Si Nyentrik Tian

969 Kata
Lidah Ye Xuan benar-benar tidak mendapati kesulitan untuk menerima burger jengkol pedas tersebut. Terbukti dengan dia mengangguk-angguk tenang dan mulai menghabiskannya. Tian tergelak senang melihatnya. "Hebat! Hebat! Ha ha ha! baru kali ini aku menyaksikan gadis hebat yang bisa makan jengkol secara tulus sepenuh jiwa!" Ia bertepuk tangan pelan beberapa kali. Ye Xuan menoleh ke Tian sambil berujar usai mengelap mulut menggunakan tisu yang tersedia di depannya, "Hm... memangnya itu sesuatu yang burukkah? Apakah... harusnya perempuan di sini tidak makan apa tadi? Jeng...kol?"  Kini Ye Xuan malah menyesali tindakannya. Harusnya dia tidak bersikap frontal begitu jika memang perempuan di jaman ini tidak semestinya memakan makanan itu. Sebaliknya, Tian malah menggeleng-gelengkan kepalanya sembari goyang-goyangkan telunjuknya di depan wajahnya. "Aku tidak tau apakah suatu keharusan atau tidak bagi perempuan makan jengkol, dan aku tidak perduli mengenai itu. Namun, jika kau bertanya apakah itu sesuatu yang buruk, tentu saja bagiku itu justru sesuatu yang hebat!" "Hebat?" Ye Xuan menyipitkan mata, seakan kurang mempercayai ucapan Tian yang terkesan menyanjung dirinya. Atau Tian hanya sedang berpura-pura agar Ye Xuan tidak merasa buruk? "Iya, hebat!" Tian mengulangi sambil mengangguk tegas. "Perempuan yang kukenal dan mau makan jengkol, hanya ada beberapa saja. Ibuku, Nenekku, dan sekarang... kamu! Siapa namamu?" Ia mengulurkan tangan ke Ye Xuan. Fei di ruang jiwa segera menerangkan bahwa itu adalah tanda perkenalan di jaman ini. Maka, Ye Xuan pun membalas uluran tangan dari Tian dan mereka saling berjabatan tangan. "Y-Fei! Aku Fei." Ia nyaris saja keceplosan menyebutkan namanya sendiri. Bisa runyam jika ia tidak segera mengerem lidahnya. "Oke, Fei!" Tian menggoyangkan jabat tangan mereka sebelum melepaskannya. "Aku akan berikan kau dua burger jengkol seperti tadi untuk kau bawa pulang!" Kemudian, Tian memanggil pegawainya lagi untuk membuatkan dua porsi burger jengkol agar dibawa pulang Fei nantinya. Han hanya bisa terdiam tak berkutik jika kakaknya sudah mulai pada mode gila. Atau eksentrik. Tian memang terkenal sebagai anak yang eksentrik semenjak kecil. Banyak hal dan tingkah darinya yang di luar kebiasaan wajar dari keluarganya.  Misalnya ketika sang ibu akan mendaftarkan Tian ke kursus piano dan biola, Tian justru menolak dan mengatakan ingin kursus mendalang dan main gamelan. Itu belum seberapa. Ketika adiknya, Han, membeli seekor anjing mini pomerian, Tian justru pulang sekolah sudah menenteng kardus berisi buaya berukuran kecil dan mengatakan itu adalah binatang peliharaan pilihannya.  Alhasil, seluruh rumah gempar ketika buaya itu lolos dari kardus tersebut dan menggeliat berjalan di lantai rumah.  Ibunya sampai naik ke lemari saking takutnya, dan Han sudah lari memeluk anjing kecilnya masuk ke kamar dan menguncinya.  Malam itu pawang buaya dan petugas kebun binatang dipanggil untuk menangkap buaya tersebut. Masih ada lagi tingkah aneh Tian. Ketika nilai dia sempurna dalam sains dan akuntansi, dia justru memilih jurusan bahasa di SMA dengan alasan bosan bertemu dengan angka melulu sedari SD. Bahkan ketika lulus kuliah di jurusan seni kuliner, dia benar-benar menolak sang ayah yang sedianya akan memberikan dia salah satu perusahaan yang dikelola Beliau, dan memilih mendirikan kafe sesuai dengan passion dia di bidang kuliner, katanya. Orang tua mereka bukan milyuner seperti Tuan Besar Yan, namun mereka juga bukan keluarga menengah.  Akhirnya, sang ayah memohon agar Tian mau mengelola salah satu toko sang ayah jika Tian tidak berminat meneruskan bisnis ayahnya, yakni toko furnitur yang tergolong paling kecil yang dimiliki ayahnya. Tian pun tidak keberatan karena furnitur tidak terlalu berhubungan dengan hal-hal ribet dan justru banyak berkutat di bidang seni.  Tak mengapa. Tian menerimanya dan dia sesekali akan menengok toko yang dipasrahi untuknya itu, walau dia lebih banyak meluangkan waktu di kafe yang kian tahun kian ramai pengunjung. Itulah keunikan Tian yang kadang membuat Han sang adik, hanya bisa mendesah menahan kesal.  Orang tua mereka beruntung karena Han tidak terkontaminasi kenyentrikan Tian. Bagi mereka, cukup Tian saja yang unik, karena Han akan diberikan tongkat estafet bisnis oleh sang ayah jika kelak dia dewasa dan sudah lulus dari kuliah. Ye Xuan mengangguk pada Tian. "Terima kasih. Ah, apakah kau tadi mengatakan bahwa kau yang meracik ramuan burger jengkol itu?" Ia ingin memastikan saja sekaligus berbasa basi karena sudah diberi sesuatu yang entah akan dia makan nantinya atau tidak, dia belum memutuskan itu. Tian mengangguk. "Yeah! Aku yang menciptakan resep itu! Banyak makanan di kafe ini adalah hasil dari racikan kehebatanku ini!" Ia jadi mulai narsis. "Wahh! Kak Tian... HEBAT!" Dan itu saja kalimat terpanjang Lan yang berhasil mencuat dari mulutnya sehubungan dengan Tian. Setelah itu, dia hanya mengabiskan waktu dengan menatap Tian terus menerus penuh kekaguman yang tidak disembunyikan. Begitulah remaja jaman kini. Kedua alis Ye Xuan terangkat ketika mendengar kata "menciptakan resep" dari mulut Tian. Bukankah itu sama dengan dirinya? Dia juga kerap menciptakan ramuan obat dan resep obat yang akhirnya menjadi pil obat yang diperebutkan banyak pendekar di jamannya. Jadi, saat itu juga Ye Xuan merasa dia menemukan teman satu jiwanya. Tian senang meracik sesuatu yang enak dan membuat orang tersenyum kenyang.  Ye Xuan sering meracik pil obat yang banyak dibutuhkan orang. Rasanya mereka akan bisa lekas akrab untuk membicarakan hobi masing-masing. Namun, segera Ye Xuan tersadar sepenuhnya, bagai dia ditampar di kepalanya ketika dia teringat bahwa dia sedang mendiami tubuh Fei, bukan dirinya sendiri.  Tentunya antara lelaki dan perempuan tidak bisa seenaknya bergaul, bukan? Apalagi Fei masih belum bisa menyembuhkan trauma dia akan kedekatan dengan lelaki. Tak lama kemudian, burger jengkol yang akan dibawa Ye Xuan pulang sudah disediakan dan diserahkan ke Ye Xuan.  Tian sudah bertanya ke Lan ingin dibawakan apa untuk dibawa pulang. Lan ingin sekali menjerit bahwa dia ingin dimasakkan apapun asalkan Tian yang memasak sendiri. Dijamin makanan itu akan diawetkan oleh Lan nantinya. Sayang sekali, Lan tak punya keberanian memohonkan permintaan itu dan malah menggeleng karena gugup tak tau harus berkata apa. Maka, Tian pun tidak memberikan apapun untuk Lan. Biasa... fans jika bertemu idola pasti banyak yang gugup dan tak bisa berkata-kata. Berbeda di saat mereka berjauhan, fans bisa menjerit histeris meminta perhatian. Namun, ketika sudah didekati dan diperhatikan, mereka terkadang mematung penuh grogi. Setelah itu, Han mengajak kedua gadis pergi dari kafe. Mata Lan tampak berat meninggalkan Tian yang melambaikan tangan ke mereka. Tapi apa mau di kata...  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN