Naif rasanya, berlagak tidak tahu apa – apa. Sahira mengusap wajah, tiga puluh menit sudah menyelesaikan tes – nya. Ia terduduk di depan teras ruangan, memikirkan segala kejadian tadi malam. Wajah Agam tampak jelas, ketakutan. Tidak dibuat – buat, apa pengaruh Maya terlalu besar pada mental Agam, bahkan lelaki itu sudah melewati banyak hal tentang rintangan kehidupan. Setidaknya, manis – asinnya kehidupan ia sudah kenyang. Agam menawarkan diri untuk mengantarkan ke tempat tes, tadi pagi. Sahira menolak, memilih menggunakan busway. Dengan dalih sudah ditunggu kekasih, padahal zero. Lamunan semakin dalam, bahkan tersisa beberapa peserta yang berlalu lalang. Sahira masih menikmati kesendiriannya, sudah berusaha tidak ambil perduli, tetap saja Agam menjadi beban pikiran. Aneh, tapi seperti