Orchidia tidak pernah menyangka bahwa hari pernikahannya akan terjadi secepat ini. Lucas mempercepatnya menjadi seminggu lebih awal dari yang pria itu katakan pada media.
Sial! Sekarang Orchidia tidak boleh ke mana-mana karena besok adalah hari pernikahannya. Entah kenapa ia sangat gugup sekali sekarang. Padahal seharusnya hal itu tidaklah diperlukan.
“Dia?”
Seseorang memanggilnya membuat Orchida menoleh. “Mommy.”
Maria tersenyum dan berjalan ke arah Orchidia. “Sedang apa?”
“Nothing.” Orchidia tersenyum kecil.
“Bagaimana perasaanmu pada Lucas?” tanya Maria tiba-tiba.
Orchidia menundukkan kepala. Perasaannya pada pria itu adalah benci. Namun ia tidak mungkin mengatakannya pada Maria.
“Untuk sekarang, a-aku tidak memiliki rasa apa pun untuknya, Mom. Maaf.”
Maria tersenyum kemudian mengusap rambut coklat Orchidia. “Mommy percaya bahwa dia bisa bahagia jika bersamamu. Mommy tidak tau lagi bagaimana cara membahagiakannya. Setelah ada Gishla, hanya Gishla yang Lucas punya.”
“Kenapa Mommy berbicara seperti itu?”
“Mommy tau, Lucas tidak pernah bahagia. Mommy merasa gagal, Di.” Perlahan Maria mulai menangis, membuat Orchidia semakin kebingungan.
“Mom, bukannya Lucas pernah menikah? Kenapa Mommy mengatakan bahwa Lucas tidak pernah bahagia?” tanya Orchidia, berharap mendengar sedikit jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di pikirannya tentang Lucas dan mantan istrinya itu.
“Mommy tidak berhak membicarakannya. Lucas akan marah. Jika kau menginginkan jawaban, tanyakanlah pada Lucas,” ujar Maria sambil menghapus air mata di wajahnya.
Orchidia menghela napas pelan, sedikit kecewa karena gagal mendapat jawaban dari Maria. “Lalu kenapa tiba-tiba saja kami dijodohkan? Apa Mommy dan kedua orang tuaku dulunya bersahabat?"
Maria mengangguk. “Hanya kau yang dapat membahagiakan Lucas.”
“Aku?” Orchidia menunjuk dirinya sendiri. “Kenapa aku?”
Maria memeluk Orchidia. “Karena dia hanya menginginkanmu.”
***
Orchidia menghela napas panjang dengan gugup. Sekarang ia sedang berjalan menuju altar sambil digandeng oleh daddy-nya⸺Tommy.
Sebentar lagi semuanya berubah. Tidak ada lagi Orchidia si pramugari famous, melainkan Mrs. Lucas Franklin.
Orchidia bersenyum⸺terpaksa⸺saat ia sudah berada di samping Lucas, berdiri menghadap seorang pastor.
Pernikahan mereka digelar di salah satu gereja terbesar di New York⸺Katedral St. Patrick.
“Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, saya Lucas Aaron Franklin, dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Orchidia Ashlee Chaiden menjadi istri saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Tuhan dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya.” Lucas mengucapkannya dengan lancar, membuat Orchidia sedikit terenyuh. Mata birunya menatap Orchidia dengan lembut.
Ochidia mendekatkan mikrofon ke bibirnya. “Di hadapan Tuhan, Imam, para orang tua, para saksi, saya Orchidia Ashlee Chaiden, dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Lucas Aaron Franklin menjadi suami saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka secara Katolik. Demikian janji saya demi Tuhan dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya.”
Orchidia menitikkan air mata tanpa ia sadari, hal itu sontak membuat Lucas dengan cepat menghapusnya.
“Aku mohon, jangan menangis,” bisik Lucas dengan lirih.
Kemudian, Pastor menyatakan bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri dan menyuruh kedua mempelai untuk bertukar cincin, dilanjutkan dengan ciuman.
Orchidia tidak tahu kenapa ia merasa sedih. Di menit pertama menjadi istri Lucas, ia sangat ingin menangis. Lalu bisikan Lucas yang teramat lirih tadi, membuatnya semakin merasa terharu. Lucas menatap manik mata bening Orchidia sebelum akhirnya mencium bibir wanita yang telah resmi menjadi istrinya di hadapan Tuhan, Pastor, anaknya, dan semua tamu undangan yang hadir di gereja.
Lucas menjauhkan tubuhnya kemudian langsung menghadap ke depan, ke semua orang. Ia memeluk pinggang Orchidia, membuat para paparazzi dan fotografer langsung sigap untuk memotret mereka.
Mungkin semua orang mengira bahwa mereka bahagia, sangat bahagia. Setelahnya susunan acara kembali berlanjut.
Kini, Lucas dan Orchidia berdiri di depan wedding cake berbentuk sebuah istana yang sangat besar.
Orchidia terpana. Ia tidak menyangka jika persiapan Lucas sebegitu matangnya. Semua tampak mewah walaupun dari jarak acara perjodohan, pertunangan, sampai acara pernikahan sangatlah singkat. Gaun, dekorasi, cake, dan undangan; Orchidia sama sekali tidak tau dan tidak ikut campur di dalamya.
Orchida dan Lucas kini memegang pisau besar, bersiap memotong kue. Ah, ini lebih terlihat seperti pedang dibandingkan dengan pisau.
***
Malam harinya dilanjutkan dengan acara resepsi yang diselenggarakan di salah satu hotel berbintang milik keluarga Orchidia.
Di kamar, Orchidia telah siap dengan gaunnya yang kali ini tidak semewah dan sebesar tadi saat pemberkatan, terkesan lebih sederhana namun masih terlihat mewah dengan modelnya yang anggun.
“Kau telah siap?”
Orchidia menghela napas namun tidak kunjung beranjak dari tempat duduknya.
“Orchidia ....” Lucas menggeram kesal karena Orchidia tidak menjawab pertanyaannya.
“Apa?” tanya Orchidia dengan ketus.
Pria itu berjalan mendekati Orchidia dan langsung menarik tangan wanita itu agar berdiri. “Untuk sekarang, bersikap baiklah di depan semua orang-orang.”
Orchidia memutar bola matanya malas lalu mengikuti langkah pria itu untuk keluar dari kamar hotel dan langsung turun ke ballroom.
“Adikku yang cantik, andai aku bukan kakakmu, sudah kupastikan kalau aku akan menikahimu.” Prescott terkekeh kala melihat wajah Orchidia yang masam.
“Diamlah, Pres, aku tidak ingin beradu mulut denganmu sekarang.” Orchidia mendengkus.
“Ya, aku tau. Ini hari bahagiamu, jadi aku tidak akan mengacaukannya.” Prescott mengedipkan sebelah matanya. “Lucas, aku ingin keponakan yang tampan dan gagah sepertiku. Tolong, ya.”
Orchidia memelotot, apalagi saat Lucas menjawab ucapan Prescott dengan santainya.
“Akan kulakukan.”
Apa katanya?
“Senangnya.” Prescott tertawa dan menatap Orchidia dengan tatapan mengejek. “Sepertinya kau harus cuti tebang mulai sekarang.”
“Pergi kau!” usir Orchidia pada Prescott.
“Baiklah, aku akan pergi.” Dengan tawanya, Prescott pergi meninggalkan Orchidia dan Lucas.
“Ah, Prescott ada benarnya, mungkin aku harus mengajukan cuti atas namamu,” ujar Lucas seraya menarik Orchidia menuju meja yang dihuni keluarga mereka.
“Jangan gila, Lucas! Aku tidak akan pernah mau!”
“Kau ingin terbang meskipun dalam keadaan hamil?” Lucas melirik Orchidia.
“Lagi pula siapa yang akan hamil?” Orchidia mendelik.
“Kau?”
“Tidak akan mau! Jangan berani menyentuhku, Sialan!”
“Tapi ini malam pertama kita, tentu aku tidak akan melewatkannya.” Lucas menyeringai.
“Jangan macam-macam, atau aku akan menendang burungmu!” ancam Orchidia dengan wajah memerah malu.
“Menendangnya hingga masuk ke lubangmu? Oke, tidak masalah bagiku.”
Lucas sebenarnya ingin tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah Orchidia. Menggoda wanita itu ternyata sangat menyenangkan sekali.
“Akan kupotong burungmu jika kau macam-macam padaku!” ujar Orchidia geram. Wanita itu meninggalkan Lucas untuk menghampiri keluarga mereka.
Sialan si bastard itu!
***