POV (Sudut Pandang) LAUREN (AKU = LAUREN)
Dini hari, aku sudah sampai dan kembali dalam rumah Tuan dan Nyonya Cloude. Perjalanan ke gereja memakan waktu dan sepanjang perjalanan aku tidak banyak berbincang dengan Bapa Michael.
Seperti rencanaku tadi, Daniel aku minta ikut dengan Bapa Michael pergi. Dia langsung setuju untuk ikut bersama Bapa Michael ke rumah duka tempat orang tua Richard. Aku meminta Daniel menemani Bapa Michael agar bisa saling menguatkan dan saling menjaga.
Di dalam rumah keluarga Cloude, aku merasakan hawa dingin yang begitu menusuk hingga ke tulang. Sepertinya benar yang Bapa Michael katakan soal doa semalam suntuk. Di sini ada sesuatu yang terjadi di luar pemikiran manusia dan tidak bisa dilihat kasat mata.
“Tuan dan Nyonya Cloude ... juga Paman Lou ... mari kita berdoa semalam suntuk. Bapa Michael meminta sebelum matahari terbit jangan putus berdoa. Kita akan istirahat bergantian setelah matahari terbit, bagaimana?” Aku menawarkan istirahat juga pada mereka dan membujuk agar mau sama-sama berdoa dan bergantian istirahat.
“Baik. Kami ikut saja,” jawab Paman Lou sambil menatap Tuan dan Nyonya Cloude yang kemudian mengangguk tanda setuju.
Kami pun memulai doa Rosario hingga doa-doa yang khusus. Aku membimbing mereka dalam doa bersama. Satu jam berlalu dengan tenang. Namun, saat jam menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit ... sesuatu terjadi di rumah ini. Aku merasa penuh sesak dan keadaan yang tadinya dingin tiba-tiba menjadi pengap dan panas.
“Jangan membuka mata kalian. Terus fokus dan berdoa. Tuhan akan menemani kita. Tuhan akan membentengi rumah ini. Jangan membuka mata apa pun yang terjadi, bahkan saat mendengar suara atau merasa kehadiran jangan membuka mata.”
Aku menginstruksi lainnya untuk tetap fokus. Seperti yang kutebak, banyak aura negatif berada di dalam rumah keluarga Cloude. Aku segera menggunakan kekuatanku, melepas roh dan mengusir makhluk gaib yang memenuhi rumah keluarga Cloude. Ya, makhluk gaib yang ikut tertarik dengan tubuh Jane yang sudah dirasuki iblis cukup lama. Makhluk itu mencari cela untuk bisa memakai tubuh manusia.
Aku pun segera membentengi rumah Tuan Cloude lebih lagi, agar tidak semakin banyak makhluk gaib yang datang. Sepertinya, iblis di dalam tubuh Jane sengaja mengundang dan memberikan sinyal kepada makhluk gaib di sekitarnya agar datang dan membawa hawa negatif berkumpul. Aku tidak akan biarkan ini terjadi terlalu lama. Bisa jadi tubuh orang yang sehat menjadi sakit-sakitan jika hawa negatif sekental ini.
Pergi kalian! Aku akan terus melindungi keluarga Cloude apa pun yang terjadi! Aku tidak takut dengan kalian!
Meski aku berteriak dalam batin, mereka tak pergi. Mereka silih berganti datang dan pergi. Aku semakin lelah dan tidak ada jalan lain kecuali aku mengeluarkan kekuatan dari nenek moyangku. Kebetulan Bapa Michael tidak di sini, aku akan menggunakan kekuatan dari leluhurku.
Saat aku memancarkan sinar terang berwarna biru terang ... tanpa disadari, kekuatanku menyilaukan semua makhluk gaib yang hendak berkumpul di rumah Tuan dan Nyonya Cloude. Mereka langsung kabur seketika dan ketakutan. Makhluk di bawah energi iblis, mungkin tak akan bertahan terkena kekuatan dari penyihir yang aku keluarkan. Meski aku memiliki kekuatan gaib dari keturunan nenekku yang seorang penyihir, aku tidak bisa menggunakan kekuatan ini untuk pengusiran iblis. Karena tubuh korban bisa ikut terluka, bahkan bisa meninggal dunia.
***
Sudah waktunya kami berhenti berdoa karena fajar sudah menyingsing dan sinar mentari mulai menjalar ke dalam rumah. Setelah pertempuran gaib menghalau makhluk tak kasat mata itu, tubuhku terasa lemas dan kurang bertenaga. Aku rasa mereka tidak tahu apa yang terjadi. Kekuatanku yang keluar mungkin tidak mereka rasakan.
“Tuan Cloude ... Anda bisa beristirahat terlebih dahulu bersama Nyonya Cloude. Biar aku dan Paman Lou yang berjaga,” kataku sambil menatap Paman Lou.
Paman Lou mengangguk tanda setuju. Sedangkan Tuan dan Nyonya Cloude langsung menjawab tanpa senyum di wajahnya, “Baik, Lauren. Selamat pagi. Kami istirahat terlebih dahulu.”
Aku pun berdiri dan meraba dinding untuk membuka satu per satu tirai jendela. Sedangkan Paman Lou membuka pintu depan dan segera membuat sarapan. “Lauren, kau ingin makan apa pagi ini?” tanya Paman Lou setengah berteriak dari dalam dapur.
“Terserah Paman saja. Aku akan ke atas mengecek kondisi Jane,” jawabku yang mulai meraba pegangan tangga untuk segera berjalan naik ke lantai dua.
“Jangan. Lebih baik seperti yang Bapa Michael katakan untuk menunggu. Mungkin aku hanya manusia biasa. Tetapi setidaknya aku tahu hal itu berbahaya,” ujar Paman Lou yang langsung memegang tangan kiriku.
Aku menghentikan langkahku. Mempertimbangkan perkataan Paman Lou yang ada benarnya. “Baik, Paman. Aku tidak akan naik. Kalau begitu, aku bantu Paman saja di dapur, bagaimana?”
“Lauren, tidak usah. Nanti tanganmu bisa terluka jika membantu memanggang roti atau membuat sarapan scramble egg Lebih baik duduk saja di ruang tamu,” ujar Paman Lou kepadaku.
Aku sebenarnya kesal karena Paman Lou seakan menganggap aku tak bisa melakukan apa-apa. Namun bagaimana lagi, menjelaskan pun percuma. Aku pun duduk di ruang tamu menghadap ke pintu depan yang terbuka lebar. Sambil menunggu Daniel dan Bapa Michael lekas pulang, aku berdoa semoga semua segera membaik.
Setelah menunggu cukup lama Paman Lou selesai membuat sarapan. Dia membawa makanan itu ke ruang tamu.
“Ayo sarapan dahulu, Lauren,” ajak Paman Lou padaku.
“Baik, Paman. Terima kasih.”
Aku dan Paman Lou pun makan terlebih dahulu. Segelas kopi dan roti panggang serta scramble egg membuat perut kenyang dan memiliki tenaga lagi. Setelah itu, kami menunggu Tuan dan Nyonya Cloude selesai istirahat.
Waktu berjalan begitu cepat. Tuan dan Nyonya Cloude yang sudah beristirahat selama dua jam, memberi kesempatan aku dan Paman Lou untuk bergantian istirahat. Mereka sudah keluar dari kamar dan berjalan ke ruang tamu menghampiri aku dan Paman Lou.
“Lauren ... Lou ... kalian istirahat saja. Kami akan sarapan dan berjaga,” kata Tuan Cloude yang sudah mandi dan berganti pakaian.
“Baik. Silakan makan dulu, Kak. Aku akan ke kamar. Lauren, kau juga istirahat ya,” ujar Paman Lou yang sedari tadi menguap tanda sudah sangat lelah.
Aku pun segera berpamitan untuk istirahat terlebih dahulu. Tuan dan Nyonya Cloude pun duduk di kursi meja makan untuk sarapan. Aku berjalan ke arah kamar.
Lelah rasanya diriku ini. Bukan hanya fisik, pun juga pikiran. Namun ini jalan yang aku tempuh untuk membantu sesama. Aku harus bisa menyelamatkan orang-orang yang tak bersalah dan mengalami gangguan dari iblis. Semua pemberian dari-Nya ... aku kembalikan kembali pada-Nya. Agar kemampuan yang aku miliki tidak hanya berguna untukku, pun juga untuk orang lain.
Sesampainya di kamar, aku segera ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh terlebih dahulu. Membilas tubuh yang lelah ... tubuh yang tak abadi. Setelah itu, aku berganti pakaian dan merebahkan tubuh di ranjang. Memejamkan mata dan kemudian aku terlelap.
“ ... Salam Maria doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin.”
Aku melihat seorang gadis dengan gaun putih berdoa di tengah padang rumput hijau. Gadis itu melipat tangan dan berlutut untuk berdoa. Aku pun berjalan mendekatinya.
“Kau ... Jane?” tanyaku yang terkejut menyadari gadis itu adalah Jane Cloude.
“Kak Lauren ... terima kasih sudah membantuku. Namun ... jika akhirnya aku harus pergi, aku sudah siap,” kata Jane membuatku semakin bingung dengan perkataannya.
“Jane ... mengapa kamu berkata seperti itu? Sebenarnya apa yang terjadi?” Aku bertanya sambil mengelus rambut Jane.
“Waktuku di dunia sudah hampir habis. Aku bisa bertahan melawan iblis-iblis itu, tetapi tidak dengan tubuhku yang fana. Andai waktu itu tiba ... tolong berjanjilah satu hal, Kak. Berjanjilah ceritakan kisah ini kepada banyak orang. Agar mereka tahu iblis memang ada dan agar mereka lebih mempercayai kembali kasih Tuhan. Aku sudah berdosa. Namun janin dalam kandunganku ini suci. Aku tidak bisa bertahan lebih lama seperti yang para iblis inginkan. Tuhan Allah akan segera mengirimkan malaikat untuk menjemput ku pulang,” jelas Jane membuatku bersedih mendengarkan ucapannya.
“Jane ... bertahanlah terlebih dahulu, kami pasti bisa menolongmu. Tuhan pasti memberi jawaban atas doa kita,” lirihku bersedih menatap Jane.
“Aku hanya memandang segala kebaikan Tuhan. Sampaikan maaf kepada orang tuaku. Semoga mereka bisa mengikhlaskan aku.” Kalimat terakhir dari bibir Jane yang kemudian tersenyum sambil menatapku.
Saat aku hendak memberikan pertanyaan lagi, justru aku terbangun dari mimpi. Aku kembali ke dunia nyata. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Aku tertidur terlalu lama. Mungkin karena bertemu dengan Jane di ruang dan waktu berbeda.
Segera aku membereskan ranjang tempat aku berbaring tadi dan bergegas keluar dari kamar. Aku ke ruang tamu untuk menanti Daniel yang belum pulang bersama Bapa Michael. Aku ingin berbicara dengan Daniel dan Bapa Michael dan aku harus menceritakan mimpi atau perjalanan ruang dan waktu ku tadi. Semua adalah pertanda atas sesuatu. Sesuatu hal yang belum sepenuhnya terungkap di rumah kelurga Cloude. Entah mengapa justru teka teki pengusiran iblis ini semakin rumit. Bukan hanya soal kerasukan iblis saja, tetapi ada permasalahan lain yang tersembunyi.
Aku bertekad akan membuka ini semua. Mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di sini. Melihat Tuan dan Nyonya Cloude yang dahulu ikut kena efek dari kerasukan iblis ini membuatku berpikir keras. Mengapa bisa seorang kerasukan dan yang lain ikut sakit? Mengapa bisa hak itu terjadi? Pasti ada hal lain yang mereka sembunyikan. Aku akan mengungkap ini semua setelah Jane berhasil diselamatkan!