Bab 13 - Day Four (Hari Keempat)

1519 Kata
POV (Sudut Pandang) LAUREN (AKU = LAUREN) Sudah berakhir hari ketiga, tetapi iblis di dalam tubuh Jane belum semuanya pergi. Menyedihkan melihat Tuan dan Nyonya Cloude yang setiap hari menangisi nasib anaknya. Aku mencoba menguatkan mereka. Bekas luka yang ada di tubuh Jane bukan karena penyiksaan, tetapi karena bekas percikan air suci dan olesan minyak suci. Hal itu bereaksi pada tubuh Jane yang masih dalam cengkeraman iblis. Malam kian larut, tetapi kami belum bisa beristirahat. Banyak hal yang membuat kami memilih berkumpul di ruang tamu. “Apakah putri kami bisa diselamatkan?” tanya Tuan Cloude yang terlihat putus asa. “Tuan dan Nyonya Cloude ... bersabar ya ... Tuhan tidak akan membiarkan pencobaan melebihi dari kemampuan manusia. Tuhan pasti menolong.” Aku mencoba menghibur dan menguatkan mereka. Meski begitu, kekhawatiran pasti membuat kedua orang tua Jane hampir putus asa. Aku merasakan semuanya, terlihat jelas dalam benak mereka. Hawa negatif di rumah ini pun kental dan belum luntur meski setiap hari kami berdoa bersama. Tiba-tiba terdengar suara pintu utama diketuk. Waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Kami terkejut karena tak menyangka akan ada tamu datang. Paman Lou segera membukakan pintu. Seorang pemuda datang dengan raut wajah sedih dan seakan terburu-buru karena napasnya memburu. “Selamat malam ... apakah benar ini kediaman Cloude? Apakah ada Bapa Michael di sini?” tanya pemuda itu saat pintu dibuka. Aku merasa tak enak dan menatap Bapa Michael yang langsung berdiri dan berjalan mendekati pintu. “Iya, ini aku. Ada apa, Nak?” Paman Lou hanya terdiam dan menatap Bapa Michael. Aku dan Daniel pun bangkit dari sofa. Tangan Daniel menggenggam erat tanganku. Aku merasa akan ada hal buruk yang disampaikan. Pemuda itu segera menyampaikan pesan kepada Bapa Michael. “Maaf, Bapa Michael ... sa-saya ... mau menyampaikan berita duka. Keponakan Bapa Michael yang berada di gereja meninggal dunia, baru saja ketahuan saat Suster Lidwina membuka pintu ruangan karena merasa sesuatu hal buruk,” jelas pemuda itu membuat Bapa Michael terkejut. Tak kalah terkejutnya dengan kami. Aku, Daniel, Paman Lou, Tuan dan Nyonya Cloude pun terkejut. Kami tidak menyangka iblis itu mampu menembus ruangan suci tempat mengambil air suci di dalam gereja. “A-apa?” Bapa Michael terkejut seakan tak menyangka hal ini terjadi terlalu cepat. “Bapa, sabar. Ini jalan yang terbaik dari Tuhan. Ayo kita ke sana. Aku juga ikut bersama Bapa ke sana, ya,” lirihku karena khawatir dengan keadaan Bapa Michael. “Bapa Michael, bisa segera ke gereja dengan saya?” Pemuda itu seakan takut dan tak nyaman meski di depan rumah ini. Terlihat jelas dia ingin segera meninggalkan rumah ini. “Baik. Saya akan berpamitan dulu. Tuan dan Nyonya Cloude, saya pamit ke gereja dahulu. Lauren dan Daniel, kalian bisa di sini dulu. Tuan Lou ... saya pamit dahulu ke gereja, maafkan saya ....” ucap Bapa Michael yang segera mengambil mantel hitam tebal dan mengenakannya. “Bapa ... Izinkan Lauren ikut ke sana.” Kalimatku sama sekali tidak dijawab oleh Bapa Michael. Pemuda tadi pun berjalan cepat menuju ke mobil. Bapa Michael langsung bergegas pergi meninggalkan rumah dan mengikuti pemuda tadi. Aku sangat khawatir dan memutuskan untuk ikut meskipun tanpa persetujuan dari Bapa Michael. “Daniel ... kamu di sini, jagalah keluarga Cloude. Aku akan ikut ke gereja dengan Bapa Michael.” “Iya, Lauren. Hati-hati di sana. Baiknya kita di sini berdoa untuk mereka,” jawab Daniel sambil menatap Paman Lou, Tuan dan Nyonya Cloude. Aku langsung berjalan menyusul Bapa Michael dan tak mau dicegah, aku ikut masuk ke dalam mobil. Awalnya Bapa Michael bersikeras agar aku tidak ikut, tetapi aku tetap memaksa ikut dan tidak mau keluar dari mobil. “Baiklah kalau itu maumu, Lauren. Ayo kita berangkat,” ucap Bapa Michael tidak ingin berdebat. Kami pun segera melakukan perjalanan ke gereja tempat Richard meninggal mengenaskan. Sepanjang perjalanan, pemuda yang menyopir mobil itu berkali-kali menengok ke arah spion mobil untuk menatapku. Sedangkan Bapa Michael di samping pemuda itu berdoa untuk menenangkan dirinya. “Ada apa?” tanyaku sambil menatap pemuda itu. Pemuda itu hanya menggelengkan kepalanya. Beberapa puluh menit kemudian, kami sampai di pekarangan gereja. Terlihat satu mobil ambulans dan dua mobil polisi terparkir di sana. Ada petugas koroner dan detektif juga sudah berada di sana. Kasus ini adalah kasus keempat dan semua korban adalah pelaku p*********n atas Jane Cloude. Bapa Michael berjalan dengan sedikit gemetar. Aku bisa merasakan hal itu. Aku berjalan di belakangnya dan berdoa di dalam hati. Aku mulai memahami mengapa Belial keluar terlebih dahulu dari tubuh Jane. Ternyata incarannya adalah Richard. Saat Bapa Michael fokus melakukan pengusiran iblis, Belial berniat melenyapkan Richard yang sudah melakukan dosa besar dengan ikut p*********n dan membawanya ke neraka lapis keenam. “Suster Lidwina, apa yang terjadi?” tanya Bapa Michael saat masuk ke gereja yang sudah penuh orang. “Bapa Michael ... aku menemukan Richard sudah dalam kondisi seperti itu saat membuka pintu. Tepat tengah malam, aku merasa tak tenang dan bergegas ke sana, tetapi semua terlambat” jelas Suster Lidwina dengan raut wajah yang sedih dan mulai meneteskan air mata karena merasa bersalah. Aku masih berjalan di belakang Bapa Michael. Mengawasi ke sekitar dan mencari di mana kiranya Belial berada. Apakah iblis itu masih berada di sana? Atau dia hendak mencelakakan orang lain lagi? Belum genap lima menit di gereja, ada suara dentuman keras seakan berasal dari atas atap gereja. Kami pun terkejut dan menundukkan kepala, karena refleks. Aku kira itu bukan bom atau benda, melainkan benturan energi negatif. “Bapa ... tetap di sini. Aku akan keluar memeriksa,” ujarku yang justru khawatir dengan keselamatan Bapa Michael. Sepertinya para iblis itu mengincar nyawa Bapa Michael dan tidak akan berhenti menebarkan teror. Aku segera mengucapkan beberapa doa khusus untuk bisa menghalau energi negatif itu. Saat di luar gereja, beberapa polisi pun berjaga dan melihat ke atap gereja, mereka tak melihat apa pun. Namun saat aku mendongakkan wajahku menatap atap gereja ... betapa terkejutnya aku melihat iblis berwajah pucat, tetapi ada kobaran api membara di sekujur tubuhnya. Taringnya panjang, tangan serta kakinya panjang, aku rasa ini bukan Belial. Ya, karena Belial sudah dihalau dari tubuh Jane dan kembali ke neraka. Berarti ... iblis yang mengganggu tak hanya tiga! Iblis itu sangat licik, kemungkinan dia tahu di mana keponakan Bapa Michael dari pengusiran iblis selama ini. Aku langsung memejamkan mata dan memusatkan tenaga serta pikiranku untuk mengusir makhluk itu sebelum iblis menjijikkan itu masuk ke tubuh manusia dan membuat kekacauan yang lebih lagi. Aku tak menyangka kalau iblis itu sudah menunggu lengahnya energi positif di gereja. Sasaran utama bukanlah Richard ... tetapi .... “Lauren, awas!” teriak Bapa Michael sambil berlari ke arahku. Aku tak menyangka ada sebongkah batu besar dengan balutan api seperti meteor melesat ke arahku. Bapa Michael berlari dan memeluk tubuhku serta mengangkat segera berpindah tempat. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Aku ... bahkan aku rasanya sulit bernapas. Bapa Michael menyelamatkan nyawaku. Dentuman kembali terdengar menggelegar. Namun tidak ada yang bisa melihat bongkahan batu menyala api tadi, kecuali aku dan Bapa Michael. Iblis itu sangat kuat, tetapi saat kami melihat ke atap gereja kembali ... iblis itu hilang. Sebenarnya apa yang mereka rencanakan? “Bapa Michael ... terima kasih banyak. Bapa sudah menyelamatkan diriku,” lirihku yang masih sesak napas, mencoba tenang dan mengatur pernapasan. “Iya, sama-sama Lauren. Apa pun yang kamu pikirkan, jangan berbuat hal nekat dan bertindak sendirian. Iblis-iblis itu ... lebih licik dari yang kita duga. Aku sudah melihat jenazah ponakan,” kata Bapa Michael yang sudah melihat jenazah Richard di dalam ruangan tadi. Petugas yang mengadakan visum langsung membawa jenazah ke ambulans untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Petugas koroner dan detektif akan menyelidiki kasus ini seperti ketiga kasus sebelumnya. Mengherankan seperti kasus sebelumnya tidak ada sidik jari di sana. Aku mendengarkan penuturan petugas saat keluar dari gereja. Aku dan Bapa Michael pun bergegas hendak menyiapkan untuk pemakaman di rumah duka orang tua Richard. “Lauren ... lebih baik kamu kembali ke rumah Tuan Cloude. Aku akan mengantarmu ke sana, sebelum aku ke rumah kakakku. Jaga Tuan dan Nyonya Cloude, Jane, dan Paman Lou di sana,” kata Bapa Michael meminta dengan sangat padaku. “Baik, Bapa Michael. Namun izinkan Daniel menemani sampai pemakaman selesai. Bagaimana?” Aku masih khawatir dan tidak bisa membiarkan Bapa Michael sendirian pergi. “Asal kau pulang, aku mau. Sampai fajar menyingsing, pastikan tidak ada yang tidur dan ajak mereka berdoa,” perintah Bapa Michael kepadaku. Aku mengangguk tanda paham. Kami dalam peperangan yang tidak terlihat dengan mata biasa. Kami harus memakai baju zirah berupa iman dan peluru doa untuk memenangkan peperangan melawan iblis. Bapa Michael meminta pemuda tadi mengantarkan kami ke rumah Tuan Cloude untuk mengantarkan aku kembali ke sana. “Nak, sebelum ke rumah duka, bisakah antar kami ke rumah keluarga Cloude? Lauren akan pulang dan Daniel akan ikut ke rumah duka bersama Bapa,” ujar Bapa Michael kepada pemuda tadi. “Baik, Bapa. Mari silakan.” Aku dan Bapa Michael masuk ke dalam mobil. Entah mengapa Bapa Michael bersikeras menyuruhku pulang dan membantu doa bersama keluarga Cloude. Satu hal yang aku tahu, semua hal buruk ini belum berakhir. Apa pun yang terjadi, Tuhan pasti memberi jalan keluar dari setiap permasalahan umat-Nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN