Pagi ini semua pelayan yang ada di rumah ini sibuk memepersiapkan acara pernikahan siri antara Tuan Herman dan Dini yang akan di adakan satu jam lagi.
Semua hal sudah dipersiapkan denagn maksimal dan sempurna. Tuan Herman sendiri sudah rapi menggunakan setelan jas dan sudah duduk di ruang tamu beserta beberapa teman dan sahabat dekatnya yang bisa ikut merahasiakan pernikaan sirinya ini.
Semua temannya tidak tahu, jika Dini, calon istri siri Tuan Herman adalah seorang mantan wanita malam yang di beli mahal untuk menyelamatkan hidup gadis malang itu dari siksa lahir yang dilakukan oleh Paman dan Bibinya.
"Cantik juga calon istrimu? Mana masih gadis? Tentu masih perawan?" ucap salah satu sahabatnya yang ikut berbahagia.
Tuan Herman hanya mengulas senyum dan ikut tertawa bahagia dan menutup rapat aib Dini dan aibnya sendiri.
"Sebentar lagi akan di mulai, tinggal menunggu penghulu yang akan mengijabkan pernikahan ini menjadi SAH secara agama," ucap Tuan Herman mengambil tema lain agar tidak mengganggu privasi kehidupannya.
Dini masih berada di dalam kamarnya dan sudah rapi dalam balutan kebaya putih dengan riasan make up wajah yang terlihat sangat cantik dan mempesona.
Di lantai bawah, semua orang sudah berkumpul. Kyai dan penghulu pun sudah ada dan duduk di kursi meja yang telah di persiapkan untuk acara ijab kabul.
Tuan Herman sudah duduk di kursi sebagai pengantin pria dan Dini, sang pengantin wanita baru saja turun dari lanti dua.
Semua pasang mata tertuju pada Dini dan kecantikan yang sempurna yang di miliki gadis itu. Tuan Herman pun merasa sangat beruntung bisa memiliki Dini seutuhnya bahkan kini bisa menikahi gadis cantik primadona itu. Pandangan itu pun tidak luput dari beberapa teman Tuan Herman yang juga dikenal sebagai p****************g.
Dini duduk tepat di sebelah Tuang Hermn. Acara pernikahan siri itu pun kemudian di mulai dan berjalan dengan lancar sesuai harapan.
"Bagaimana saksi semua?" tanya sang kiyai setelahmengijabkan Tuan Herman atas diri Dini.
"SAH," jawab para tamu undangan dnegan lantang bersamaan.
Wajah kesal dan penuh kebencian di balik tiang teras rumah besar milik Tuan Herman.
'Aku tidak akan tinggal diam, dan aku harus membuatmu semakin menderita dan sengsara,' ucapnya di dalam hati.
Sosok misterius itu pun pergi meninggalkan rumah besar itu usai melihat acara pernikahan siri itu.
Setelah acara ijab kabul yang khidmat, dilanjutkan dengan acara syukuran dnegan menikmati beberapa hidangan yang sudah tersaji di atas meja prasmanan panjang yang ada di taman belakang.
"Bagaimana perasaanmu kini? Apa kamu bahagia?" tanya Tuan Herman pelan.
Dini pun mengangguk dnegan pelan.
"Aku bahagia Mas Herman. Sangat bahagia. Terima kasih telah mengubah hidup aku dan membawaku jauh dan keluar dari lembah kenistaan itu," ucap dini pelan menjelaskan.
"Mulai sekarang, kita adalah pasangan suami istri. Mas berharap kamu bisa lebih terbuka dengan Mas. Besok, Mas antar ke kampus untuk mendaftar sebagai mahasiswi baru," ucap Tuan Herman pelan.
"Ya, Mas. Mas Herman mau makan apa? Biar aku ambilkan?" tanya Dini lembut. Dini berjanji akan tetap setia pada Tuan Herman dan melayani Tuang Herman dengan baik dan penuh ketulusan.
"Mau makan nasi dengan lauk apa saja, sesuai pilihanmu. Kita makan sepiring berdua, Mas ingin bermanja-manja dengan kamu," ucap Tuan Herman pelan kepada Dini, istri sirinya itu.
"Setiap saat bukankah Mas Herman bisa bermanja-manja denganku?" ucap Dini sambil menjawil dagu Tuan Herman.
"Mulai berani nakal dan menggoda ya? Lihat nanti malam tidak ada ampun seprti tadi malam? Akan Mas buat kamu terus lemas dan mengerang hingga tubuhmu bergetar luar biasa," ucap Tuan Hermam tertawa penuh kemenangan.
"Arghhh ... Jangan Mas," teriak manja Dini sambil menutup wajahnya yang mulai memerah dengan kedua tangannya.
Tangan Mas Herman menarik kedua tangan yang menutupi wajah Dini dan menggenggam kedua tangan Dini dengan erat.
"Jangan kamu tutupi wajah cantikmu itu, agar semua orang tahu, betapa cantiknya istriku ini. Sayang, Mas beneran sudah sangat lapar," ucap Tuan Herman dengan pelan lalu mengedipkan satu matanya kepada Dini.
"Iya ... Iya, Mas, Aku ambilkan sekarang makanannya," ucap dini pelan lalu berdiri berlalu dari hadapan Tuang Herman untuk mengambil makanan yang akan di nikmati berdua saja.
Jujur, saat ini hati Dini semakin berbunga-bunga dan semakin mantap untuk terus mencintai Mas Herman yang di anggapnya sebagai malaikat yang telah menolong dirinya.
Dini mendekati meja panjang prasmanan dan mengambil piring makan yang cukup besar dan mulai mengambil nasi putih, lalu lauk pauk, seperti, ayam, udang, daging sapi dan makanan jenis eropa lainnya yang Dini sediri belum pernah mencicipinya.
"Hei cantik! Kamu, pengantin wanitanya? Istri muda Tuan Herman?" tanya seorang laki-laki tua yang usianya seumuran dengan Tuan Herman, suaminya.
Dini menoleh ke arah laki-laki yang memanggilnya dan yang sedang mengajaknya bicara.
Tanpa perlu menjawab. Dini hanya tersenyum dan mengangguk pelan, lalu melanjutkan kembali mengambil makanannya.
Laki-laki tua itu mendengus kesal dan merasa dirinya tidk di hargai oleh Dini.
"Sombong sekali kamu jadi perempuan. Menjawab pertanyaanku saja tidak bisa. Apa kamu bisu!! Dasar wanita jalang!! Aku tahu siapa kamu sebenarnya seblum Herman mengangutmu seperti mengangkut sampah dari noda hitam yang telah melumurimu!! Tetap saja kamu akan selamanya hitam bernoda dan tidak akan pernah memutih seketika!! Paham!!" teriak laki-laki tua itu dengan suara keras dan lantang hingga semua orang yang berada di dekatnya pun menatap Dini dengan pandangan hina dan mengejek.
DEG!!
DEG!!
DEG!!
Dini menatap laki-laki tua itu dan di balas dengan tatapann lekat yang begitu kesal penuh =kebencian dan dendam Tatapan laki-laki tua itu juga begitu terlihat nyinyir.
Dini melempar pandangannya dan menunduk lalu meninggalkan tempat itu sambil membawa pring besar yang penuh dengan makanan. Kedua matanya berkaca-kaca. Rasanya benar-benar sesak sekali di dalam dadanya karena masih ada yang mengenalinya sebagai wanita malam.
"Ini makanannya Mas Herman," ucap Dini pelansambil memberikan satu piring itu kepada Hrman, suaminya.
"Kenapa wajahmu menunduk. Bukan kah sudah ku katakan, biarkan orang lain melihat betapa cantiknya istriku,' ucap Tuan Herman pelan sambil mengambil satu piring itu dari tangan mungil Dini.
"Maafkan Aku, MAs. Rasanya aku lebih baik kembali ke kamar saja. Aku mulai tidak nyman. Tadi salah satu teman MAs Herman ada yang mengenaliku sebagai mantan wanita malam, dan itu dia katakan dengan lantang hingga orang-orang yang berada disana menatapku sinis dan hina," ucap Dini dengan sedih.
"Hei Sayang, jangan mennagis ya. Nanti akan aku katakan pada semua teman-temanku. Bahwa yang mereka katakan itu tidak benar. Dini, istriku adalah seorang mahasiswi populer di kampusnya. Makanya besok kamu harus mendaftar sebagai mahasiswi baru. Jangan menunda ya sayang," ucap Tuan Herman yang begitu meyakinkan membuat Dini merasa tenang dn sedikit aman.
Tapi , mengingat kejadian barusan. Semua mata mememandangnya begitu hina dan penuh ejekan.
"Oh .... Ini istri mudamu, Herman? Aku seperti kenal dengan wanita ini. Bukan kah dia wanita yang sering mangkal di Gang Mawar? Wanita Malam yang populer dan primadona dengan bayaran mahal milik Bunda Mawar? Betul kan Dini Akhirany?" ucap lelaki yang berkumis tebal menatap lekat ke arah Dini.