Malam yang telah larut membuat hawa dingin begitu terasa. Belum lagi di tambah dengan dinginnya pendingin ruangan yang semakin membuat tubuh Dini sedikit menggigil.
Hidup Dini, kini berubah dalam sekejap. Mantan wanita malam itu begitu bahagia bisa menikahi Tuan Herman yang begitu kaya raya.
"Apa kamu sudah siap untuk acaa besok pagi, Sayang?" ucap Tuan Herman sambil memeluk gadis itu dari arah belakang.
Dini yang sedang mentap pemandangan malam dari dalam kaca jendela kamarnya hanya terdiam saat tubuhnya berada dalam dekapan tubuh tambun Tuan Herman. Seperti biasa, Tuan herman paling menyukai berada di bahu dini dan menciumi leher gadis kesayangannya sambil kedua tanganya bergerilya mencari kenikmatan lain di sekujur tubuh Dini.
Merasa tidak ada pergerakkan dari Dini, Tuan Herman pun memutar tubuh Dini dan menatap kedua mata gadis itu yang terlihat sendu.
"Ada apa? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan, Sayang?" suara lembut Tuan Herman begitu terdengar nyaman dan sangat emngayomi.
Lelaki tua yang lebih pantas menjadi Ayahnya dibandingkan menjadi Suaminya.
Dini berusaha menutupi kesedihannya. Wajah cantiknya terblut pilu dan kesedihan.
"Tidak kah kamu ingin berbagi dengan ku, Dini? Berbagilah selayaknya sahabat," ucap Tuan Herman pelan.
Dini menarik napas panjangdan mencoba tersenyum.
"Aku tidak apa-apa, Mas Herman. Cuma sediki tegang dan panik menghadapi acara besok," ucap Dini pelan.
Dua pasang mata yang bersembunyi di balik pohon besar pun mencari tahu tentang rumah besar milik Tuan Herman yang tidak di ketahui oleh siapa pun.
"Kedua matamu sudah tidak bisa menipuku lagi, Dini. Aku mengenalmu sudah lama, tidak hanya dari luar saja, bahkan seluruh tubuhmu pun sudah ku cicipi dan ku kenal dengan baik setiap inchi tubuhmu itu," ucap Tuan Herman dengan jujur.
Dini tertawa pelan. Suara bariton lelaki tua itu begitu seksi dan menggelitik telinganya.
"Sejak kapan Mas Herman mulai pintar memuji perempuan?" tanya Dini lembut. Tawanya sudah berhenti dan kii hanya tinggal senyum yang selalu merekah dengan lesung pipi yang membuat gadis itu semakin terlihat mempesona.
"Sejak Mas menemukanmu, dan Mas yakin sekali, suatu hari kamu pasti jadi milik Mas. Semua nyata kan? Apa kamu bahagia, Dini?" tanya Tuan Herman dengan suara lembt.
Kini setiap hari Bibir dan pipi Dini yang selalu menjadi candu bagi Tuan Herman pun bisa dinikmati kapan pun diinginkan.
Anggukan kepala Dini pelan namun terlihat tegas bukan pasrah.
"Terima kasih Mas Herman," jawab Dini dengan singkat.
"Persiapkan dirimu untuk acara besok pagi. Setelah itu, esoknya kamu bisa mulai mencari tempat kuliah untuk menlanjutkan studimu yang tertunda," ucap Tuan Herman menasihati.
Lelaki tua ini benra-benar sangat dewasa. Dia bisa memposisikan dan menghargai seorang wanita. Tidak terus menerus di jadikan b***k seksnya.
"Apakah yang Mas Herman katakan itu adalah benar? Dini bisa melanjutkan kuliah?" tanya Dini pelan dan penuh harap.
"Bisa sayang. Kamu bisa pilih universitas manapun yang menjadi pilihanmu. Tapi ingat, kamu sudah menikah dan tetap menjadi milikku. Jika aku tahu, kamu bermain gila dengan lelaki lain dengan yang lain atau teman kampusmu, maka tidak ada kata maaf untuk kamu," ucap Tuan Herman tegas dan sedikit mengancam. Sikap ini bukan lagi posesif, tapi lebih pada ancaman untuk tidak bertindak bodoh dan macam-macam.
"Jadi Mas Herman mulai berani mengancam aku?" goda Dini sambil berjinjit dan mengecup bibir Tuan Herman.
Senyum Tuan Herman mulai terbit. Beliau memang paling suka digoda oleh Dini dengan kecupan di bibir yang singkat. sensasinya begitu luar biasa dan membuat jantung dan seluruh jiwa Tuang Herman bergetar dahsyat.
Dagu Dini berhasil di pegang sebelum gadis itu akan pergi meninggalkan Tuang Herman karena telah berhasil menggoda lelaki tua itu dan membangunkan birahi dan gairahnya yang mulai dingin terbawa bersama suasana.
"Mau kemana kamu, sayang," ucap Tuan Herman dengan suara lembut dan muali mencium bibir tipis Dini dengan penuh kemesraan.
Bibir tipis itu terasa kenyal dan begitu lembut saat di lumat hingga Tuang Herman merasa gemas dan mulai liar memainkan lidahnya ke dalam mulut Dini. Dini hanya terdiam, Dini sudah tidak kaget dengan permaina Tuan Herman mulai dari lembut dan pelan hingga sedkit kasar dan liar, tapi semua itu memiliki sensasi dan berakhir kenikmatan dengan tingkat serta level yang berbeda-beda.
Dini selalu bisa mengimbangi keinginan Tuan Herman dengan baik. Ini adalah pelayanan yang sangat di sukai Tuan Herman. Dini adalah wanita yang paling aktif dan yang paling tahu bahkan paling bisa membuat hatinya kembali dengan mood yang lebih baik. Pelayanan Dini selalu memuaskan bhkan terlalu memuaskan.
"Mas sedang menginginkanmu, apa kamu lelah sayang?" bisiki lirih Tuan Herman tepat di telinga Dini hingga gadis itu bergidik kegelian.
Dini tidak menjawab secara langsung cukup dengan senyuman dan kecupan di bibir Tuan heman pun sudah menjadi kode bahwa Dini pun menyanggupi permintaan Tuan Herman malam ini.
Gadis yang sexy dan hanya menggunakan daster transparan dengan satu tali di bahunya. Talinya pun sangat mudah dilepas bukan tali simpul mati yang sulit untuk di buka. Dengan gemas Tuan Herman pun langsung mengangkat tubuh mungil Dini ke atas kasur yang sudah tertutup dengan kelambu sesaat setelah daster itu lolos begitu saja terlepas dari tubuh Dini.
Tubuh Dini langsung terlihat polos, kebetulan Dini sudah tidak menggunakan bra. Setiap malam pun, Dini selalu tidur dengan tidak menggunakn Bra dengan alasan untuk kesehatan.
Tubuh Dini kini hanya tertutupi dengan segitiga pengaman yang sebentar lagi juga akan terlepas melalui kedua kakinya. Tuan Herman sudah tidak bisa mengendalikan dirinya untuk segera menaiki tubuh mungil yang selalu membuatnya cepat b*******h.
"Mas Herman ...." lirih Dini saat Tuan Herman mulai mengerjainya di atas kasur empuk itu dengan liar.
Dini terus menahan nikmatnya dan terus menahan erangannya agar tidak terus menerus lolos begitu saja.
Erangan dan jambakan Dini di rambut dan kepala Tuan Herman pun sudah tidak diindahkan lagi.
Tuan Herman mengangkat kepalanya dan tersenyum bahagia meliha Dini yang terkulai lemas dengan kenikmatan yang di terima. Berkali-kali tubuh Dini teraliri cairan hangat yang terusm membuat Tuan Herman tersenyum Itu tandanya, Dini benar-benar menikmati apa yang diberikan oleh Tuan Herman.
"Enak? Apa kamu menikmatinya, sayang?" tanya Tuan Herman lembut.
Wajah Dini yang sudah sau dan terlihat lemas hanya bisa mengangguk pasrah. Setengah jam lamanya Tuan Herman betah beramin di bawah dengan kelihaian lidah dan bibirnya membuat Dini terseok-seok hatinya. Dini sudah tidak bisa bergerak lagi, tubuhnya seolah terkunci oleh tubuh tambun Tuan Herman.