekali? Sebelumnya mereka tidak pernah saling mengenal. Orchidia mengenal Lucas hanya sebatas nama saja, dan ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan Lucas. Jadi bisa dipastikan kalau Lucas tidak mengenalnya sebelum perjodohan ini terjadi. Tapi melihat sikap Lucas tadi, pria itu seakan cemburu dengan melarang Orchidia berinteraksi dengan pria mana pun. Walaupun Orchidia bekerja untuk Franklin, ia sama sekali belum pernah bertemu dengan keluarga kaya raya itu secara langsung. Tapi Orchidia merasa bahwa ia telah mengenal Lucas sejak lama. Tentu saja hal itu sangat tidak mungkin. “Sudah melamunnya?” Orchidia tersentak dan langsung menoleh saat suara Lucas menyadarkannya. Namun ia langsung memelotot saat melihat Lucas. Oh astaga! Kenapa Lucas membuka baju di depannya? Sontak, wanita itu memalingkan wajah dan menutupnya dengan dress yang ia pegang. “Kau ini! Kenapa buka baju di situ?” tanya Orchidia dengan panik. Sial, Orchidia melihat jelas tubuh Lucas tanpa balutan busana atas. Otot tangannya yang kekar, dadanya yang bidang, dan perutnya yang sixpack. Wanita itu menelan ludahnya dengan sudah payah. “Memangnya kenapa? Ini, kan, walk in closet milikku,” jawab Lucas. “Aku sudah memakai baju.” “Harusnya kau bilang-bilang kalau ingin masuk dan berganti pakaian agar aku bisa keluar,” protes Orchidia. “Untuk apa? Toh, kau ini calon istriku.” Lucas mengucapkan dua kata terakhir pada kalimatnya dengan penuh penekanan. Orchidia merasakan debaran jantungnya menggila, ditambah wajah yang kini terasa menghangat. “A-aku akan berganti baju di toilet,” katanya dengan gugup. "Tidak usah. Di sini saja." Orchidia memelototkan mata. “Dasar m***m kau!” Pria itu justru menaikkan satu alisnya. “Maksudku, kau bersiap-siap di sini saja karena aku sudah selesai. Memang apa yang kau inginkan? Kau menginginkan aku di sini dan menontonmu berganti pakaian? Begitu?” Orchidia merasa wajahnya menjadi lebih panas, ia meringis malu. “Sialan!” umpatnya pelan. “Tidak sekarang, Dia, kita belum menikah.” Lucas menyeringai. “PERGILAH KAU MAKHLUK SIALAN!” *** “Daddy, malam ini kita akan ke mana?” tanya Gishla pada Lucas yang duduk di sisi kanannya sedangkan Orchidia duduk di sisi kirinya. “Kau akan menyukainya, Baby Girl.” “Benarkah? Apa itu salah satu hal yang aku suka?” “Tentu saja.” Gishla bersorak senang. Apa pun itu, pasti merupakan hal yang menyenangkan baginya. Orchidia terkekeh sembari mengelus rambut pirang Gishla. Tapi kekehannya langsung terhenti begitu mobil yang dikendarai sopir pribadi Lucas memasuki area bandara. Orchidia menatap Lucas yang hanya diam dengan wajah datarnya lalu memalingkan wajahnya keluar saat mobil yang dinaikinya justru masuk ke area runaway. “Mengapa kita kemari, Lucas?” tanya Orchidia. “Kita akan makan malam.” “Untuk apa kita ke bandara?” Lucas hanya diam. Pria itu keluar saat sopir membukakannya pintu, sedangkan Bailey membukakan pintu untuk Orchidia. Di sana, sebuah pesawat berjenis Airbus A320 dengan logo maskapai Franklin Airlines terparkir sempurna, namun itu bukan salah satu armada Franklin Airlines, melainkan pesawat pribadi keluarga Franklin, sebab ada tulisan private jet di bagian bawahnya. Apa itu ... milik Lucas? “Kita akan makan malam di dalam pesawat. Bagaimana? Apa kau senang, Sayang?” tanya Lucas pada Gishla yang sudah ada digendongnya. “Aku senang sekali! Sudah lama aku tidak naik pesawat. Daddy tidak pernah mengajakku jalan-jalan!” “Ah, maafkan Daddy, Sayang.” Lucas berjalan menuju pesawat, diikuti oleh Orchidia di samping, dan Bailey di belakangnya. Begitu masuk, Orchidia semakin yakin kalau ini merupakan pesawat pribadi keluarga Franklin. “Good night, Mr. Franklin.” Seorang pramugari menyapa Lucas. “Semua yang Anda minta sudah siap.” “Ya,” jawab Lucas dengan singkat. Orchidia mengenal kelima pramugari yang ada di dalam pesawat ini. Mereka adalah juniornya yang beruntung karena bisa terbang di pesawat pribadi keluarga Franklin. Yang Orchidia tahu, kelima wanita itu sangat menyombongkan hal tersebut. Orchidia juga sempat melihat kelimanya terkejut saat melihat kehadirannya bersama Lucas. “Mommy, aku pernah melihat fotomu memakai baju yang sama seperti mereka di ponsel Daddy. Mengapa Mommy memakai baju seperti mereka?” tanya Gishla dengan polos sesaat setelah mereka duduk di kursi. Orchidia menaikkan satu alisnya lalu menatap Lucas. “Benarkah? Kau melihatnya di ponsel daddy-mu?” Gishla mengangguk polos. “Pekerjaan Mommy seperti mereka, berada di pesawat dan melayani penumpang,” jelas Orchidia. “Penumpang itu apa?” tanya Gishla polos. “Baby Girl, Daddy akan berbicara dulu dengan pilot, oke?” pamit Lucas yang kemudian berdiri setelah Gishla membalas perkataannya dengan anggukan. Sejenak Orchidia memperhatikan Lucas lalu menjawab pertanyaan Gishla. “Penumpang itu orang yang naik pesawat. Gishla, Mommy, dan Daddy sekarang sedang menjadi penumpang karena kita sedang naik pesawat.” “Begitu, ya?” Gishla tersenyum lebar. “Lalu mengapa sekarang Mommy tidak memakai seragam seperti mereka?” “Mommy sedang tidak bekerja, Sayang. Mommy sedang libur khusus demi Gishla.” “Benarkah begitu?” Tatapan mata Gishla tampak berbinar. “Aaaa! Aku semakin menyayangimu, Mommy!” pekik Gishla sambil memeluk Orchidia. Wanita itu tertawa pelan. “Mommy juga menyayangimu, Sayang.” Tanpa disadari oleh keduanya, Lucas memperhatikan mereka dari kokpit sambil tersenyum kecil. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN