“Bagaimana, Sayang, apa kau suka makanannya?” tanya Nyonya Maria Franklin⸺ibu Lucas.
Orchidia tersenyum canggung. “Tentu, ini sangat enak sekali.”
“Mommy, bagaimana kalau kita bawakan makanan ini untuk Daddy? Pasti Daddy akan senang,” usul Gishla yang duduk di sebelah Orchidia.
“Cucu Grandma ini pintar sekali.” Maria menoleh ke arah Orchidia. “Iya, Di, kau antarkan makan siang ini untuk anak itu. Kalau hari Senin seperti ini, Lucas pasti sibuk dan sering kali melupakan makan siangnya.”
“Iya, Mom, akan aku siapkan.” Orchidia hendak berdiri namun Maria langsung menahannya.
“Tidak usah, Sayang, biar Mommy saja yang menyiapkannya.”
“Aku saja, Mom. Lebih baik Mommy lanjutkan makan saja.”
Maria tersenyum. “Tidak apa-apa. Mommy hanya perlu mengambil tempat makan saja.” Maria langsung beranjak dan mengambil tempat makan.
“Habiskan makanmu, Baby Girl.” Orchidia mengambil sebutir nasi yang menempel di pipi Gishla.
“Siap, Mommy!” Orchidia terkekeh.
Wanita itu langsung membantu Maria memasukkan makanan ke dalam kotak makan untuk Lucas. Saat ini, ia memang tengah makan siang bersama Maria dan Gishla di mansion orang tua Lucas. Sehari setelah menjadi tunangan Lucas, rasanya campur aduk, dan Orchidia tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanya sekarang.
“Mom, apa aku boleh menanyakan sesuatu?” tanya Orchidia dengan ragu.
“Ada apa?”
“Emm ... apa aku masih boleh terbang?”
“Tentu saja, Sayang. Mommy, Daddy, dan Lucas tau bahwa itu merupakan passion-mu,” ujar Maria sambil tersenyum. “Memangnya Lucas melarangmu terbang lagi, ya?”
Orchidia tersenyum kikuk. “Dia melarangku terbang sebelum pernikahan kami digelar. Tapi aku dan Lucas sama sekali belum membahas perihal tanggal pernikahan, Mom.”
“Mommy setuju dengan anak itu. Kau memang tidak boleh terbang sebelum acara pernikahanmu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.”
“Apa Mommy serius soal perkataan Mommy saat di rumahku, soal kalian yang akan mengubah jadwal terbangku menjadi dua kali dalam satu bulan?”
“Lucas bilang ke Mommy dan Daddy seperti itu. Kenapa memangnya? Kau tidak setuju?”
Orchidia mengangguk pelan. Tentu saja ia tidak setuju. Hidupnya adalah berkeliling dunia. Orchidia tidak bisa diam saja di mansion jika telah menikah dengan Lucas nantinya. Pasti rasanya akan sangat membosankan meski ada Gishla yang akan selalu menemaninya.
“Memangnya kenapa? Bukannya kalau kau sering terbang, maka kau akan jauh dengan anak dan suamimu?” tanya Maria dengan tatapan lembutnya.
“A-anak?”
“Gishla dan adiknya nanti.”
Kedua pipi Orchidia merona. Oh ayolah, menikah dengan Lucas saja tidak pernah ada dalam bayangan masa depannya apalagi memiliki anak.
“Orchidia, kau tau, Sayang? Lucas mau menikah denganmu agar dia bisa selalu dekat denganmu dan menggantikannya mengurus Gishla, jadi wajar saja jika nanti setelah menikah jam terbangmu jadi berkurang. Jika Mommy menjadi Lucas, Mommy juga akan melakukan hal yang sama.”
“Tapi, Mom, sebenarnya aku masih sedikit keberatan. Aku sudah terbiasa dengan hidupku sebelum adanya perjodohan ini. Aku terbang, melayani penumpang, keliling dunia, dan jarang pulang. Aku nyaman dengan hidupku yang seperti itu. Dan saat Lucas memutuskan untuk mengurangi jadwal terbangku sekitar delapan puluh dari yang biasa aku dapat, aku jadi merasa keberatan dan tidak terbiasa.” Untuk sesaat Orchidia diam sampai akhirnya memelotot ketika menyadari ucapan Maria. “Apa? Untuk dekat denganku?!”
Maria terkekeh kemudian mengelus pipi Orchidia dengan lembut. “Kalau begitu, kau bicarakan saja dengan Lucas nanti. Mommy tidak bisa mengubah pikirannya, hanya kaulah yang bisa.” Wanita itu tersenyum.
“Kau akan mengetahui jawaban yang kau inginkan nanti.”
***
“Amberly, apakah Daddy ada di ruangannya?” tanya Gishla pada wanita yang berada pada meja kerja di depan ruangan yang Orchidia yakini adalah ruangan Lucas. Sepertinya wanita itu merupakan sekretaris Lucas.
“Ada, Nona Gishla. Tuan Lucas sedang istirahat,” jawab Amberly dengan ramah.
Gishla mengangguk. “Terima kasih!” Gishla masuk setelah Amberly membukakan pintu untuknya.
“DADDY!”
Lucas yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya terlihat tersentak saat Gishla berteriak.
“Baby Girl.” Lucas beranjak dan menghampiri Gishla. “Kau merindukan Daddy, hmm?”
“Tidak. Bukan aku, Dad, tapi Mommy.” Gishla menunjuk Orchida. “Mommy merindukan Daddy. Mommy juga membawakan makan siang untuk Daddy!”
“Benarkah?” Lucas terkekeh. Pria itu mengajak Gishla untuk duduk di sofa yang berada di sudut ruangan.
“Iya, Daddy!”
Lucas melirik Orchidia. “Makan siangku?” tanyanya.
Orchidia langsung membuka kotak makan itu. “Tadi aku makan siang di mansion Franklin, terus Mommy Maria menyuruhku membawakan ini untukmu.”
“Terima kasih,” ucap Lucas.
“Gishla, sini dengan Mommy dulu, Daddy mau makan siang dulu,” kata Orchidia mengajak Gishla untuk bermain dengannya.
“Mommy, jam terbang itu apa? Apa jam yang bisa terbang?” tanya Gishla dengan lugu.
Orchidia menunduk dan melihat Gishla yang menatap polos ke arahnya. “Itu bukan apa-apa. Hanya sebuah kata-kata saja.”
Gishla mengangguk mengerti. Bocah kecil itu kembali bermain dengan boneka yang dibawanya dari mansion.
“Setelah makan, aku ingin berbicara denganmu sebentar,” ucap Orchidia.
Lucas hanya bergumam sebagai jawaban. Lima belas menit kemudian, ia telah menyelesaikan aktivitas makannya. Pria itu lantas berjalan menuju meja kerjanya.
“Ke ruanganku sekarang.” Lucas, berbicara pada telepon putih yang berada di atas meja kerjanya.
Tak berselang lama, Amberly masuk ke ruangan Lucas. “Anda memanggil saya, Sir?”
Lucas mengangguk singkat. “Tolong jaga Gishla sebentar, aku ingin berbicara dengan calon istriku.”
“Baik, Sir.”
“Baby Girl, kau bermain dengan Amberly sebentar ya. Daddy harus berbicara dengan Mommy.” Gishla mengangguk kemudian keluar dari ruangan Lucas bersama Amberly.
“Aku ingin membicarakan tentang jadwal terbangku,” ucap Orchidia langsung. “Tidak bisakah kau tidak mengubahnya menjadi dua kali dalam satu bulan?”
“Lalu maumu bagaimana?” tanya Lucas tanpa menoleh.
“Normal saja. Seperti sebelum perjodohan ini terjadi.” Wanita itu menghampiri Lucas yang berdiri menghadap jendela. “Itu passion-ku!”
“Aku tau bagaimana jadwal terbangmu, jadi aku tidak akan menuruti kemauanmu.”
“Lucas ....” Orchidia menggeram kesal.
“Orchidia ... setelah menikah, semua yang berhubungan denganmu menjadi urusan dan menjadi tanggung jawabku. Pilihlah, kau terbang dua kali dalam satu bulan atau berhenti dari karirmu? Keputusan ada di tanganmu.”
Orchidia membulatkan mata. Apa katanya? Berhenti? Orchidia tidak pernah berpikiran untuk berhenti dari pekerjaan itu.
“Aku tidak mau berhenti!”
“Berarti kau memilih opsi pertama.”
“Ayolah, menikah dengamu saja sudah bagaikan bencana bagiku, kau jangan menambah bencana lainnya dengan mengurangi jadwalku!”
Lucas menoleh dan menatap Orchidia dengan alis terangkat. “Bencana?” tanyanya dengan nada rendah, membuat Orchidia menyesali ucapannya.
“Apa seperti ini yang kau anggap bencana?” Lucas mendekatkan wajahnya dengan wajah Orchidia. Sepersekian detik berikutnya, pria itu mengecup bibir Orchidia dengan singkat. “Seperti ini?”
Ciuman itu tiba-tiba beralih ke leher Orchidia. Lucas menghisapnya dengan kencang sehinga membuat wanita nyaris saja mengerang kalau saja ia tidak menggigit bibir bawahnya. Ia yakin, Lucas pasti akan meninggalkan jejak di sana.
“Ini?”
Dua kali! Ini kedua kalinya Lucas mencium bibirnya. Bahkan lebih dalam dari kemarin, lebih manis, lebih menggoda, dan lebih liar. Membuat Orchida mencengkram jas yang dipakai Lucas saat lidah pria itu mengobrak-abrik mulutnya dengan begitu gila.
“Begitu?”
Orchidia nyaris kehilangan napas jika saja Lucas tidak segera melepaskan ciuman manisnya.
“Jika iya ....” Pria itu lebih mendekat ke arah Orchidia. “ …, maka aku akan membuatmu semakin tergila-gila dengan bencana yang aku berikan.”
***