Bab 9 - Kegaduhan Tengah Malam

1540 Kata
Menjelang tengah malam, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah dan langkah kaki ke arah pintu depan. Aku langsung berdiri karena curiga itu adalah Tuan Cloude yang pulang dari kampus. Brakkk!!! Suara pintu yang dibuka secara kasar membuat Daniel bergegas hendak menengok ke depan. Aku pun mengikuti Daniel dari belakang. Kami berjalan menuju pintu utama rumah. Tak disangka, keributan terjadi setelah Tuan Cloude masuk ke dalam rumah. “Lou, katakan di mana Pastor itu!” gertak seseorang yang ternyata adalah Tuan Cloude yang baru saja sampai di rumah. “Cloude ... ada apa, saudaraku? Tenangkan dirimu dahulu,” jawab Paman Lou yang segera terbangun dari tidurnya dan berjalan ke depan pintu. Paman Lou tidur di sofa, jadi dia yang pertama bertemu dengan Tuan Cloude. Paman Lou memang sengaja tidur di sofa untuk berjaga-jaga kalau ada sesuatu hal atau Tuan Cloude pulang larut malam. Sedangkan Bapa Michael tidur di kamar samping kamarku. Nyonya Cloude tidur di kamar seberang kamarku. “Tenang apanya?! Jadi, selama ini Pastor itu tahu kalau ada lelaki yang melecehkan anakku, ha?! Lantas sekarang dia hendak menyembuhkan anakku yang dianggap kerasukan?! Mana Pastor itu! Aku akan buat perhitungan jika dia tak mau memberi tahu di mana lelaki b******k yang melecehkan anakku!” teriak Tuan Cloude dengan tak terkendali. Emosinya meluap-luap hingga membuat aura negatif makin kental di rumah ini. Aku segera meminta Daniel mencegah Bapa Michael keluar dari kamar. “Daniel, lindungi Bapa Michael. Ini ulah iblis itu. Mereka memanfaatkan emosi Tuan Cloude untuk melukai Bapa Michael,” kataku yang menduga dan paham apa yang sebenarnya akan terjadi di sini. Belial ... Iblis yang bisa diusir dalam waktu dua hari, menurutku sangat cepat Ia pergi. Aku yakin ketiga iblis itu sudah berunding dan hendak melakukan sesuatu kepada keluarga Cloude. Sesuatu yang buruk dan tak bisa kubayangkan jika benar terjadi. Saat Tuan Cloude teriak-teriak tak terkendali, Nyonya Cloude keluar dari kamar dengan wajah cemas. Aku mengamati mereka berdua dalam kegundahan. Nyonya Cloude mencoba menenangkan suaminya yang marah. Beberapa kali dia mengucapkan untuk bersabar, tetapi suaminya masih saja marah dan ingin segera menemui Bapa Michael. Paman Lou pun menahan Bapa Michael agar tidak dilukai atau tersulut emosi yang sama. Sedangkan Daniel membantu Nyonya Cloude menenangkan Tuan Cloude. Hingga perempuan yang terlihat ketakutan itu memeluk erat suaminya. Tuan Cloude berhenti marah dan menenangkan diri. Aku bersyukur masih ada kesabaran di hatinya. Tepat saat itu, suara barang yang berjatuhan dan berisik kacau balau pun terdengar dari lantai atas. Ya, dari kamar Jane. Suara yang membuat kami saling pandang seakan ada pertikaian di atas. Kami semua terkejut mendengar suara mengerang dan meraung. Tak terkecuali Tuan Cloude yang semula marah dan hendak melampiaskan kepada Bapa Michael menjadi diam seketika. Aku langsung berinisiatif ke atas bersama Bapa Michael untuk melihat apa yang sedang terjadi. Saat Bapa Michael berjalan menyusuri tangga menuju kamar Jane. Aku pun hendak naik dan menatap Paman Lou, Tuan dan Nyonya Cloude, serta Daniel. Aku yakin ini perbuatan iblis itu. Ada hal yang mereka inginkan hingga membuat perpecahan terjadi. “Ini semua perbuatan iblis yang hendak menghasut Tuan Cloude untuk melukai Bapa Michael,” kataku sambil menatap ke arah tangga menuju ke kamar Jane. *** POV TUAN CLOUDE (SUDUT PANDANG TUAN CLOUDE) Aku = Tuan Cloude Kemarin aku bergegas ke kampus setelah mengetahui anakku—Jane pernah mengalami pelecehan di kampus sepulang dari menjaga perpustakaan. Putriku seorang remaja yang rajin dan baik hati. Dia mau kerja sambilan menjaga perpustakaan demi membantu aku dalam biaya sehari-hari di kampus. Aku sangat terpukul saat tahu anakku dilecehkan. Berarti benar adanya, anakku bukan kerasukan iblis. Dia hanya tertekan dan tak tahu harus bagaimana sehingga kondisi psikis terganggu. Ya, pasti itu yang terjadi. Aku bertekad bulat menemui pihak dosen atau yang terkait dengan hal ini. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi karena aku ingin segera sampai di sana. Aku ingin menanyakan secara langsung pada pihak kampus apa yang sebenarnya terjadi dengan putri semata wayangku. Sepanjang perjalanan pikiranku kalut dan tidak terkendali. Setelah perjalanan yang cukup jauh, aku sampai di kampus tempat putriku kuliah. Aku segera memarkirkan mobil dan berjalan ke arah kampus. Beberapa orang menatapku dengan terkejut seolah melihat hal yang ditakuti. Apakah mereka mengetahui permasalahan soal putriku? “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” sapa seorang wanita yang sepertinya dosen. “Saya Ayah dari Jane Cloude. Saya mencari dosen pengampu untuk menanyakan sesuatu hal,” jawabku dengan mantap. “Oh, Tuan Cloude. Mari silakan ke ruangan saya. Kebetulan, saya dosen di sini dan kenal dengan Jane.” Wanita itu berjalan di depanku. Aku mengikuti wanita yang mengenakan blazer hitam itu ke ruangannya. Setelah masuk ke ruangit, dosen putriku segera mempersilakan aku duduk. “Silakan duduk, Tuan Cloude. Ada apa Anda sampai ke kampus?” tanyanya sambil tersenyum seolah tidak mengetahui maksud kedatanganku. “Aku ingin tahu, apakah benar putriku mengalami pelecehan dan p*********n sebelum akhirnya kejang-kejang dan dikembalikan ke rumah?” Aku tidak mau berbasa-basi. Hal ini harus diluruskan segera. “Tuan, begini ... pihak kampus sudah menyelidiki kejadian Jane. Namun, kamu mendapat informasi sedikit terlambat. Iya, putri Anda mengalami pelecehan ....” jelasnya langsung kupotong sebelum selesai berucap. “Mengapa tidak lapor polisi?! Mengapa kalian menutupi hal ini? Putriku tersiksa dengan pernyataan kerasukan iblis!” Jelas saja aku emosi karena pihak kampus seakan menutupi demi mempertahankan nama baik yayasan. “Tenang, Tuan Cloude. Tenang. Kami hendak ke sana, tetapi sepertinya percuma. Karena pelaku kejahatan itu meninggal satu per satu dengan mengenaskan. Anda bisa lihat ini,” ujar dosen itu sambil memperlihatkan beberapa lembar koran dan foto yang cukup mengerikan. Aku terkejut melihat hal itu. Semenjak Jane di rumah dan mengalami beberapa kali pengusiran iblis yang belum ada hasilnya, aku jadi jarang bersosialisasi dengan orang lain, bahkan tidak pernah membaca koran. Apalagi sekedar membaca berita atau mengikuti informasi terbaru di luar sana, aku tak ada waktu. Semua waktuku terkuras untuk memperjuangkan kesembuhan Jane, putriku yang malang. “I-ini ... mengapa bisa mereka meninggal mengenaskan seperti ini?” tanyaku sambil gemetar memegang foto tiga pemuda yang meninggal dicabik-cabik. Seperti dicabik binatang buas yang marah. “Entahlah ... awalnya kami mengira ini serangan beruang, tetapi ada hal aneh lainnya. Jejak telapak tangan manusia di dekat lokasi,” terang dosen tersebut. “Manusia? Kejam sekali. Apakah ada manusia seperti itu?” Aku tak menyangka jika itu perbuatan manusia keji. “Kami pun terkejut saat pihak kepolisian mengatakan manusia pelakunya.” “Lalu, mengapa kalian menutupi semua itu dari keluarga ku?” Percakapan kami berlangsung kembali. Aku tidak akan menyerah sebelum mendapatkan semua informasinya. “Bukan begitu, Tuan. Kami tahu kalian masih kesulitan dalam merawat Jane. Maafkan kami. Namun satu hal lagi.... satu pelaku terakhir belum tertangkap. Sampai saat ini belum ada informasi tentang mahasiswa kami tersebut.” Penjelasan terakhir dari dosen itu membuatku geram. “Bagaimana bisa kampus menyembunyikan hal ini dari kami selaku orang tua korban?! Siapa nama pelaku terakhir itu? Aku akan mencarinya sampai ketemu!” gertakku penuh emosi sambil menggebrak meja. Orang tua mana yang akan tenang, jika hal buruk menimpa putrinya. Itu yang aku lakukan hari ini. Mencari keberadaan Richard—si pelaku pelecehan terhadap putriku. Sedangkan tiga pelaku lainnya sudah meninggal dengan tak wajar, aku tertawa dalam hati karena hal itu pantas mereka terima. Setelah dari kampus, aku mencoba mencari informasi ke sana ke sini untuk menemukan Richard. Hal mengejutkan aku dapatkan, ketika salah satu kawan Jane mengungkapkan, jika Richard disembunyikan oleh orang tuanya yang ternyata masih bersaudara dengan Bapa Michael. Bapa Michael? Aku yakin Pastor itu tahu di mana keberadaan Richard yang ternyata keponakannya. Aku mengepalkan tangan dan bergegas pulang. Perjalanan dari kampus ke rumah cukup jauh. Aku pulang sudah menjelang petang. Sampai di rumah pun sudah larut tengah malam. Entah mengapa, rasa emosi memuncak dan menyelimuti hati dan pikiranku. Aku bergegas turun dari mobil ketika sampai di depan rumah dan membuka pintu rumah dengan kasar. Bapa Michael! Aku hanya ingin mencari Richard yang aku yakini disembunyikan oleh Pastor itu. Bagaimana bisa dia mengobati Jane yang ternyata korban pelecehan dari keponakannya sendiri? Ternyata Lou masih membela Pastor itu. Apakah harus aku bertindak kasar? Lauren dan Daniel pun keluar dari kamar mencoba menenangkanku. Saat aku mengamuk, beberapa menit kemudian istriku keluar dari kamar. “Sayang, ada apa? Jangan seperti ini, sayang. Aku mohon,” lirihnya membuat aku tak bisa marah lagi. Istriku memeluk tubuhku yang sudah gemetar karena menahan emosi dengan erat. Seakan tak ingin aku meluapkan kekesalanku dan berakhir fatal, istriku terus memeluk dan membacakan doa Bapa Kami. Bapa Michael menatapku dengan dilindungi Lou karena takut aku mengamuk lagi. Perasaanku berangsur membaik. Aku pun jatuh tersungkur di lantai sambil menangis. Entah mengapa ada sebuah kelegaan dan penyesalan dengan emosi yang membuncah tadi. Andai istriku tak memelukku, mungkin aku sudah berbuat hal buruk pada Bapa Michael hanya karena gelap mata. Tepat saat itu, suara erangan dan teriakan berserta benda-benda terjatuh pun terdengar dari lantai dua, mungkin dari kamar Jane. Bapa Michael dan Lauren segera berjalan ke lantai dua. Saat hendak naik, Lauren menoleh ke arah kami sejenak. “Ini semua perbuatan iblis yang hendak menghasut Tuan Cloude untuk melukai Bapa Michael,” kata Lauren sambil menatap ke arah tangga menuju ke kamar putriku. Aku pun menyadari ada hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika di sini. Daniel, Lou, dan istriku mengajak untuk duduk dan membantu dalam doa. Aku mengangguk, mengikuti saran mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN