Nicholas Abraham, sedang sibuk berkutat dengan pekerjaan hingga ia seringkali melupakan jam makan siang. Jika tidak Al atau papa yang mengingatkan, mungkin setiap siang pasti ia akan melewatkan jam makan siang nya. Lelaki yang sangat gila kerja begitu cocok disematkan kepadanya.
Suara dering telpon yang berada di atas meja kerjanya, mengalihkan fokus Nick pada pekerjaan. Mengangkat panggilan telpon yang ternyata dari sekretarisnya. Menurut info dari sekretaris nya bahwa di lobi sedang ada tamu yang ingin bertemu. Seorang perempuan yang bernama Lili.
Nick terheran, perasaan dia tak ada janji temu dengan tunangan nya itu. Tapi, untuk apa wanita itu datang ke kantornya? Tanpa memberitahu juga sebelum nya. Dan Nick pun pada akhirnya memberikan izin agar Lili memasuki ruang kerjanya. Hari ini dia juga tak ada janji makan siang dengan Al, Jim ataupun papa nya. Jadi, dia bisa bertemu dengan Lili.
Pintu ruang kerjanya di ketuk.
"Masuk!" perintah Nick pada siapapun yang berada di balik pintu tersebut.
Sekretaris nya muncul dengan diikuti seorang wanita yang Nick sudah kenal.
"Selamat siang Pak, Ibu Lili ingin bertemu anda?" sekretaris Nick berbicara dengan sangat sopan.
"Biarkan dia masuk."
"Baik, Pak."
Sekretaris Nick keluar dan kembali menutup pintu nya.
"Duduk lah, Lili. Ada perlu apa sampai kau harus repot-repot mendatangiku?"
Lili duduk di hadapan Nick. Tanpa rasa takut ataupun gugup mendapatkan tatapan tajam penuh keingin tahuan dari Nick.
"Ada hal yang harus aku bicarakan denganmu. Ini mengenai rencana pernikahan kita." ucap Lili dengan nada datar. Wanita itu tampak anggun duduk dengan menegakkan punggungnya.
Sempat terlintas di benak Nick menganai apa yang Lili inginkan.
"Katakan dengan jelas apa yang ingin kau sampaikan padaku, Lili?"
Sebelum mengutarakan apa yang ia inginkan, Lili menghela nafasnya. Berusaha menata kalimat yang akan ia utarakan pada Nick.
"Nick... Kau tentu tahu bukan jika pernikahan diantara kita itu terkesan dipaksakan," ucap Lili membuka pembicaraan.
Nick mengerutkan kedua alisnya. "Ya, lalu...." jawabnya singkat.
"Sebenarnya aku keberatan dengan perjodohan kita."
Hening, tak ada lagi yang bersuara. Sampai akhirnya Nick mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Jika kau keberatan.... Untuk apa kau menerima semua ini? Pertunangan.... Lalu sebentar lagi pernikahan pun akan terjadi."
"Itulah Nick. Aku tak ada kuasa untuk menolak. Bahkan berkali - kali aku mengatakan pada mama jika aku tak ingin menikah dengan mu. Maksudku... Aku tak mau menikah denganmu karena aku sudah memiliki seorang kekasih."
Nick kembali menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.
"Kenapa kau baru mengatakan nya denganku sekarang?"
"Itu karena... Aku takut dan ragu untuk berkata jujur padamu. Lagipula, kita juga baru saling bertemu saat acara Pertunangan berlangsung. Bagaimana mungkin di hari itu juga aku menolakmu. Itu tak mungkin aku lakukan karena aku dari pihak perempuan. Tak etis rasanya jika seorang wanita menolak pinangan seorang pria. Tapi... Bagaimana mungkin aku bisa menerimamu jika hatiku hanya untuk orang lain, Nick. "
Lili mengakhiri cerita panjangnya. Sementara Nick berusaha mencerna apa yang baru saja disampaikan Lili. Memang benar apa yang Lili sampaikan. Mana mungkin dua orang yang tidak saling mencintai dipaksa menikah dan hidup bersama sebagai pasangan suami istri. Sangat aneh bukan? Terlebih Lili telah mengakui jika wanita itu mempunyai seorang kekasih. Semakin sulit saja bagi Nick untuk melanjutkan rencana pernikahan nya.
"Jadi... Apa sebenarnya tujuanmu menemuiku?"
"Aku membutuhkan bantuanmu, Nick."
"Bantuan?"
"Ya."
"Bantuan apa?"
"Please... Batalkan rencana pernikahan ini!" pinta Lili dengan wajah memelas.
"Apa??" Tentu saja Nick terkaget mendengarnya. Bagaimana mungkin Lili meminta kepadanya untuk membatalkan rencana pernikahan yang hanya tinggal beberapa hari saja.
Jika Nick menyetujui, maka ia gila. Karena dengan menyetujui pembatalan pernikahan sesuai apa yang Lili minta, itu artinya ia akan mengecewakan keluarganya. Tak hanya keluarganya saja melainkan keluarga Lili juga.
Oh Tidak. Nick tak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Sekalipun tak ada perasaan cinta Nick pada Lili, itu berarti tak harus Nick mengecewakan papa dan mama nya.
Nick adalah anak tertua yang harus menjunjung tinggi nama baik keluarganya. Bahkan semua persiapan pernikahan sudah seratus persen berjalan. Dan tinggal menunggu hari pernikahan tiba.
"Maafkan aku, Lili. Kali ini aku tak bisa membantumu."
"Apa kau akan tetap menerima pernikahan ini tanpa adanya rasa cinta diantara kita Nick?"
"Aku lebih memilih mengorbankan diriku sendiri daripada harus membuat kecewa keluargaku. Apalagi jika harus membuat mereka malu, tak akan pernah aku melakukan itu."
"Astaga, Nick! Jika kau tak mau membantuku, lantas siapa lagi yang harus aku mintai bantuan. Harapanku satu- satunya hanya kamu Nick. Mungkin jika kamu yang menolakku, maka pernikahan ini tak akan pernah terjadi, Nick."
"Kau sudah terlambat, Lili. Jika memang kau tak mau menikah denganku, sejak awal harusnya kau mengatakan jujur padaku. Bukan nya menurut pada mama dan melakukan semua yang mereka minta. Dan setelah nya, mendekati hari pernikahan kita, kau memintaku membatalkan nya. Jangan main-main dengan keluarga kita, Lili. Ingat! Ada nama baik mereka yang harus kita pertaruhkam disini . "
Lili lemas seketika mendengar penuturan Nick. Bahkan Nick tak mau membantunya sekarang. Memang ini salahnya yang tak bisa bersikap tegas pada mamanya dan memilih menurut dengan semua yang mamanya minta. Dan sekarang, ia kebingungan disaat mendekati hari pernikahan.
"Haruskah aku lari saja, Nick...." gumam Lili sangat lirih. Bahkan tubuh wanita itu sudah luruh bersandar pada sandaran kursi.
Melihatnya semakin membuat Nick tak tega. Apalagi mendengar kata terakhir yang Lili lontarkan.
"Kau ini bicara apa? Jangan merencanakan sesuatu yang akan membuatmu menyesal, Lili."
"Tapi aku sudah tak ada jalan lain. Kau pun menolak membantuku." gerutu Lili. Ia merasa sia - sia saja mendatangi Nick ke kantor ini. Lili pikir, Nick akan mudah ia provokasi. Tapi ternyata dugaan nya salah. Nick tetaplah Nick yang akan membela keluarga dan rela mengorbankan perasaan sendiri.
Karena Nick tetap bersikukuh tak mau menuruti keinginannya, Lili tak lagi mau merengek dan memohon pada Nick.
"Baiklah, Nick. Jika memang kau tetap pada pendirianmu untuk menikahiku, jangan salahkan aku jika suatu saat aku akan kabur meninggalkanmu."
Lili beranjak berdiri, "Permisi!" pamit Lili.
Wanita itu sudah berhasil memegang handel pintu, tapi Nick memanggil kembali namanya.
"Lili....!" Teriak Nick.
Dengan malas Lili menoleh melewati bahu. Menatap Nick yang dengan mimik muka serius sedang menatap nya. Lili tahu mungkin ada hal yang ingin Nick sampaikan. Atau mungkin Nick berubah pikiran dan mau membantunya dengan membatalkan rencana pernikahan mereka.