Beberapa hari berlalu semenjak Lili bertemu dengan Hans. Sungguh, Lili merasa sangat dilema. Di satu sisi gadis itu enggan berpisah dari kekasihnya, yaitu Hans. Akan tetapi, Lili juga tak mungkin bisa mengecewakan keluarganya. Apalagi mamanya sangat berharap besar pada pernikahan nya dengan salah satu anak keluarga Abraham. Yang Lili tahu, Ferdinant adalah sahabat baik almarhum papanya. Dan bagaimana mungkin Lili bisa menolak keinginan almarhum papanya? Rasanya sungguh sulit.
Ditambah Lili yang sama sekali tak memiliki perasaan apapun pada Nick, lelaki yang akan menjadi suaminya kelak. Akan seperti apakah rumah tangga nya nanti jika dilandasi tanpa adanya rasa cinta diantara keduanya.
Hans, lelaki itu juga memberikan pilihan yang sangat sulit untuk nya. Memilih ikut kabur bersamanya, atau tetap menjalankan pernikahan seperti kehendak keluarga.
Ya Tuhan! Kepala Lili ingin pecah rasanya. Memikirkan Jalan hidup dan perjalanan cinta yang semakin rumit.
Setelah berpikir semalaman, sampai-sampai gadis itu tak bisa tidur nyenyak, dan keputusan nya sudah bulat. Ia akan menemui Nick dan meminta pada lelaki itu untuk membatalkan rencana pernikahan yang kurang dari satu minggu.
Sejak awal Lili mengetahui mengenai perjodohan ini, Lili sudah menolak mentah-mentah rencana yang mamanya sempat lontarkan kepadanya. Tentu saja Lili tak akan mau dijodohkan karena ia sendiri juga sudah memiliki pasangan. Apa salahnya jika sang mama merestui hubungan nya dengan Hans. Bukan justru meng-iyakan permintaan keluarga Om Ferdy yang berniat menjodohkan salah satu anak lelaki yang beliau punya. Astaga! Bahkan sudah berkali - kali Lili menolaknya, dan semua usaha penolakan nya sia - sia.
Harapan Lili satu- satu nya hanyalah Nick. Berharap Nick mau menerima permohonan nya untuk membatalkan semua rencana yang telah keluarga mereka susun dengan sedemikian rupa.
***
Pagi ini, Lili sudah rapi dengan seragam kerjanya. Lili yang berprofesi sebagai seorang staff di sebuah perusahaan milik salah satu temannya, bergegas ke luar dari dalam kamarnya. Niken sudah menyambut nya dengan hangat di ruang makan.
"Pagi, Ma!" sapa Lili pada mama nya yang telah selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
Di rumah peninggalan papa nya, Lili memang hanya tinggal berdua dengan sang mama. Jarak rumah Lili dengan rumah Liu tidaklah jauh. Masih dalam satu kompleks perumahan yang sama, akan tetapi hanya beda gang saja.
"Pagi, sayang. Tumben wajahmu lesu begitu?" celetuk mamanya yang melihat putri nya tampak sayu pagi ini.
"Calon pengantin itu tidak boleh banyak pikiran apalagi stres. Kau harus segera mengambil cuti, Lili. Hari Pernikahanmu tinggal menghitung hari. Persiapkan dirimu dengan sebaik - baiknya."
Ocehan mamanya tak ditanggapi oleh Lili. Gadis itu sudah lelah dengan tekanan keluarga mengenai pernikahan ini. Karena semalam Lili susah tertidur, jadi pagi ini ia tampak tak bersemangat sama sekali. Dan ditambah dengan cercaan dari mamanya, membuat pagi Lili semakin suram saja.
Sarapan yang terhidang di atas meja terlihat menggiurkan. Akan tetapi begitu singgah di lidahnya, kenapa terasa hambar. Begitulah jika suasana hati Lili sedang memburuk. Maka ia tak akan bernafsu melakukan apapun. Termasuk nafsu makan nya yang bisa hilang begitu saja entah kemana.
Baru beberapa suap yang berhasil ia santap, dan Lili sudah tak sanggup lagi. Meneguk air putih yang ada di dalam gelas. Lalu ia mengelap mulutnya.
"Ma... Aku harus berangkat sekarang," pamit Lili pada Niken.
"Kenapa tak dihabiskan makanan nya?"
"Aku sudah kenyang, Ma."
"Baiklah. Hati-hati di jalan."
Lili mengangguk lalu mendekat pada Niken dan mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkan nya ke dunia.
Membawa mobil nya menuju kantor tempatnya bekerja. Sebenarnya Lili sudah berencana pergi ke kantor Nick. Tapi Lili urungkan. Yang ada dalam benak Lili, jika sepagi ini ia mendatangi Nick, khawatir jika seandainya Nick belum tiba di kantornya. Lili memutuskan jika saat makan siang nanti saja ia akan mendatangi kantor Nick. Ia sudah tahu dimana kantor Nick berada. Dan memilih tak membuat janji atau memberitahu lelaki itu tentang kedatangan nya nanti. Semoga saja ia bisa bertemu dengan Nick dan segera menyelesaikan pernasalahan perjodohan yang sangat menyiksanya.
***
Di kediaman keluarga Abraham,
Setiap pagi, pemandangan menyejukkan selalu terlihat di meja makan. Keluarga yang di d******i oleh kaum lelaki itu selalu kompak melakukan ritual sarapan bersama. Ferdi dan Feli, yang merupakan kedua orang tua dari ketiga gen Abraham selalu menanamkan pada diri putra putra nya, jika sebisa mungkin saat sarapan dan makan malam mereka selalu berkumpul bersama. Demi menjaga kedekatan diantara anggota keluarga. Dan setelah makan, biasanya mereka akan mengobrol kan segala hal.
"Nick...! Kapan kau akan mulai cuti? Agendakan dari sekarang, agar Al bisa menghandel semua pekerjaan selama kau tinggal cuti." ucapan Ferdinant yang tak di mengerti oleh Nick.
"Cuti? Aku tak ada rencana untuk cuti, Pa." jawab Nick santai.
Bahkan Ferdi hanya menggelengkan kepala dengan reaksi anak pertamanya itu.
"Ingat, Nick! Kurang dari satu minggu acara pernikahan mu akan digelar. Tak kan lah kau terus bekerja? Ambil cuti paling tidak satu minggu. Kau harus mempersiapkan dirimu, Nick."
Mendengar penjelasan papanya, membuat Nick teringat akan rencana pernikahan nya. Bagaimana mungkin ia bisa lupa. Menghela nafasnya, Nick pun menjawab apa yang papa nya sampaikan.
"Baiklah. Akan aku agendakan setelah nanti melihat jadwal kerjaku seminggu ke depan."
Ferdi hanya mengangguk. Menyetujui jawaban yang Nick lontarkan.
"Al...!" Kini panggilan Ferdi ditujukan pada anak keduanya. Alfonso yang duduk di samping Nick dan sedang menikmati sarapan nya pun mendongak menatap sang papa.
"Ya, Pa."
"Kau tak keberatan kan menghandel pekerjaan Nick untuk sementara waktu."
"Tentu saja tidak, Pa. Aku tahu Nick juga butuh pergi Honeymoon. Jadi papa tak perlu risau. Aku akan menghandel semua pekerjaan Nick untuk sementara waktu."
Nick mendengar apa yang Al sampaikan, terlebih mengenai Honeymoon yang sama sekali tak ada dalam pemikiran Nick. Jangankan Honeymoon, pernikahan ini saja juga terpaksa ia lakukan demi keluarganya. Jika tidak karena permintaan papanya untuk memenuhi wasiat, mungkin Nick akan menolak mentah-mentah tentang perjodohan dengan perempuan yang sama sekali tidak Nick inginkan. Tapi ya sudahlah, semua sudah terjadi dan Nick tak bisa mundur lagi. Sedari awal Nick hanya menurut dan meng-iyakan saja apa yang papanya minta. Jadi sekarang pun Nick harus melakukan apa yang sudah menjadi keputusan nya.
"Nick...!" panggil Jim.
"Hmm..." hanya deheman yang keluar dari mulut Nick.
"Kau sudah ada rencana mau pergi Honeymoon kemana?" tanya Jim lagi.
Nick tak berniat menjawab dan hanya mengedikkan bahu nya.