Aqila POV
"Dasaar tukang pencitraan! Dia masang muka bak malaikatnya di depan mama tapi aslinya dia udah kaya iblis! Baru dua kali ketemu dia ternyata udah ngajakin aku perang! Dasar nyebelin!" Omelku sendirian sambil merebahkan diri di kasur.
"Liat aja bakalan aku balas kamu Reyhan!"
Amarahku memang tak bisa lagi kupendam terlebih saat mendengar ancaman darinya itu.
Drrttt
Getaran di handphoneku menghentikan kekesalanku, terlebih dengan nama Karel yang tertera di layarnya.
"Hai Karel! Aku kangen kamu" ucapku mengawali perbincangan via telpon di antara kami.
Ntahlah kenapa Karel selalu bisa memperbaiki moodku, sampai sekarang juga aku tidak bisa marah yang benar-benar marah kepadanya. Bagiku Karel adalah lelaki idaman, dia selalu bersikap lembut, semua yang ada padanya adalah hal yang aku cari selama ini.
"Baru gak ketemu sehari juga Qil" ucapnya sambil terkekeh.
"Kita jadi nonton kan besok"
"Jadi, mau aku jemput jam berapa?"
"Jam 11 aja ya sekalian kita makan siang di luar aja okay"
"Okay siap tuan putri"
Ya. Aku memang seperti diperlakukan sebagai seorang tuan putri oleh pangeranku yang satu itu. Baru beberapa hari berpacaran aku sudah mantap saja rasanya ingin menikah dengannya. Namun hal itu juga sempat membuatku takut. Apakah nanti semua akan berakhir?
"Hei, kenapa diam?" Tanyanya di seberang sana.
"Nggak, oh iya aku mau cerita deh Rel, tentang Reyhan!" Ucapku dengan kembali merasa jengkel saat nama lelaki bermuka dua itu aku sebut.
"Reyhan yang kemaren ke rumah kamu?"
"Iya, tau nggak ya......"
Akupun segera menceritakan kejadian beberapa menit yang lalu sedetail-detailnya pada Karel.
.
.
.
"Jadi gimana, mau nonton film lain?" Tanya Karel sambil menatap lekat ke arahku.
"Tapi gak seru film yang lain, lagian kenapa cepat banget tiketnya habis, nyebelin!" Ucapku masih kesal karena rencana kami untuk nonton bersama harus gagal karena kehabisan tiket.
Film yang akan kami tonton hari ini memang merupakan salah satu film yang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak orang dari berbagai kalangan.
"Yaudah, gimana kalau ke festival yang kemarin kamu ceritain aja?"
"Oh iya ide bagus, pasti banyak makanan yang lagi kekinian disana, yuk!" kini aku kembali bersemangat.
Kamipun berjalan berdua beriringan, tanpa bergandengan satu sama lain. Iya. Setelah resmi memutuskan berhijab aku memang merasa tak enak jika harus bersentuhan dengan Karel. Tapi di satu sisi Karel juga mengerti akan hal itu, bahkan kebiasaan yang dulu sering ia lakukan yaitu seenaknya meraih tanganku tak lagi dia lakukan, kami juga sempat membicarakan tentang hal ini. Dan hal ini sangat membuatku merasa semakin nyaman bersamanya.
Festival kali ini merupakan suatu wadah promosi bagi mereka para pengusaha di bidang kuliner yang baru merintis bisnisnya. Benar saja banyak sekali tenda-tenda dengan makanan-makanan unik tersusun rapi.
"Karel aku mau es krim itu!"
"Tapi kan mau hujan gini Qil, ntar malah tambah dingin"
"Iya juga ya, yaudah minuman yang sedotannya aneh itu gimana" tawarku sambil menunjuk ke arah sebuah tenda yang menyediakan minuman soft drink berbagai rasa dengan sedotan yang memiliki bentuk seperti kacamata.
Tawarankupun disambut anggukan oleh Karel.
"Woy Rel!" Tiba-tiba seorang laki-laki yang tampak tak asing mendatangiku dan Karel. Dia adalah Dimas salah satu sahabat Karel yang pernah diceritakan padaku.
"Eh Dim, tumben sendirian" ucap Karel sambil melakukan ritual berjabatan tangan khas nya kepada sahabat-sahabatnya itu.
"Biasa. Banyak yang minta gue fotoin makanannya, eh ini Aqila ya, gila akhirnya dapat juga lo" kata-kata Dimas sedikit membuatku tersipu.
"Iyalah gue gitu!" baru kali ini aku melihat sisi kepedean Karel.
"Tau gak Qil, lo tuh ya udah diincar lama banget sama Karel, tapi ya gitu, rada payah emang tipe cowok kaku gini pedekate" Dimas sangat bersemangat menceritakan hal ini kepadaku yang sangat menikmati minuman dengan sedotan unik ini.
"Udah deh Dim, jangan buka aib orang" ucap Karel sambil menonjok pelan bahu milik Dimas.
"Gakpapa kali Rel, tapi yah Dim, dia gak sepayah itu loh" balasku sambil memasang wajah konyol kepada Karel.
"Tuh kan diam-diam hanyut juga lo bro! Padahal dulu awalnya malu-malu setiap disuruh buat deketin"
Akupun langsung tertawa bersama Dimas dengan Karel yang wajah nya telah memerah menahan malu.
"Yaudah gue balik kerja lagi ya, have fun buat pasangan baru" pamit Dimas.
Selanjutnya aku dan Karel memutuskan kembali berjalan melihat-lihat makanan yang lain, karena minuman aku juga sudah habis, dan Karel juga belum membeli satupun makanan.
"Yah hujan!" Rutukku sambil menutupi kepalaku dengan kedua tangan dan bersama Karel kami menuju ke sebuah tenda terdekat.
"Pas banget kita neduh nya di warung mie gini" Karel tampak sudah sangat kelaparan.
"Bilang aja kamu lapar Rel" balasku terkekeh.
Kamipun memesan dua porsi mie tek-tek. Menikmati mie panas-panas ditengah cuaca yang sedang hujan memang keputusan yang tepat.
Setelah hujan mulai reda, aku dan Karelpun memutuskan untuk mencari mushallah terdekat karena sekarang sudah menunjukkan waktunya shalat ashar. Tiba-tiba saja sebelum melangkah keluar dari tenda mie tek-tek ini, Karel menyodorkan jaket miliknya kepadaku.
"Pake ya, nanti kalau kamu sakit, aku gak diizinan bawa kamu jalan lagi" ekspresi perhatian begitu tercetak jelas di wajah Karel.
"Dengan senang hati" akupun segera mengenakan jaket milik Karel yang kebesaran ditubuhku, terbukti lengan jaketnya yang telah jauh terulur melewati jari-jariku.
Dan sesaat setelah aku mengenakan jaket miliknya itu, Karel segera meraih lengan jaketnya yang kebesaran dan melewati jari-jariku itu.
Dengan kata lain kini dia kembali menggandengku dengan cara unik yaitu hanya memegang sisa lengan jaket yang kepanjangan ini.
Aku segera tersenyum kearahnya begitu pula dengan dia. Jantungku berdegup kencang.
Kamipun berjalan bersama dibawah hujan yang mulai reda.
.
.
.
"Rel, aku jadi keinget yang diceritain Dimas tadi" akupun memulai pembicaraan saat kami sudah berada di dalam mobil.
"Oh kamu mau tau awal aku suka kamu?" Tanyanya.
"Boleh?" Tanyaku dengan wajah penuh harap.
Cepat sekali Karel membalas dengan anggukan serta senyuman.
"Jadi waktu itu hari kedua kita ospek, dan kalau kamu ingat waktu itu kamu telat dan aku juga"
"Iya aku ingat waktu itu aku telat tapi aku kok gak liat kamu ya?"
"Wajar sih, karena emang banyak yang telat"
"Terus?" Aku masih menantikan cerita darinya.
"Terus gak tau aku udah suka aja sama kamu waktu itu"
"Udah gitu aja?" Tanyaku kecewa.
"Bagian serunya itu setelah itu, aku jadi suka diam-diam ngikutin kamu tapi gak pernah berani buat kenalan karena kamu yang aku perhatiin pendiam, tertutup dan lebih suka sendiri"
"Padahal aku gak pendiam loh" selaku
"Hahahaha iya malah cerewet banget, aku cuma bisa meratiin kamu dari jauh sampe cuma bisa curhat ke sahabat-sahabat aku aja. Mereka udah berulang kali nyuruh aku deketin kamu, tapi aku gak pernah berani bahkan buat nyari tau nama kamu, sampe waktu kita ketemu di depan kedai kopi itu, kebetulan aku bawa payung dan ngeliat kamu yang udah ngambil ancang-ancang lari nerobos hujan dan entah darimana aku dapat keberanian buat ngambil kesempatan itu untuk kenalan sama kamu"
Aku sangat antusias mendengar cerita Karel.
"Hmm Kenapa sih segitu takutnya sama aku? Sampe pernah gak berani gitu"
"Aku cuma takut aja, kalau dideketin malah buat kamu ngejauh...
Baru sama kamu aku ngerasain jantung yang berdegup gak karuan, ngeliat dari jauh udah buat hati aku senang banget, sampe semuanya nyadarin diri aku kalau rasa ini gak main-main lagi, aku cinta sama kamu, sangat cinta" Kini Karel menoleh ke arahku dengan mata yang penuh keyakinan.
"Dan jujur aku juga takut banget waktu akhirnya aku nembak kamu, nyatain cinta aku, karena aku gak mau sampe kita harus pisah suatu hari nanti."
Deg.
Ternyata ketakutan itu bukan hanya melandaku.