Hadiah Pertama

1422 Kata
Aqila POV Sudah pukul 10 malam aku masih saja belum bisa memejamkan mata, padahal biasanya sekitar pukul 9 malam aku telah tertidur lelap. Apakah ini karena kebahagiaan yang sedang kurasakan? Yang benar saja sedari tadi aku hanya senyam-senyum dan kadang juga menyembunyikan wajahku dibalik bantal besar bewarna merah muda di kasurku ini. Aku masih bisa merasakan getaran cinta senja itu apalagi mengingat cara jadian kami, aku dan Karel yang tidak biasa. Sangat jauh dari kata biasa. "Aqilaaaaa!" Suara teriakan mama sempat mengejutkanku. "Apa maaaaa?" Balasku berteriak masih dari atas kasur. "Cepat ke bawah ada titipan nih buat kamu!" Jangan kaget, ini memang kebiasaanku dan mama yang selalu saja saling berteriak seperti ini. "Iya bentar!" Balasku lalu bangkit dari tempat tidur dan menuju ke ruang tengah asal suara mama. Akupun sedikit bingung melihat sebuah kotak yang telah terbungkus rapi itu. "Dari siapa yah ma?" Tanyaku bingung. "Kalau gak salah tadi namanya Karbel" "Karbel? ....... Oh Karel mama bukan Karbel" untung otak ku malam ini sedang tidak lemot maka dengan cepat aku tau siapa yang sedang dimaksud mama "Oh iyaya Karel namanya, ganteng loh Qil, sopan lagi anaknya. Siapa kamu?" "Pacar aku dong" "Heh paling juga bentar lagi putus" ledek mama "Apasih ma, yang ada doain langgeng biar dapat mantu yang ganteng gitu" balasku sambil membuka kotak itu secara tak sabaran. Aku sempat kaget saat aku membuka kotak itu. Sebuah jilbab bewarna merah muda yang terkesan sangat kalem telah terlipat rapi di dampingi dengan sebuah kalung dihiasi bunga di atasnya, dan tak lupa sebuah surat, semua yang kusebutkan itu adalah isi dari kotak bewarna biru dengan pita senada pula. Hadiah pertama buat kamu, dipakai ya❤ Pesan yang sangatlah singkat tapi masih saja manis, itulah Karel selalu saja begitu. Tapi aku sangat menyukai caranya yang berhasil membuat perutku dipenuhi kupu-kupu, terkesan dewasa tidak berlebihan. "Liat ma, dia ngasih aku jilbab sama kalung ini" akupun menyombongkan apa yang baru saja dapat. "Tumben banget, emang kamu beneran jadi pakai jilbab" "Insya Allah!" "Ajak Karel kapan-kapan ke sini mama kan juga mau kenalan" mama tampak bersemangat ingin mengenal Karel. "Tenang aja besok Karel bakal jemput aku kok" Aduh Karel kamu harus tanggung jawab. Aku pasti malah akan tambah susah tidur setelah mendapat hadiah ini. . . . Jatuh cinta ternyata bisa membuatmu hanya membutuhkan waktu yang sedikit untuk tidur, karena itulah yang aku rasakan. Aku baru bisa tidur saat jam sudah menunjukkan pukul 1.30 dini hari, dan dengan mudahnya aku bangun pukul 5.10 pagi. Setelah mandi dan shalat subuh, akupun tengah disibukkan untuk memilih baju yang akan ku kenakan. Bukan apa-apa hanya karena ini adalah hari pertama aku telah memantapkan diriku untuk berhijab. Segera kuraih sebuah celana jeans bewarna hitam yang tidak terlalu ketat serta tunic selutut bewarna merah muda tepat sekali sesuai dengan warna jilbab yang diberikan oleh Karel. Semuanya baru saja aku beli minggu lalu. Tidak terasa aku telah sibuk menata diri di depan cermin hingga handphone ku pun berbunyi. Ketika melihat nama yang tertera di sana aku langsung mengangkatnya dengan semangat. "Hai Karel!" Ucapku tak terasa telah berteriak "Aw! kamu bisa ngerusak telinga aku Qil" keluh Karel dengan suara bariton namun terdengar kekanak-kanakan itu. "Hahahaha sorry sorry, kamu jadi jemput aku kan? Soalnya mama juga sekalian mau minta dikenalin ke kamu tuh" ucapku langsung ke inti pembicaraan. "Iya nih aku baru masuk mobil" terdengar suara pintu mobil tertutup. "Okay, aku tunggu ya" balasku. "Selalu tunggu aku terus ya, bye cantik!" Belum sempat aku membalas kata-katanya barusan, handphoneku ternyata mati, aku lupa menchargernya semalam. . . "Manis sekali kamu Aqila" ucapku memuji diri sendiri di depan cermin sambil memasang hiasan terakhir yaitu kalung dari Karel. Selanjutnya aku meraih power bank yang telah menyatu dengan smartphone ku itu dan memasukkannya ke dalam tas yang juga diisi oleh binder dan tempat pensil, setelah itu dengan tas bewarna hitam akupun menuju ruang makan. "MasyaAllah anak papa cantik banget nih!" Ucap papa yang baru saja memasuki ruang makan ini sambil mengecup keningku, rutinitas ayah dan anak yang indah bukan? "Siapa dulu dong mamanya" mama segera membalas pujian papa sambil meletakkan beberapa potong roti di atas meja makan. Assalammualaikum Karel! Tanpa membalas pujian kedua orang tuaku, aku segera menuju ke arah depan rumahku dan Karel sudah berdiri disana dengan kaos polos putih beserta jaket kulit bewarna hitam. Dia sangat tampan, selalu, seperti biasa. "Waalaikumsalam" balasku sambil tersenyum manis. Ia tampak kaget takjub melihatku dan akhirnya ia membalas senyumku. Tanpa mendengar apa yang ia ingin katakan aku segera menarik tangannya menuju ruang makan. "Eh, selamat pagi Karel" sapa mama yang sedang mengoleskan selai di atas roti yang sudah berada di tangannya. "Selamat pagi juga tante dan om" balas Karel sambil menghampiri mama dan papa untuk berjabat tangan. "Kenalin ma, pa, pacar aku Karel Adi Pratama" kataku dengan bangga. "Kok mau sama Aqila sih Rel dia jarang mandi" ledek mama yang kini tengah menatap Karel dari bawah hingga atas. "Mama!" Rengekku. Karel hanya tertawa kecil melihat kelakuanku. "Ayo sarapan dulu yuk" mama pun mempersilahkan kami untuk duduk. Aku sangat menikmati sarapan hari ini ditambah oleh kehadiran pacar baruku ini. . . . Assalammualaikum Suara seorang wanita menyeruak ke dalam rumah ku. Tadi memang aku sengaja tidak menutup pintu saat menyambut datangnya Karel. "Oh itu suara Ana pa" ucap mama sambil menepuk bahu papa yang baru saja menghabiskan sarapannya itu. "Ana temen sma kita dulu?" tanya papa "Iya kemaren dia emang lagi di sini jenguk adiknya lagi sakit" dengan sigap mama pun segera menuju sumber suara itu "Waalaikumsalam" sahut mama yang kini telah diikuti langkahnya oleh papa. Dan tinggal lah aku dan Karel yang masih asyik bercengkrama mengenai kekagumannya melihat perubahan penampilanku. Sayup-sayup terdengar obrolan penuh semangat mama dan tamu itu. Setelah meletakkan piring kotor milikku dan Karel di tempat cuci piring, kamipun menuju ke ruang depan hendak berpamitan menuju kampus. "Itu Aqila?" Tanya wanita paruh baya dengan jilbab berwarna merah yang tengah duduk di samping mama itu tepat saat melihat kehadiranku di ruang tamu. Beliau datang bersama keluarga kecilnya. "Iya, sini Qil! Ini ada tante Ana, sahabat mama sama keluarganya" Mamapun mengayun-ayunkan tanganya menyuruhku mendekat. Setelah menatap sejenak Karel akupun menuju ke arah mereka diikuti Karel dibelakangku. Kamipun menyalami satu persatu tamuku itu. Pertama adalah Tante Ana yang menyebut namaku itu, kemudian dilanjutkan pada seorang pria yang keliatan seumuran dengan papa. Dan terakhir adalah seorang laki-laki yang bisa kupastikan dia adalah anak dari tante Ana. "Itu Reyhan, anak nya tante Ana" ucap mama. "Aqila" ucapku balas memperkenalkan diri karena mama yang telah memperkenalkan dia, sambil mengarahkan tanganku. Ku kira awalnya ia tak akan meraih tanganku karena ia terlihat sangat religius dengan baju kokohnya itu, tapi dengan singkat ia membalas uluran tanganku. "Karel" kini giliran karel yang menjabat tangannya. "Udah gede yah Qila, cantik banget lagi, Karel ini siapanya ya?" Tanya tante Ana sambil melirik ke arah Karel. Baru saja aku hendak memperkenalkan Karel sebagai pacarku namun niatku itu teredam oleh suara papa. "Temen satu kampusnya Qila" ucap papa datar yang sedikit membuatku kaget. Kenapa papa malah berbicara seperti itu, padahal aku telah memproklamirkan bahwa Karel adalah pacarku. Dari sudut mataku kulihat pula Karel menuai respon yang sama denganku. "Masih kuliah ya, tahun ke berapa Qil?" Tanya Tante Ana kembali. "Baru tahun pertama tante" ucapku yang masih berdiri karena memang aku tak berniat untuk ikut bergabung. "Oh iya kamu beda 3 tahun ya sama Reyhan, kalau Reyhan udah mau selesai tahun ini" ternyata anak laki-laki nya itu lebih tua 3 tahun dariku. Reyhan. Kuperhatikan lagi ia, wajahnya dingin, memang tampan sih tapi wajah tanpa senyumnya itu membuat kesan pertama yang menyebalkan bagiku. "Yaudah aku sama Karel pamit dulu ya ma, pa, tante, om dan Reyhan" ucapku berpamitan sambil kini meyalami mama dan papa, begitu pula Karel yang dari tadi hanya tersenyum. "Assalammualaikum" ucapku dan juga Karel. . . . Suasana di mobil sangat terasa sunyi, tak ada yang bersuara selain musik yang mengalun dari radio. "Karel, are you okay?" Akhirnya aku memberanikan bersuara duluan. Ia melihat ke arahku sebentar lalu tersenyum. "Papa kamu keliatannya gak suka sama aku ya" ucapnya terdengar lirih. Aku sempat bingung membalas pernyataan dari Karel itu. "Papa emang selalu gitu, kurang suka aja kalau anak satu-satunya pacaran, tapi biasanya baik sendiri kok" "Semoga aja" kini Karel kembali fokus menyetir dan menatap lurus ke arah jalanan. Ya. Memang dari saat sarapan hingga berpamitan tadi, papa menampakkan sikap yang dingin dan tidak terbuka pada Karel. "Udah, jangan dipikirin ya" aku mencoba menenangkan Karel. Kamipun kembali mengobrol sepanjang perjalanan. Aku sengaja mencairkan suasana dengan membicarakan hal yang akan aku dan Karel lakukan mengisi weekend nanti. Semoga ke depannya, semua akan baik-baik saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN