Tiga bulan kemudian

1208 Kata
Suara seru kembali terdengar di dalam pagar besar berwarna putih sekolah unggulan di Kota besar ini. Sekarang, Andara tidak lagi bersembunyi. Walaupun saat ini merupakan detik-detik akhir sekolah dengan seragam putih abu-abu, tapi Andara selalu mengikuti kegiatan demi terus mendampingi Bara. Ucapan selamat bertebaran dimana-mana. Bukan hanya Bara saja yang mendapatkannya, tetapi juga Andara. Siang ini, Bara ingin bersenang-senang dan terus tertawa, sebelum ia melakukan sesuatu yang mungkin saja akan membuat dirinya dan Andara menangis. "Halo teman-teman semuanya." Bara menepuk kedua tangannya dan mulai memecah suara tawa. "Ada apa, Bara?" "Bagi kalian yang dengar suara saya, hari ini boleh makan gratis di kantin mana pun yang kalian suka. Silahkaaan!" teriaknya disambut tawa seru dari teman-teman satu angkatan. "Mantap," pekik teman-teman yang lainnya. "Ini serius kan, Bar?" "Tentu saja, ayo!" ajak Bara sambil melambaikan tangannya. "Serbu!" ujar teman yang lainnya dan suasana semakin ramai. "Andara, Ayo! Jangan sampai kita ketinggalan! Berlarilah bersama saya!" Bara menarik tangan Andara sambil tertawa. Mereka seperti sekumpulan banteng yang menyerbu hanya ke satu arah. Saat itu, suasana terasa sangat bersemangat dan dekat. Untuk pertama kalinya, Andara tertawa lepas karena hatinya begitu penuh dengan kebahagiaan. Berkali-kali Bara menggoda dengan menyirami Andara percikan air dingin dan cubitan di pipi. "Bara, jangan lakukan itu!" "Ha ha ha ha ha, kejar kalau bisa!" "Kamu sangat kekanak-kanakan sekali, menyebalkan." "Bodo amat." Mereka berdua terus bercanda sambil berlari, hingga tanpa sengaja kaki kiri Andara tersandung batu dan hampir terjatuh. Tapi Bara segera menangkap tubuh mungilnya, sebelum terbentur lantai yang terbuat dari semen. "Bara." "Lain kali, lebih berhati-hati lagi!" Bara menarik tangan Andara dan membawanya ke kantin yang tampak paling sepi untuk menikmati makanan apa saja yang masih tersedia. Setelah lebih dari 40 menit, teman-teman yang menikmati makanan di kantin mulai berdiri, bahkan ada yang beranjak pergi. Ucapan selamat kembali membanjiri setiap senyum dan perkataan mereka. Karena di kantin sudah cukup sepi, Bara pun mulai membayar tagihan. Ia berjalan di setiap kantin dan melakukan transaksi. Tampaknya ia sengaja membawa uang dalam jumlah yang banyak hari ini. "Bara, makasih ya," ucap Edo dan teman yang lainnya sambil berkumpul dan membuat tanda tangan di seragam sekolah mereka. "Sama-sama, sukses buat kalian semuanya ya." "Thanks, Bar," sambung teman yang lainnya. "Bara, selamat ya. Aku dengar dari para guru tadi pagi, kamu sudah diterima untuk kuliah di Amerika." Arman memberikan ucapan selamat dari kejauhan sambil tersenyum dan mengangkat jempol tangan kanannya. "Oh itu, iya. Makasih," sahut Bara tampak kaku. Pada saat yang bersamaan, Andara terdiam dan matanya tampak bersedih. Ia tidak menyangka perpisahan akan terjadi. Bara memang tidak pernah mengungkapkan rasa cintanya kepada Andara, tapi Andara sudah terlanjur merasa nyaman dan tidak ingin berpisah dengan satu-satunya alasan untuknya terus tersenyum. Saat ucapan terima kasih dan selamat berdatangan kepada Bara, Andara malah mudur perlahan. Ia tidak sanggup mendengar kata-kata tersebut, tapi tidak ingin Bara melihat dirinya bersedih pada awal kesuksesannya. Bara yang sibuk mengimbangi setiap ucapan dari teman-temannya, tidak bisa memperhatikan Andara. Ia pikir, gadis itu masih berada di sekelilingnya dan menikmati pemandangan apa saja. Yang penting mereka terus bersama, sebelum berpisah karena keadaan dan tujuan untuk keberhasilan di masa depan. Namun Bara salah kali ini karena Andara lebih memilih untuk melarikan diri dan menyembunyikan air matanya di balik tembok di dalam kelas. Saat teman-teman sudah mulai meninggalkan Bara, ia memperhatikan sekeliling dan ternyata Andara tidak berada di sekitarnya. Saat itu, perasaan Bara mengatakan bahwa Andara berada di dalam kelas dan ternyata ia benar. Bara memang memiliki perasaan dan firasat yang kuat terhadap Andara. Oleh karena itu, ia tidak langsung masuk ke dalam ruang kelas, demi memberikan waktu dan kesempatan kepada Andara untuk menangis dan mengusir rasa sedih di dalam hatinya. Suara isapan air hidung yang terdengar perih, berkali-kali Bara dengarkan. Di balik dinding yang sama, Bara menunduk seolah dapat merasakan kesedihan Andara yang begitu dalam. Sebenarnya, cinta itu sama-sama ada. Tapi mereka memilih untuk tidak saling mengungkapkannya demi satu alasan, yaitu tidak ingin menghancurkan kebersamaan hanya karena takut perasaan itu bertepuk sebelah tangan. Cukup lama membiarkan Andara bersedih hati sendirian, Bara pun merasa tidak sanggup dan ia memilih untuk mengambil resiko. Lebih baik ia jujur saat ini tentang semua perasaan dan situasi yang dihadapi. Mengenai hasilnya, Bara menyerahkan semua keputusan kepada Andara. Satu-satunya yang Bara inginkan saat ini adalah menyerahkan seluruh hatinya kepada gadis yang begitu sederhana, namun sempurna di matanya. "Maaf sudah membuatmu bersedih," ucap Bara sambil melangkahkan kaki kanannya ke dalam ruang kelas dan saat itu Andara menolehkan wajahnya ke kiri untuk melihat wajah Bara seraya menghapus air mata. "Selamat ya, Bara. Semoga kamu sukses dan berhasil menggapai cita-citamu." Andara menguatkan diri untuk mengatakannya sambil terus menghapus air mata yang sudah terlanjur menetes di kedua pipi yang bersih dan putih. "Sebenarnya saya baru akan mengatakannya nanti, tapi ternyata, apa yang kita rencanakan belum tentu sesuai dengan apa yang terjadi." "Sudahlah! Itu semua bukan kesalahanmu. Jadi jangan terlalu dipikirkan! Saya baik-baik saja." Andara tersenyum palsu guna menutupi keresahan hati. "Andara, rasanya sangat sulit untuk jujur." Bara menarik napas panjang. "Sebenarnya saya sangat menyukai kamu. Bagi saya, kamu tidak hanya cantik, tapi juga baik dan unik." Bara menggenggam kedua tangannya dan menelan liur yang terasa berat. "Saya juga menyukai kamu Bara karena kamu adalah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab serta pintar. Kamu memiliki kesempurnaan sebagai seorang pria. Saya harap, kamu tidak akan pernah berubah, walaupun kamu akan semakin luar biasa di luar sana." "Eeemh, saya ingin meminta sesuatu boleh?' "Apa?" "Saya ingin malam di mana kita bisa melewati waktu bersama dengan mengobrol dan makan jajanan yang banyak. Tentunya sambil tertawa di bawah tumpukan bintang." Bara menatap Andara dalam-dalam. Sebenarnya Andara sangat ingin melakukan semua itu. Hanya saja, ia harus bekerja di malam hari demi menyambung hidupnya. Sementara Bara sama sekali tidak mengetahui apa yang Andara lakukan dan pekerjaan seperti apa yang Andara kerjakan demi hidupnya. "Malam ya?" "Iya." "Sa-saya ... ." "Pleeease." Bara melipat tangan di depan d**a sambil memohon. "Sebab besok pagi, saya sudah harus beranjak pergi." "Apa?" Mata Andara kembali berkaca-kaca. Ia tidak mampu menutupi kesedihannya. Gadis itu sepertinya sama sekali tidak menyangka bahwa Bara akan pergi secepat ini. Tiba-tiba, tubuhnya menjadi lemah seakan tidak memiliki tulang untuk menyangga daging miliknya. "Jangan menangis, Please!" pinta Bara sambil memajukan tubuhnya dan ia memberanikan diri untuk memeluk Andara. "Please," mohon Bara sekali lagi agar Andara menghentikan air matanya. Ketika tubuh Bara dan Andara bersatu, keduanya dapat merasakan sensasi yang luar biasa di dalam dadda. Mereka seperti terkena sengatan listrik berkekuatan tinggi, hanya saja mereka tidak mati akibat sengatannya. Melainkan pada bagian tubuh tertentu, seperti terasa mengencang seakan mengikuti irama detak jantung yang semakin lama semakin cepat dan terus berpacu. "Andara, saya tidak tahu apa yang kamu kerjakan di malam hari. Tapi yang saya mau, malam ini, tolonglah berikan sedikit waktumu untuk saya! Karena saya sangat ingin sekali memenuhi memori dan otak saya tentang kamu, sebelum pergi." "Baiklah, saya akan berusaha." "Please!" "Iya, Bara. Iya." Andara berjanji untuk memberikan ketenangan kepada Bara. Tuhan, apa yang harus saya lakukan? Saya tidak boleh bolos, itu perjanjiannya. Jika terjadi, saya pasti dipecat dan bagaimana dengan hidup saya serta nenek? Tapi, Bara benar. Waktu kami hanya tinggal malam ini saja. Kata Andara tanpa suara. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN