Pengobatan di Taman

1470 Kata
Ye Xuan menoleh ke area sekeliling rumah sang bibi. Dengan ditahannya tiga orang itu, kini Ye Xuan secara otomatis tinggal sendirian saja di rumah tersebut.   Terasa sepi. Tapi Ye Xuan tidak begitu perduli. Baginya lebih baik sepi daripada terganggu dengan tiga orang berwatak jahat seperti mereka. Lagipula, Ye Xuan sejak dahulu mula memang jenis orang yang tidak menyukai suasana ramai.   Bagi seorang ahli alkimia seperti dia, Ye Xuan bisa lebih berkonsentrasi meracik obat dalam keadaan tenang tanpa hiruk pikuk.   Sekarang, dibantu bimbingan dari Fei, Ye Xuan mulai mempelajari banyak sekali hal. Ia kagum pada kecerdasan Fei dan yakin Fei adalah murid yang baik di sekolah.   Malam harinya, Ye Xuan akan rajin bermeditasi melakukan kultivasi untuk menyerap Qi alam hingga matahari terbit nyata di timur sana.   Setelah itu, Ye Xuan mulai membereskan rumah kecil itu. Hanya butuh waktu sebentar baginya untuk menyingkirkan benda-benda yang dia anggap tidak penting untuk dimasukkan dan dikumpulkan ke dalam kamar sang bibi dan sepupunya.   Usai membereskan banyak barang, ia menatap puas keadaan rumah yang lebih longgar dan nyaman.   Karena Ye Xuan ahli alkemia dan juga merupakan kultivator, maka dia tidak terlalu membutuhkan makan. Ia cukup mengkonsumsi pil buatannya sendiri.   Para kultivator sudah biasa menghindari makanan nyata dan sebagai gantinya, mereka mengonsumsi pil alkemi karena residunya paling minim sehingga mereka tidak perlu direpotkan dengan kegiatan buang air besar.   Sore ini setelah membereskan rumah, Ye Xuan ingin mengetahui dunia di luar rumah bibi. Ia memakai pakaian yang pantas dan tertutup, celana training dan kaos lengan panjang. Ia juga sudah belajar cara memakai sepatu jaman ini.   Terima kasih pada Fei yang terus tanpa kenal mengeluh mau mengajari Ye Xuan banyak hal.   Suasana di taman kompleks rumah bibi tidak begitu padat pengunjung. Hanya beberapa yang berjalan-jalan membawa hewan peliharaan mereka dan ada juga yang bersepeda. Sesekali lewat orang-orang yang jogging. Ye Xuan menatap heran ke mereka semua, dan Fei pelan-pelan menjelaskan semua keheranan Ye Xuan.   Ketika ia baru henyakkan p****t sekitar lima menit, datang dari arah kanan, seorang pria paruh baya yang berjalan agak limbung, sedikit terseok-seok.   Ye Xuan yang curiga, mengamati pria paruh baya tersebut. Dari mata alkemisnya dia langsung tau bapak itu menderita. Dari gelagat bapak itu sudah jelas. Ia melesat memburu ke pria itu sebelum si pria ambruk ke rumput.   Dua gadis yang sedang jogging berseru kecil melihat kejadian itu.   Ye Xuan tidak memperdulikan apapun kecuali si pria. Ia merebahkan pria itu di rumput dengan hati-hati dan memeriksa denyut nadi dan pupil matanya. Tak butuh waktu lama bagi Ye Xuan untuk menyentuh cincin interspasial dia dan mengeluarkan sebuah pil.   Beberapa orang sudah mulai berkerumun di dekat Ye Xuan, ingin tau. Nemun, Ye Xuan tidak terganggu dan memasukkan pil di tangannya ke mulut pria paruh baya di rerumputan.   "Apa yang sedang dia lakukan?"   "Tidakkah kau lihat? Dia memasukkan pil ke bapak itu!"   "Pil apa, yah? Apakah dia dokter?"   "Mana mungkin dia dokter? Lihat, wajahnya masih wajah remaja! Tidak mungkin dia dokter!"   "Jadi, dia memasukkan sembarang pil ke orang itu?"   "Sungguh remaja yang ceroboh!"   "Hahh... remaja jaman sekarang, suka seenaknya saja kalau bertindak."   "Apakah kita perlu memanggil polisi?"   Banyak orang berbisik kasak kusuk sambil terus mengawasi Ye Xuan.   Ketika orang berniat menelepon polisi, tiba-tiba bapak paruh baya itu tersadar dan membuka matanya, menatap bingung ke kerumunan orang-orang di sekitarnya. "Aku..."   "Bapak pingsan baru saja." Ye Xuan ulaskan sebuah senyum tulus. "Tapi aku sudah memberi Bapak obat, jangan khawatir, obat itu tidak berbahaya."   Orang-orang yang sebelumnya meragukan Ye Xuan dan bahkan ada yang merutuk dia, kini dibuat ternganga tak percaya jika tidak melihat sendiri. Ye Xuan bisa menyadarkan bapak itu menggunakan pil antah berantah dia?   "Ohh, jadi... Adik ini yang menolongku. Terima kasih." Pria paruh baya itu dibantu duduk oleh Ye Xuan. Ia melirik ke kerumunan yang kini sudah mulai bubar. Setengah lebih dari mereka sudah meninggalkan Ye Xuan dan si bapak.   Ye Xuan mendudukkan pria itu di kursi taman dan memberinya minum. Bahkan beberapa orang heran dari mana Ye Xuan bisa memunculkan segelas kecil minuman, sedangkan di sekitar mereka tidak ada vending machine yang dekat.   Si bapak hanya patuh meminum air yang disodorkan Ye Xuan tanpa ragu-ragu, karena sebelumnya Ye Xuan sudah menyelamatkan dia, maka mana mungkin akan mencelakainya.   Tak berapa lama, datang seorang pemuda usia dua puluh tahunan. "Pa!" Ia berlari memburu ke pria paruh baya itu. "Pa, kenapa tidak menungguku? Bukannya aku sudah katakan agar Papa tetap di restoran itu saja selagi aku menjemputmu?"   Ye Xuan pun mengerti pemuda itu anak dari bapak itu. Dari sikap si pemuda, menunjukkan kecemasan.   Bapak itu pun hanya terkekeh. "Papa bosan jika terlalu lama duduk di sana, jadi Papa ingin jalan-jalan sebentar."   "Jalan-jalan apanya? Papa hanya membuatku khawatir saja." Anaknya terdengar kesal.   "Ayahmu sakit." Ye Xuan akhirnya bicara. "Jantungnya lemah dan susah bernapas dengan baik. Juga... ada sedikit aliran yang tidak lancar yang mengakibatkan ginjalnya bermasalah."   Bapak dan anak itu menoleh ke Ye Xuan dengan wajah terperanjat.   "Kau... kau kenapa bisa mengetahui semua kondisiku?" Bapak itu sampai menatap Ye Xuan tidak berkedip.   Sedangkan sang anak kini menatap ayahnya dengan pandangan menyelidik. "Pa, apakah kau pingsan lagi?"   Sang ayah mengangguk. Anaknya ingin merapalkan kekesalan atas sikap seenaknya si ayah, namun Ye Xuan memberikan kode dengan gelengan kepala pada si anak.   "Aku sungguh beruntung bertemu dengan nona muda yang baik ini." Bapak itu tersenyum ramah ke Ye Xuan. Sementara itu, Ye Xuan agak canggung mendengarnya. Bagaimana pun juga, dia belum terbiasa dipanggil sebagai nona.   "Jadi... nona ini sudah menolong Papa?" tanya pemuda itu ke Ye Xuan.   "Siapa lagi kalau bukan dia." Sang bapak menyahut menggantikan Ye Xuan. "Terakhir aku ingat, aku berjalan dan mulai sesak napas dan lemas, lalu aku seperti melihat nona ini menghampiriku dengan cepat, lalu tiba-tiba aku merasakan gelap dan setelahnya, aku sudah duduk di rumput dan dibantu nona ini duduk di kursi lalu dia memberiku minuman yang sangat menyegarkan."   "Minuman?" Pemuda itu menatap penuh selidik ke Ye Xuan.   "Benar," sahut ayahnya. "Minuman yang sangat enak dan segar, seakan-akan tubuhku merasa nyaman di semua sisi."   "Sungguh?" Si anak tidak percaya. Hanya dengan minuman saja ayahnya merasa baikan? "Memangnya minuman apa itu?" tanyanya ke Ye Xuan.   "Hanya Embun Dewi Pelangi." Ye Xuan tidak menutupi.   "Embun Dewi apa?" Si pemuda tak yakin telinganya bermasalah, tapi ia seolah salah dengar pada apa yang disebutkan Ye Xuan. "Itu merek minuman apa? Dijual bebas?"   "Tidak," jawab Ye Xuan. "Aku membuatnya sendiri."   "Apa?!" pekik si pemuda. Kedua alis matanya sudah naik setinggi yang dia mampu.   Pria paruh baya itu memukul pelan d**a anak lelakinya. "Kau ini, kenapa tidak sopan? Dia sudah menolong Papa, tapi kau bersikap seolah dia ini kriminil saja. Lekas ucapkan maaf."   Putra sang bapak pun lekas minta maaf ke Ye Xuan.   "Ha ha... tidak apa-apa." Ye Xuan mengibaskan tangan secara santai. "Anak Bapak bersikap waspada padaku karena dia sangat menyayangi Bapak. Anda harus mensyukuri itu."   "Lalu... apakah kau seorang dokter? Boleh kutau bagaimana kau bisa mengetahui kondisi kesehatan Papa?" Pemuda itu mulai melembutkan nadanya ke Ye Xuan.   "Dokter?" Ye Xuan terdiam sejenak karena dia sedang bertanya ke Fei mengenai apa itu dokter. Setelahnya, Ye Xuan menggeleng. Kurasa aku bukan dokter. Aku hanya... tau sedikit mengenai ilmu herbal." Akhirnya dia memilih kalimat itu yang dirasa cukup masuk akal untuk orang di jaman ini.   "Lalu... apakah kau memiliki resep obat agar papaku bisa sembuh sepenuhnya?" Pemuda itu kini memandang penuh harap ke Ye Xuan.   "Wan, jangan kurang ajar begitu. Kau tidak boleh seenaknya meminta Nona... siapa namamu, Dik?" Bapak itu bertanya ke Ye Xuan.   Ye Xuan nyaris saja mengucapkan namanya sendiri jika tidak ingat dia ada di tubuh siapa. "Fei. Namaku Fei. Maaf, junior ini sungguh bersikap tidak pantas, tidak memperkenalkan diri sedari tadi." Ia menangkupkan dua kepal tangannya di depan wajah sambil menunduk hormat ke pria paruh baya.   Bapak itu melongo beserta anaknya, menganggap apa yang dilakukan Ye Xuan sungguh aneh. Si anak berpikir, apakah Ye Xuan sedang berakting ala pendekar-pendekar Tiongkok jaman kuno yang kerap melakukan salam hormat demikian?   Ye Xuan segera tersadar. Ia tersenyum canggung. "Oh, maaf. Ini... kebiasaan dari keluarga."   Bapak dan anaknya pun sama-sama membatin Fei dari keluarga tionghoa yang masih menjaga budaya leluhur mereka. Itu patut diapresiasi. Keduanya mengangguk-angguk.   "Oh, mengenai penyembuhan Bapak, aku bisa mengupayakannya membuat ramuan yang tepat. Aku akan mengantar pilnya jika sudah selesai membuatnya." Ye Xuan lekas alihkan topik ke lainnya agar kesalahan sikap dia tadi tidak terus diingat.   "Aku bernama Aryan. Anakku ini Irwan." Bapak itu memperkenalkan dirinya dan si anak. "Wan, lekas bagikan kartu nama kita ke dia."   Wan segera mengambil dompetnya dan mengambil selembar kartu nama yang kemudian dia berikan ke Ye Xuan. Pemuda Tiongkok kuno itu memandangi lekat apa yang ada di tangannya.   "Kalau kau sudah selesai membuatkan obat untuk Papa, telepon saja nomor di situ, maka aku akan datang menemuimu." Wan menunjuk ke deretan nomor di kartu namanya yang sedang diamati Ye Xuan.   "Apakah... bahan-bahannya susah dicari? Katakan saja maka kami akan sediakan untukmu." Tuan Yan juga menyambung.   "Ohh, tidak perlu, Tuan Yan. Hanya butuh Buah Jantung Kelinci, Buah Mustika Gelap, Persik Hitam, Buah Giok Batu, dan Biji Nirwana Ketiga." Ye Xuan menyebutkan beberapa nama bahan.   Bapak dan anaknya hanya bisa termangu mendengar nama-nama aneh dari mulut Ye Xuan.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN