Meera berdiri di depan cermin, menatap tubuh Mira di hadapannya. Sungguh tubuh yang sangat buruk menurutnya. Hal terbaik dari tubuh Mira, menurut Meera hanyalah kulitnya yang kuning Langsat.
Meera teringat, bagaimana ia sering mengolok-olok teman sekolahnya yang berbadan gendut. Dan, setelah ia beranjak dewasa, ia selalu mencibir setiap wanita yang menurutnya kelebihan lemak. Ia selalu menuding kalau wanita gemuk itu adalah wanita pemalas, dan rakus.
Dan, sekarang ia terperangkap dalam tubuh gemuk seorang wanita.
'Aku tidak yakin, suaminya benar-benar mencintai si Mira ini.'
Meera menatap foto pernikahan Banyu, dan Mira. Harus diakuinya, Banyu memang tidak setampan pria-pria yang ia kenal. Tapi tubuh Banyu sangat gagah, wajahnya juga lumayan menarik.
'Apa iya, si Banyu ini setia pada si Mira gendut ini. Mami yang cantik bak bidadari saja, tidak bisa membuat mata Papi hanya tertuju pada Mami. Bagaimana si Banyu dengan si Mira. Badanmu kenapa harus sebesar ini sih, Mira. Berat aku membawa tubuhmu, tahu.'
Meera mencibir ke arah bayangan tubuh Mira di depan cermin.
'Aku mendengar suara hatimu, Meera. Jangan mengeluh, menggerutu, apa lagi mengumpat!'
Meera mencari asal suara, pria berbaju putih berdiri di dekat pintu, dan menatap ke arahnya.
"Iya, iya, iya! Ini baru hari pertama, wajarkan kalau aku belum terbiasa!" Sahut Meera dengan cepat.
Pria itu menghilang, Meera mendekati pintu yang tertutup rapat. Dibukanya pintu, dan ternyata di balik pintu adalah kamar mandi. Kamar mandi yang lebih luas dari kamar mandi di dapur. Closetnya memakai closet duduk, tidak closet jongkok seperti kamar kecil di dapur.
Sabun, shampo, pasta gigi, dan sikat gigi rapi tersusun di rak yang tergantung di sudut kamar mandi. Ada busa penggosok badan, dan alat penggosok punggung juga. Semua terlihat rapi, dan bersih. Meera meneliti lantai, dan sudut kamar mandi, mungkin saja ada kecoa, cacing, atau tikus. Tapi, ia tidak menemukan binatang apapun di dalam kamar mandi.
Meera ke luar dari dalam kamar mandi. Ia mendekati lemari pakaian tiga pintu dari kayu. Dibuka satu pintu, daster tersusun rapi di sana.
Pintu kedua, terdapat rak gantung, terlihat beberapa gamis, dan baju Koko tergantung dengan rapi. Pintu ketiga. Terdapat beberapa kemeja, kaos oblong, celana panjang, dan celana pendek tertata rapi.
'Apa si Mira yang tak bisa merawat diri ini bisa serapi ini. Atau mungkin si Banyu yang pandai mendidik istrinya.'
Pintu kamar terbuka. Banyu masuk dengan nampan di tangannya. Cepat Meera menutup lemari.
"Duduklah, kita makan dulu. Papi suapi Mami." Banyu meletakkan nampan di atas meja di dekat jendela.
"Mami duduk di atas kasur saja. Biar Papi suapi ya."
"Aku bisa makan sendiri," sahut Meera dengan suara ketus.
"Biasanya juga Papi suapi. Ayolah, seperti biasa, kita makan sepiring berdua."
"Apa?" Tubuh Meera bergidik, membayangkan makan sepiring berdua dengan sendok yang sama, dengan orang yang baru ia kenal.
"Aku tidak mau!" Meera semakin marah saja.
"Si Mami. Disuapi itu enak, selain Papi dapat pahala, Mami juga tinggal buka mulut saja."
"Aku tidak mau. Aku tidak mau makan, kalau kamu memaksa."
"Ya sudahlah tak apa, Mami makan sendiri. Papi ambil lagi makanan ke dapur."
Banyu bangkit dari duduknya. Ia ke luar dari dalam kamar, sementara Meera menatap makanan yang ada di dalam piring. Sop ayam dengan sambal kecap. Terlihat segar, dan nikmat, apa lagi ada irisan jeruk nipis yang menggoda selera.
Meera mengambil piring berisi nasi, lalu mengambil sop, dan sambal kecap. Ia peras irisan jeruk nipis di atas campuran nasi, dan sop.
Perlahan ia suap, lalu ia rasakan.
'Ya ampun, enak sekali.'
Meera menyuap makanannya, Banyu masuk kembali ke kamar. Ia duduk di depan Meera. Ditatap sop di dalam mangkok, hanya tinggal sayur, dan sedikit kuahnya.
"Enak, Mi?" Tanya Banyu sambil menatap Meera yang tengah menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Umm ... biasa saja."
Banyu tersenyum.
"Mami masih mau sayurnya?" Banyu menunjuk isi mangkok.
"Umm ...." Meera bergumam, lalu memindahkan sayuran yang tersisa di mangkok ke dalam piringnya. Yang tersisa hanya tinggal kuahnya saja.
Banyu hanya tersenyum, ia tidak kebagian ayam, dan sayur sop-nya. Yang tersisa hanya kuahnya saja. Di dapur masih ada, tapi hanya cukup untuk kedua putrinya.
"Masih mau kuahnya, Mi?"
"Ummm ...." Kepala Meera menggeleng.
Banyu menumpahkan kuah ke dalam piring nasinya, ia beri sambal kecap, dan perasan irisan jeruk. Disantap makanannya dengan nikmat, meski tanpa lauk, dan pauk. Melihat Meera makan dengan nikmat, hal itu membuat apa yang masuk ke dalam mulutnya juga terasa nikmat.
'Alhamdulillah. Mami masih suka masakanku, masih sama seperti saat Mami belum amnesia.'
BERSAMBUNG