Gishla marah pada Orchidia sejak kejadian di gazebo itu. Gadis kecil tersebut terus menuntut seorang adik. Hal itu membuat Orchidia bingung harus bersikap bagaimana. Gishla juga mengabaikan dan memilih untuk tidur bersama Debora dibandingkan dengannya. Setiap kali Orchidia menyapanya, Gishla akan cemberut dan membuang pandangannya.
“Sudahlah, Kakak Ipar, nanti juga Gishla akan lupa. Anak kecil memang suka begitu,” ujar Debora.
Kini mereka sedang berada di dalam mobil menuju sekolah Gishla untuk menjemput bocah itu.
“Aku bingung harus bersikap bagaimana padanya. Aku juga tidak mungkin mengiakannya,” ujar Orchidia sembari menatap keluar jendela, “kakakmu juga tidak membantuku untuk membujuk Gishla."
Lucas sama sekali tidak membantu untuk memberi pengertian pada Gishla. Pria itu malah menertawakannya. Menyebalkan sekali!
Debora juga tertawa. “Dia memang pria yang menyebalkan.”
“Memang!” Orchidia mendengkus.
Tak lama, mobil yang ditumpangi mereka berhenti di depan sekolah Gishla. Saat itu terlihat anak-anak yang memakai seragam sekolah sama seperti Gishla berhamburan keluar gerbang bersama orangtua mereka.
“Gishla dengan siapa?” tanya Orchidia heran.
Di depan gerbang, Gishla sedang bersama seorang wanita berambut kemerahan yang berjongkok di hadapan gadis kecil itu sembari mengatakan sesuatu yang tidak bisa dengar oleh Orchidia. Ia menoleh ke arah Debora yang justru keluar dari mobil dan cepat menghampiri Gishla, lalu menjauhkannya dari wanita yang sedang berbicara dengan bocah itu. Orchidia segera menyusulnya.
“Untuk apa kau ke sini?!” tanya Debora dengan sinis.
Orchidia tidak mengerti mengapa sikap Debora sesinis itu pada wanita berambut kemerahan tersebut. Memangnya dia siapa?
“Apa salah kalau aku mengunjungi anakku sendiri?”
Orchidia membulatkan matanya. Anaknya? Berarti dia ... Rebecca Calista?
Debora menyerahkan Gishla kepada Orchidia. Wanita itu dengan sigap menggendongnya.
“Anakmu? Ke mana saja kau selama ini, hah?”
“Lucas yang memaksaku untuk pergi dan menutup semua akses untuk bertemu dengan Gishla. Jadi jangan salahkan aku yang tidak pernah mengunjungi anakku,” ujar wanita itu lagi.
Debora tersenyum sinis. “Kau menyalahkan kakakku? Harusnya kau malu! Dia seperti itu karena ulahmu sendiri!” Suara Debora sedikit meninggi, membuat orang-orang disekitar sana memperhatikan mereka.
Orchidia langsung meraih tangan Debora dan menariknya untuk kembali menuju mobil.
“Mommy!” teriak Gishla kepada wanita itu. Mungkin wanita itu memanglah Rebecca Calista.
“Mommy akan menemuimu lagi, Sayang,” balas Rebecca dengan berteriak. Entah Gishla mendengarnya atau tidak karena gadis itu sudah dibawa masuk ke dalam mobil oleh Orchidia.
Orchidia ingat kalau Lucas dan Rebecca bercerai tiga tahun yang lalu. Sekarang Gishla berumur lima tahun, artinya Gishla sudah cukup mengingat bagaimana wajah ibu kandungnya.
“Aunty Deb, mengapa kita cepat pulang? Aku masih ingin bersama Mommy,” ujar Gishla.
“Siapa yang kau panggil mommy, Gishla? Wanita itu bukan mommy-mu!” Gishla menundukkan kepala. Ia merasa bahwa Debora telah membentaknya, padahal tidak seperti itu, suara Debora memang sedikit lebih tinggi karena masih terbawa emosi setelah melihat Rebecca tadi.
“Sayang, kau duduk di depan dulu ya, Mommy akan berbicara dengan Aunty Deb.” Gishla mengangguk dan langsung pindah di kursi depan, di samping supir.
“Ada apa, Deb? Mengapa kau terlihat marah sekali? Wajar jika seorang ibu ingin bertemu anaknya.”
“Kau tidak tau. Wanita itu jahat! Dia pasti ingin mengambil Gishla dari keluarga kami!”
“Iya. Tapi bagaimanapun juga, dia adalah ibu kandung Gishla. Wanita yang pernah dicintai oleh kakakmu.”
Debora menoleh lalu tertawa. “Kakakku tidak pernah mencintai wanita ular seperti dia.”
Orchidia menaikan satu alisnya. “Maksudmu? Mereka, kan, pernah menikah.”
“Lucas dan Rebecca tidak pernah menikah. Semua itu hanya sebuah kebohongan yang diciptakan agar reputasi Franklin tidak hancur hanya karena wanita itu. Rebecca hanya cinta satu malam Lucas. Lalu Rebecca datang untuk meminta pertanggungjawaban dengan mengaku bahwa dia hamil anak Lucas. Wanita gila itu bahkan berbicara di depan media sehingga Lucas terpaksa mengakui Rebecca sebagai kekasihnya.”
Orchidia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Selama berkerja untuk Franklin, ia tidak pernah tahu apa-apa tentang keluarga itu. Orchidia tidak tahu kabar soal Lucas Franklin. Apa gosip yang sedang hangat, kehidupan percintaan yang diperlihatkan ke publik, Orchidia tidak pernah tahu selain Franklin yang menjadi salah satu keluarga terkaya di dunia.
Rebecca? Cinta satu malam Lucas?
“Mereka tidak benar-benar menikah?”
Debora mengangguk. “Lucas membiarkan Rebecca tinggal bersama mereka hingga umur Gishla dua tahun. Setelah itu, Lucas benar-benar menendang Rebecca dari keluarga Franklin karena wanita itu semakin gila. Bayangkan saja, dia meminta saham Franklin sebanyak lima belas persen!”
Mendengar cerita Debora saja, Orchidia sudah dapat menilai bahwa wanita bernama Rebecca itu memang benar-benar gila, terutama pada harta.
Semua pertanyaan yang bersarang di benak Orchidia kini telah terjawab. Alasan perceraian yang ditutup-tutupi karena memang perceraian itu tidak pernah ada, begitu pula dengan pernikahan. Drama yang dimainkan keluarga Franklin benar-benar sangat apik, bahkan semua orang juga memercayainya.
“Lucas benar-benar menderita karena Rebecca.”
***
Lucas benar-benar menderita karena Rebecca.
Lucas tidak pernah bahagia.
Kalimat itu kini terngiang-ngiang di benak Orchidia. Apa Lucas benar-benar menderita selama ini? Tapi kenapa?
Orchidia merasa sedikit kasihan pada kehidupan pria itu. Lucas menderita, Lucas tidak bahagia ... bagaimana bisa semua itu terjadi pada pria tersebut? Selama ini ia melihat Lucas seperti sosok yang tidak peduli tentang apa pun, tentang sekitarnya, atau bahkan tentang dirinya sendiri. Lucas hanya memprioritaskan Gishla dibanding apa pun. Seperti kata Mommy Maria, hanya Gishla yang Lucas punya sekarang.
“Apa hobimu adalah melamun?”
Orchidia memutar tubuh dan mendapati Lucas yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Yah, Orchidia terpaksa tidur satu kamar dengan pria itu. Ternyata saat ia dan Debora pergi tadi, Lucas menyuruh pelayan di mansion ini untuk memindahkan semua barang-barang Orchidia di kamar tamu ke kamar Lucas, lalu mengunci semua kamar tamu sehingga Orchidia tidak bisa tidur di kamar mana pun.
Lucas baru selesai berbicara dengan Debora. Membicarakan tentang pertemuan mereka tadi dengan Rebecca . Kali ini, Orchidia tidak memandang Lucas dengan tatapan kesal dan sinis lagi. Orchidia menatapnya dengan biasa, padahal hatinya sedang gundah gulana memikirkan semuanya.
Lucas benar-benar menderita karena Rebecca.
Lucas tidak pernah bahagia.
Kalimat itu menganggunya.
“Kau ... tak apa?” tanya Orchidia dengan ragu.
Lucas melepas jas hitamnya lalu menaruhnya begitu saja di sofa diikuti dengan bokongnya yang mulai mendarat di sana. “Kau bertanya keadaanku?”
Orchidia diam.
Lucas tersenyum dengan kedua tangannya bertumpu pada lutut. “Selagi kau bersamaku, aku baik-baik saja.”
Lucas bohong. Orchidia bisa menatap dan membaca tatapan mata birunya. Lucas tidak baik-baik saja setelah Debora menceritakan semuanya. Rebecca kembali, itu yang membuat Lucas tidak baik-baik saja.
Orchidia menghela napas pelan. “Mari kita bulan madu,” ucapnya lalu mengalihkan tatapan. “Di ranjang ini, seperti katamu.”
***